Overfishing
(penangkap ikan berlebihan) merupakan salah satu penyebab kemiskinan
nelayan. Oleh sebab itu saatnya dilakukan pengaturan pembatasan
penangkapan ikan agar ada waktu bagi biota laut untuk pulih.
Hal itu diungkapkan Pigoselpi Anas dalam ujian terbuka doktor di
Institut Pertanian Bogor (IPB) Jumat (30/12) petang. Istri mantan
Menteri Kelautan dan Perikanan Prof Dr Rokhmin Dahuri MSc ini berhasil
menjawab pertanyaan yang diajukan para penguji: Dr Ir Dedy H Sutisna MS,
Dirjen Perikanan Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan dan Prof Dr
Mulyono Baskoro Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB pada ujian terbuka di Kampus
IPB Bogor.
Sedang bertindak sebagai Komisi Pembimbing adalah Dr Ir Luky Adrianto
sebagai ketua, Prof Dr Ir Ismudi Muchsin dan Dr Arif Satria SP MSi
sebagai anggota. Pada ujian itu perempuan kelahiran Payakumbuh, Sumatera
Barat 20 Februari 1960 ini, berhasil mempertahankan disertasi berjudul
‘Studi Keterkaitan Antara Sumberdaya Ikan dan Kemiskinan Nelayan sebagai
Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa
Barat’.
”Seperti hasil penelitian saya, di Kabupaten Cirebon Jawa Barat,
kemiskinan disebabkan faktor alamiah. Kondisi sumber daya ikan sudah
overfishing dan juga alat tangkap dari 13 alat tangkap yang digunakan
para nelayan Cirebon ada delapan alat tangkap yang sudah berlebih,”
tandas Epi, begitu ia akrab disapa.
Karena itu, ibu empat anak ini berpandangan agar Pemerintah Daerah
Cirebon mengeluarkan pengaturan penangkapkan ikan yang sudah
overfishing. Selain itu ada dua alternatif yang diusulkan Epi. Bisa
ditambah armadanya, bisa juga ditambah tripnya. ”Maksud saya waktu
penangkapan ikannya dapat diperlama,” ujarnya.
Dalam penelitiannya sejak Oktober 2010 hingga Maret 2011 terhadap
kehidupan nelayan di Kabupaten Cirebon Jawa Barat, Epi melihat bagaimana
kateristik para nelayan di wilayah tersebut. ”Dalam penelitian tersebut
saya juga menemukan kebanyakan nelayan di Cirebon bersedia untuk melaut
lebih dari satu hari. Artinya, kalau pemerintah serius mengatasi
kemiskinan ini, tentunya bisa memberikan bantuan kepada nelayan di
Cirebon berupa alat tangkap yang lebih canggih, yang bisa operasi lebih
dari 12 mil laut lepas,” paparnya.
Hanya saja, imbuh Epi, pemberian alat tangkap yang canggih ini tidak
hanya diberikan begitu saja tapi juga harus ada pembekalan sumber daya
manusianya dengan pelatihan, sehingga ilmu mereka bertambah. ”Jangan
sampai, pemerintah hanya memberikan alat tangkap canggih kemudian
membiarkan nelayan berjalan sendiri tanpa bimbingan ilmu dan teknologi,”
tandasnya mengingatkan.
Epi optimis, pemberian alat tangkap yang canggih ini bisa menjadi
salah satu langkah untuk mengatasi masalah kemiskinan di lingkungan
nelayan. Dia berpandangan faktor lainnya yang menyebabkan kemiskinan
cukup banyak. Hanya saja usulannya tersebut bisa menjadi salah satu
langkah dalam mengatasi masalah kemiskinan di lingkungan nelayan di
Kabupaten Cirebon.
Menjawab kenapa terjadi overfisihing, menurut dia, karena alat
tangkapnya sangat banyak. ”Kita tahu, laut itu merupakan open akses,
punya semua orang. Semua orang bisa menangkap ikan. Saya pikir harus ada
ketegasan dari Pemerintah Daerah untuk membatasi penangkapan ikan di
suatu daerah. Seperti yang kita lihat di negara-negara maju, musim
tangkap ikan diatur dengan begitu baiknya, sehingga tidak terjadi
overfishing. Kapan kita boleh menangkap ikan dan kapan kita tidak boleh
menangkap ikan? Pembatasan ini saya pikir harus tegas diatur Pemerintah
Daerah. Dengan begini memberi waktu kepada biota yang di laut untuk
pulih,” tandasnya.
Sedang mengenai alasan pemilihan tema, menurut Epi, kemiskinan
nelayan menjadi isu yang tidak pernah berhenti dari dulu hingga
sekarang. ”Saya tertarik, apa sih sesungguhnya yang menjadi faktor
penyebab timbulnya kemiskinan di lingkungan nelayan? Apalagi kita tahu,
negara maritim tapi nelayan kita miskin. Potensi sumber daya alam sangat
tinggi, tapi nelayan yang menggali potensi sumber daya alamnya tetap
miskin.”
Ketua DPR RI Marzuki Alie yang mengikuti jalannya ujian terbuka sejak
awal hingga akhir mengatakan, supaya memberikan manfaat, siapa saja
yang terkait dengan kemiskinan nelayan, diundang menghadiri ujian
terbuka doktor seperti ini. ”Saya sampaikan usulan supaya yang terkait
dengan masalah kemiskinan nelayan diundang untuk menghadiri ujian doktor
terbuka seperti kali ini. Kenapa? Bisa saja dari hasil penelitian ini
bisa menjadi kebijakan dari apakah pemerintah pusat atau pemerintah
daerah atau legislasi dalam menyelesaikan udang-undang. Karena banyak
sekali penelitian yang membutuhkan waktu lama dan biaya cukup besar,
selesai penelitian hanya masuk almari,” tegasnya.
Sementara itu, salah seorang dosen pembimbing Dr Arif Satria SP, MSi
menilai, penelitian yang dilakukan Pigoselpi Anas sangat menarik. ”Ini
menarik karena di penelitian ini menggabungkan antara bagaimana
sebenarnya kemiskinan dilihat dari kondisi sumber daya alamnya. dan itu
yang belum ada. Selama ini penelitian yang ada adalah masih penelitian
persepsi. Kalau tadi kelihatan ternyata memang ikan yang sudah
overfishing bisa berpengaruh terhadap kondisi nelayan,” jelasnya usai
ujian terbuka.
Ia setuju perlunya yang terkait dengan nelayan diundang menghadiri
ujian terbuka. ”Saya setuju. Apalagi ini ujian terbuka, promosi. Nah,
dalam ujian promosi ini mestinya steakholder dari kelautan datang
sehingga bisa menentukan kebijakan yang akan diambil. Kalau kita tahu
ternyata faktor alam bisa memengaruhi terhadap kemiskinan nelayan, salah
satu solusinya alamnya harus dijaga,” tandasnya.
Sayangnya, sambung Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB ini, selama
ini yang diurus hanya uang. ”Kasih kredit, kasih bantuan kapal dan lain
sebagainya. Padahal, ikannya sudah semakin terkuras. Sumber daya alam
tidak pernah kita jaga. Menurut saya ini hasil penelitian yang sangat
bagus,” papar Arif.
Menurut Arif, seharusnya ada pembatasan dari pemerintah daerah
sehingga tak terjadi overfishing. ”Pengaturannya selama ini masih
rendah. Tugas pemerintah adalah mengatur berapa jumlah kapal yang boleh
beroperasi, idealnya berapa? Kalau begitu tidak ada ijin baru? Tidak ada
kapal baru. Solusi kedua adalah mendorong nelayan untuk bisa melaut
hingga di atas 12 mil dengan kapal yang lebih canggih. Itu yang paling
bagus,” tandas Arif.(ris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar