Hutan Bakau Lindung Dikonversi
Menhut Belum Ganti Status Hutan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sedang membahas rancangan usulan konversi 7.000 hektar hutan lindung mangrove di Kabupaten Kubu Raya agar tetap bisa dimanfaatkan untuk tambak. Jumlah itu meliputi luasan kurang dari 20 persen areal hutan lindung di kabupaten itu.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar Budi Haryanto, Rabu (10/9) di Pontianak. Pihak Dinas Kehutanan, Perkebunan, dan Pertambangan Kubu Raya pekan lalu menyatakan, ada konversi sekitar 300 ha hutan lindung mangrove di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, untuk tambak udang tanpa ada proses pelepasan dari Menteri Kehutanan. Budidaya udang itu dilegalkan dengan izin yang dikeluarkan Dinas Perikanan Kabupaten Pontianak selaku kabupaten induk.
Persoalan konversi hutan lindung untuk tambak yang telah berlangsung 10 tahun lalu itu sudah disampaikan ke Pemerintah Provinsi Kalbar. Menanggapi hal itu, Asisten II Pemprov Kalbar Munir HD menyatakan, pemprov sudah mengeluarkan larangan pemberian izin untuk tambak baru di hutan lindung mangrove.
Hari Rabu, Gubernur Kalbar Cornelis menerima rombongan Direktur Jenderal Kementerian Pangan, Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Korea Selatan Young Hyo-ha di Pontianak. Dalam pertemuan itu, Korsel menyampaikan minat untuk berinvestasi di bidang budidaya perikanan di Kalbar.
”Korsel menyiapkan investasi senilai 10 miliar dollar AS (Rp 90 triliun) untuk budidaya perikanan di Indonesia. Mereka juga akan mengembangkan di Nusa Tenggara Timur,” kata Budi seusai mendampingi Cornelis.
Di Kalbar, mereka akan mengembangkan tambak udang dan industri pengolahan hasil perikanan yang berorientasi ekspor. Budi menjamin, hal itu tidak akan mengganggu hutan lindung mangrove. ”Banyak kawasan pesisir
yang bisa dimanfaatkan untuk tambak, misalnya di Mempawah,” katanya.
Menhut belum lepas
Menteri Kehutanan MS Kaban belum melepas status hutan lindung pada lahan yang hendak dibangun sebagai pusat pemerintahan dan ibu kota Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Hal itu dikatakan Bupati Bintan Ansar Ahmad, Rabu.
Menurut dia, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2004 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Riau dari Wilayah Kota Tanjung Pinang ke Bandar Seri Bentan, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan, maka ditetapkan ibu kota Kabupaten Bintan adalah Bandar Seri Bentan.
Pemkab Bintan telah meminta Menhut untuk melepas status hutan lindung seluas 7.300 ha yang akan digunakan untuk pembangunan pusat pemerintahan dan ibu kota Kabupaten Bintan. Pembangunan itu akan melibatkan pihak swasta, antara lain konsorsium dari Singapura.
Namun, dari jumlah itu, tim terpadu Dephut hanya merekomendasikan pelepasan status hutan lindung seluas 6.813 ha. Asisten I Bidang Hukum dan Pemkab Bintan Yudha Inangsa menuturkan, proses pelepasan hutan lindung masih panjang. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama, pengukuran batas lahan hutan lindung yang akan dilepas. Kedua, penetapan lahan untuk hutan lindung pengganti.
Pemkab Bintan telah mengalokasikan anggaran Rp 600 juta untuk pengukuran tata batas lahan yang berstatus hutan lindung yang akan dilepas. Selain itu, Pemkab Bintan akan menetapkan sejumlah kawasan hutan mangrove sebagai hutan lindung pengganti.
”Diharapkan, akhir 2009, proses pelepasan hutan lindung bisa selesai,” kata Yudha. (FER/WHY) Pontianak, Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar