Oleh : Dr.
Priyanto
Rahardjo, MSc.2
Abstrak
Laut Arafura merupakan daerah
penangkapan udang dan ikan terbesar
dan terbaik yang dimiliki Indonesia. Banyaknya kasus illegal
fishing disebabkan banyaknya kapal
asing yang berminat memdapatkan izin penangkapan namun jumlah izin penangkapannya terbatas
di Laut Arafura. Berbagai jenis illegal fishing terjadi pada perairan ini, dan bentuk
pelanggaran terbesar dengan
menggunakan cara memalsukan izin
dan nomor di lambung kapal. Nilai kerugian Indonesia akibat illegal fishing di Laut Arafura mencapai nilai sebesar
40 triliun rupiah setiap tahunnya. Kerugian
sejak tahun 2001 sampai 2013 mencapai nilai yang
fantastis yaitu 0,52 Kuadriliun rupiah (520
triliun
rupiah)
Kata kunci:
Illegal fishing, Laut Arafura, nilai kerugian, penangkapan.
Pendahuluan
Laut Arafura merupakan daerah penangkapan udang dan ikan
terbesar dan terbaik
yang dimiliki Indonesia. Perikanan
laut Indonesia yang
masih menganut rezim open
access memungkinkan armada penangkapan dari luar kawasan beroperasi secara bebas di Laut
Arafura. Perusahaan perikanan
dari beberapa
wilayah yang
berbatasan dengan area
ini
bahkan perusahaan asing berupaya
mengembangkan perikanan
tangkap dengan berbagai upaya dan telah mengakibatkan
tekanan
penangkapan meningkat secara tajam.
Beberapa masalah
serius yang terjadi pada periknan di Laut Arafura saat ini adalah
:
· Intensitas Illegal fishing yang
meningkat
· Dampak masuknya pukat ikan (fish net) dan armada baru pukat udang diduga
telah meningkatkan tekanan penangkapan secara
tajam, terutama terhadap komoditas ikan
demersal dan udang
di Laut
Arafura.
· Kerusakan habitat
ikan yang disebabkan
penangkapan yang tidak ramah lingkungan.
1 Pandangan Ilmiah ini disampaikan pada Workshop on Parameters and Indicators of
Habitats to
be Expressed in Map of Trawl Fishing Gear Management in Arafura Sea. Kerja sama Ditjen. Perikanan Tangkap dengan Food Agriculture Organization (FAO). Royal Hotel Bogor 19 -22 Maret 2013.
2 Fisheries Resources Laboratory, Jakarta Fisheries Univesity.
· Keinginan daerah untuk mengembangkan perikanan tangkap pada berbagai skala usaha dan kewenangannya perizinan untuk kapal berukuran <
30 GT telah menyebabkan kapasitas penangkapan yang tidak terkendali
Tekanan penangkapan yang tak terkendali dan tidak ramah lingkungan (illegal) serta perubahan kondisi oseanografis Laut Arafura akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan, jumlah jenis, penyebaran,
ruaya dan
jumlah populasi sumberdaya
ikan.
Makalah
ini
membahas investigasi khusus nilai
kerugian
negara akibat
dari pencurian ikan (Illegal fishing) di
Laut
Arafuta.
Bahan dan Metode
Bahan yang digunakan dalam menyusun makalah ini
adalah berbagai data dan
informasi tahun 2001
–
2013,
tentang perikanan Laut Arafura berbasiskan hasil
survei melalui kapal riset, kapal ikan
komesial, pemantauan dari udara dengan pesawat terbang dan
Satelit Radarsat
Hasil
dan
Pembahasan
Historical eksploitasi perikanan di Laut Arafura.
Usaha penangkapan udang di Perairan Laut Arafura dan sekitarnya sudah sejak lama dilakukan,
dimulai oleh perusahaan
patungan antara Indonesia
dengan Jepang yang berpangkalan di Sorong dan Ambon tahun 1968. Lebih satu dekade terakhir, basis
penangkapan ikan berkembang ke daerah Merauke, Tual, Benjina, Kendari dan Bitung.
Sejak
tahun 1984 tingkat pengusahaan
udang di perairan
ini sudah menunjukkan kecenderungan yang tinggi dan memberikan kontribusi sekitar 30% dari total nilai ekspor udang Indonesia setiap tahunnya (Naamin, 1987).
Berbagai jenis udang penaeid hidup bersama dengan jenis-jenis ikan
demersal dalam satu
komunitas dalam habitat yang
relatif
sama.
Kebersamaan tersebut berkaitan dengan
hubungan yang rumit yang lazim terjadi dalam satu komunitas.
Pengetahuan tentang
bentuk hubungan atau assosiasi masih belum
dapat diungkapkan secara rinci namun dapat dikemukakan bahwa respon masing-masing jenis
terhadap
tekanan eksploitasi
tidaklah sama.
Problema penangkapan
udang secara
komersial dengan
kapal trawl
di
beberapa
negara Asia Tenggara adalah
banyaknya ikan demersal sebagai Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) yang dibuang percuma (Pauly dan Neal, 1985). Disebutkan pula adanya assosiasi yang
erat antara stok udang dengan ikan demersal. Naamin dan Sumiono (1983), menyebutkan
banyaknya
HTS di
Laut Arafura diperkirakan
mencapai 80% dari
hasil tangkapan keseluruhan
atau rata-rata 19 kali
lebih
besar
dari
hasil tangkapan udang.
Selanjutnya Widodo (1997) mengemukakan bahwa produksi HTS di Perairan Arafura diperkirakan antara
40.000-70.000 ton setiap tahunnya.
Sebagian dari
HTS
tersebut dapat digolongkan kedalam kelompok
ikan demersal konsumsi.
Perubahan aktivitas penangkapan udang yang diakibatkan
oleh berkembangnya perikanan trawl di Laut Arafura sejak tahun 1974 antara lain jumlah trip (hari meninggalkan
pelabuhan dan hari aktif menangkap) dan jumlah
tarikan jaring cenderung bertambah,
sedangkan hasil tangkapan
per tarikan cenderung berkurang (Tabel
1.)
Tabel 1. Dinamika aktivitas
penangkapan udang di Laut
Arafura 1974- 1996.
Aktivitas penangkapan per kapal
|
1974
|
1977
|
1980
|
1995
|
1996
|
1. Jumlah hari
meninggalkan pelabuhan
2. Jumlah hari
aktif menangkap
3. Jumlah tarikan
jaring
|
222
184
1.342
|
247
212
1.561
|
246
214
1.602
|
309
287
2.238
|
308
281
2.303
|
4. Jumlah hasil per
tarikan (kg)
|
95
|
68
|
67
|
40
|
38
|
Sejak tahun 2000, dengan dibukanya izin kembali penangkapan ikan bagi kapal asing
di laut Arafura, maka kasus illegal fishing meningkat tajam yang disebabkan banyaknya
kapal asing yang berminat mendapatkan izin penangkapan, namun jumlah izin penangkapannya
terbatas.
Jenis illegal fishing di Laut Arafura
dan
bukti ilmiahnya.
Berbagai cara
dilakukan kapal
penangkap ikan
asing untuk
melakukan kegiatan illegal fishing di Laut Arafura, diantaranya
dengan memalsukan
izin dan nomor di lambung
kapalnya, melakukan teknik penangkapan
terlarang
di
Indonesia,
meggunakan bendera Indonesia, melakukan penangkapan pada
malam hari, menggunakan beberapa awak kapal warga negara Indonesia, dan
lain sebagainya.
Dari berbagai
jenis illegal fishing yang dilakukan
kapal ikan asing di Laut
Arafura paling
banyak adalah
menggunakan cara memalsukan
izin dan menulis nomor kapal palsu di kapalnya (Gambar 1). Cara
ini paling banyak ditemui di Laut Arafura. Selain dapat mencuri ikan kapal ini dapat diuntungkan
pengisian Bahan Bakar Minyak (sudah tentu dengan harga
yang disubsidi
Pemerintah Indonesia) dan perbekalan lainnya di Pelabuhan Perikanan Indonesia.
Gambar
1. Bukti
ilmiah
(scientific evidence) dua kapal berbeda (nama yang sama) tetapi memiliki izin dan nomor
lambung kapal yang sama, sedang melakukan pengisian
BBM dan perbekalan
di pelabuhan
perikanan sekitar
Laut Arafura.
Selanjutnya, banyak kapal ikan
asing yang melakukan teknik penangkapan yang
dilarang di Perairan Indonesia, seperti melakukan
penangkapan pukat ikan atau
udang yang ditarik dua
kapal (Gambar 2).
Teknik penangkapan seperti ini dilarang dilakukan di Perairan
Indonesia, cara ini menunjukan
bahwa kapal
tersebut
bukan
milik
armada perikanan
Indonesia dan pasti tidak mendapatkan izin penangkapan ikan
di Indonesia. Teknik penangkapan
seperti
ini
dapat
meningkatkan hasil
tangkapan
udang dan
ikan, tetapi
berdampak merusak
dasar perairan secara significant.
Dalam melakukan aksi pencurian ikan di Laut Arafura, kapal-kapal ikan
asing umumnya
melakukan secara berpasangan dan
berkelompok (Gambar
3). Sehingga
pada waktu ada Kapal Patroli
Permerintah Indonesia, mereka akan
lari berpencar keluar dari wilayah laut teritorial Indonesia. Cara ini
sangat menyulitkan kapal patroli Indonesia untuk
menangkapnya.
Gambar 2. Bukti ilmiah (scientific evidence) dua kapal sedang
menarik satu
jaring udang
di Laut
Arafura.
Gambar 3. Bukti ilmiah (scientific evidence) kapal ikan asing selalu berpasangan waktu melakukan operasi penangkapan
ikan
di Laut Arafura.
Nilai
kerugian Indonesia akibat illegal fishing
di Laut Arafura.
Data hasil pemantauan
dengan mengunakan Satelit Radarsat, jumlah kapal ikan yang beroperasi di Laut Arafura
rata-rata mencapai 12.120
kapal setiap tahun, dengan jumlah total 14.451.840 Gross Tonage (GT). Contoh hasil analisis peta sebaran kapal di Laut
Arafura hasil pantauan Satelit Radarsat disajikan pada Gambar 4.
Satelit Radarsat juga dapat mengklasifikasikan ukuran kapal
berdasarkan
GT dari
kapal yang beroperasi di
Laut Arafura.
Gambar 4. Bukti ilmiah (scientific evidence) peta sebaran kapal-kapal di Laut Arafura
hasil pantauan Satelit Radarsat
Periode 27 September - 8 Desember 2003.
Analisis data Radarsat menunjukan banyak kapal berukuran GT besar yang tidak
sesuai izin operasi kapal ikan
di Laut Arafura dan
kemungkinan besar ini adalah illegal
fishing. Jumlah kapal illegal fishing melalui hasil pemantauan Radarsat di Laut Arafura mencapai 8.484 kapal/tahun. Kalkulasi
nilai
kerugian Indonesia akibat illegal fishing di Laut Arafura setiap tahun
adalah sebagai
berikut:
Jumah
kapal Illegal = 8.484 kapal
Jumlah Gross Tonage = 10.116.288 GT
Ekuivalen berat
ikan = 2.023.258,6 Ton = 2.023.258.600 Kg
Jika
harga ikan per kg =
US$ 2,00 maka,
Total Kerugian/tahun = 2.023.258.600 Kg X US$ 2,00 = US$
4.046.515.200,00
Kerugian akibat illegal fishing di
Laut Arafura setiap tahun
mencapai 4 milyar US$ atau
40 triliun rupiah (Kurs Rp 10.000,00/Dolar US), nilai ini jauh lebih besar dari informasi yang
diberitakan oleh Republika OnLine (Sabtu, 23 Nopember 2013) yang hanya menyebutkan
11, 8 triliun rupiah. Jika dihitung kerugian akibat illegal fishing di Laut Arafura sejak tahun
2001 sampai 2013 maka nilainya bisa mencapai jumlah yang fantastis yaitu 0,52 Kuadriliun rupiah (520 triliun
rupiah)
Strategi
Pengelolaan terbaik Laut Arafura
saat ini
Mengingat
besarnya kerugian
indonsia akibat illegal fishing di Laut Arafura, maka
strategi terbaik pengelolaan perikanan di perairan untuk masa yang akan datang adalah
sebagai berikut:
1. Menutup perizinan bagi semua kapal asing untk menangkap udang dan ikan di Laut
Arafura.
2. Melakukan pengamanan secara ketat bagi semua kapal penangkap udang dan ikan yang
beroperasai
di Laut Arafura.
3. Melakukan pendataan jumlah
armada
yang
beroperasi
dan menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan setiap tahun,
jika sudah mencapai batas jumlah tangkapan yang diperbolehkan maka Laut Arafura ditutup sementara dari kegiatan penangkapan udang
dan ikan.
Kesimpulan dan implikasi kebijakan
Dari hasil kajian ilmiah ini diperoleh
beberapa
kesimpulan dan implikasi kebijakan yang perlu dilakukan
sebagai berikut:
1. Berbagai bukti ilmiah menujukan
bahwa illegal fishing oleh kapal asing di Perairan Laut
Arafura merupakan fakta yang
tidak
bisa dipungkiri.
2. Nilai
kerugian Indonesia akibat
illegal
fishing di Laut
Arafura mencapai nilai yang fantastis sebersar 40 triliun rupiah per tahun
3. Implikasi Kebijakan pengelolaan di Laut Arafura yang segera harus dilakukan adalah
menutup pengeluaran izin penangkapan untuk kapal asing dan meningkatkan
pengamanan operasi penangkapan berdasarkan
izin
yang sudah dikeluarkan.
Daftar Pustaka
Arief,R.Z. 1997. Analisis finansial usaha penangkapan udang dengan alat tangkap pukat
udang pada KM Kurnia 15 di perairan selatan Irian Jaya milik PT Alfa Kurnia Fish
Enterprise, Sorong-Irian Jaya. Karya Ilmiah Praktek Akhir Program Diploma IV,
Sekolah
Tinggi Perikanan
Jakarta.
Naamin, N., 1984. Dinamika populasi
udang jerbung (Penaeus merguiensis
de Man) di perairan Arafura dan alternatif pengelolaannya. Disertasi Doktor.
Fakultas Pasca Sarjana IPB: 281 hal.
Naamin, N., 1987. Dinamika populasi udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di
perairan Arafura dan alternatif pengelolaannya. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No.
42. Balitkanlut, Jakarta: 15-24.
Pauly, D and R. Neal, 1985. Shrimp vs Fish in Southeast Asian: the biological, technological
and social problems In Arancibia, A.Y (Eds.): Recources Pesqueros de Mexico: La
pasca acompanante del camaran.
Progr. Univ. de Alimentos. Inst. Cienc. Del Mar.
Y.Limnol. Inst. Nacl. De
Peasca, UNAM, Mexico,D.F: 748
p.
Republika,
2013.
Kekayaan laut Arafura
‘dirampok’ Rp. 11,8 triliun
per Tahun.
Http
Sumiono,B. 1982. Survai udang dengan KM Binama VIII di perairan Arafura, September
1982. Laporan Survai
BPPL: 12 hal. (Tidak diterbitkan).
Sumiono, B
dan
B. Sadhotomo, 1985. Perbedaan hasil tangkapan pukat udang dan trawl di
perairan Teluk Bintuni, Irian Jaya.
Jurnal
Penelitian Perikanan
Laut No.
33. Balitkanlut,
Jakarta : 61-76.
Widodo, 1997. Laporan survai pengamatan sumberdaya perikanan
demersal menggunakan
KM Bawal Putih
II
di perairan Kawasan Timur Indonesia
(Nopember 1995-April
1 komentar:
Jadi sudah dapat dibayangkan berapa kerugian negara akibat illegal fishing di seluruh perairan Indonesia>>
Posting Komentar