Ditjen
PSDKP KKP hari ini tgl 4 Oktober 2017 bertempat di Pangkalan PSDKP Batam mendeportasi
239 nelayan Vietnam non tersangka yang
ditangkap karena illegal fishing. Nelayan Vietnam yg dideportasi tersebut
sebelumnya ditangkap oleh TNI AL, Polair Baharkam dan kapal pengawas perikanan.
Para nelayan tersebut sebelumnya ditampung di PSDKP, Polair, TNI AL dan
Imigrasi di Natuna/Ranai, Tarempa, & Pontianak. Dan didatangkan ke batam dengan kapal
pengawas perikanan milik Ditjen PSDKP KKP.
Penandatanganan
penyerahan nelayan Vietnam oleh Ka Pangkalan PSDKP Batam Bpk. Slamet & Counsellor of the Embassy of
Vietnam Mr. Tran Minh Cu. Pembacaan deklarasi oleh nelayan Vietnam untuk tidak
terlibat lagi dlm kegiatan IUU Fishing di WPPNRI & menghormati kedaulatan
Indonesia.
Proses
pelepasan nelayan Vietnam dilakukan secara simbolis. Para nelayan tsb dijemput
dengan Kapal Vietnam Coast Guard.
Sebagai informasi, ketentuan deportasi nelayan asing
yg berstatus non tersangka telah diatur dalam Pasal 83A ayat (1) UU Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang menyebutkan, selain yang ditetapkan
sebagai tersangka dalam tindak pidana perikanan atau tindak pidana lainnya,
awak kapal lainnya dapat dipulangkan termasuk yang berkewarganegaraan asing.
Dalam
hal proses hukum tindak pidana perikanan, yang ditetapkan tersangka adalah
Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin (KKM). Sedangkan yang lainnya hanya berstatus
sebagai saksi ataupun tidak memiliki status (non tersangka dan non saksi). Deportasi
juga dilakukan karena keterbatasan sarana prasarana penampungan, kapasitas
penampungan yang tidak mencukupi dan keterbatasan jumlah petugas. Sumber : https://twitter.com/kkpgoid
Menurut Bapak Fuad Himawan Direktur Penanganan Pelanggaran (https://kinerjakkp.bitrix24.com) Setelah repatriasi ABK Vietnam sebanyak 695 orang pada bulan Juni 2017,
kembali dilakukan repatriasi sebanyak 239 orang ABK Vietnam dari
Pangkalan PSDKP Batam ke kapal Coast Guard Vietnam 8001, pada tanggal 4
Oktober 2017.
ABK Vietnam yang dipulangkan adalah ABK non justitia maupun terdakwa yang telah menjalan masa kurungan badannya sebagai pengganti denda sebagaimana keputusan yang telah ditetapkan pengadilan. Telah disampaikan harapan agar pemerintah Vietnam dapat membuat aturan atau melarang nelayan Vietnam untuk mencari ikan di perairan Indonesia, dan dalam sambutannya Mr. Tran Minh Cu Konselor kedutaan besar negara Republik sosialis vietnam, menyampaikan bahwa pemerintah Vietnam telah mensosialisasikan kepada para nelayan di propinsi yang berbatasan dengan perairan Indonesia untuk tidak lagi berlayar ke perairan Indonesia untuk mencari ikan. Selain dalam rangka menjalin hubungan baik antar negara Indonesia dengan Vietnam, pemulangan ini juga dilakukan untuk mengurangi beban Negara Indonesia dalam hal ini UPT/Satwas PSDKP terkait dalam memberi makan dan menjaga keamanan para ABK tersebut, mengingat keterbatasan UPT/Satwas PSDKP akan sarana penampungannya serta sumberdaya manusianya.
PEMERINTAH DEPORTASI 239 NELAYAN VIETNAM
Batam (4/10). Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Direktorat Jenderal Imigrasi-Kementerian Hukum dan HAM, TNI Angkatan Laut, POLRI, Badan Keamanan Laut, serta instansi terkait lainnya melakukan deportasi terhadap 239 nelayan berkewarganegaraan Vietnam dari Pangkalan PSDKP Batam, Kepulauan Riau, pada tanggal 4 Oktober 2017. Demikian disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Nilanto Perbowo, di Jakarta (4/10).
Nelayan-nelayan tersebut merupakan nelayan yang ditangkap oleh Kapal Pengawas Perikanan-KKP, TNI AL, maupun POLRI dalam berbagai operasi yang diselenggarakan dalam rangka pemberantasan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Namun status hukum mereka bukanlah tersangka (non yustisia) serta nelayan yang hanya menjadi saksi, tambah Nilanto.
Sebelumnya mereka tinggal di beberapa tempat penampungan sementara, seperti di Pangkalan PSDKP Batam, Satuan Pengawasan SDKP Natuna/Ranai, Pangkalan TNI AL Ranai, Pangkalan TNI AL Tarempa, Polair Polda Kalimantan Barat, Polair Natuna/Ranai, Kantor Imigrasi Natuna/Ranai, serta Rumah Detensi Imigrasi Pontianak.
“Melalui koordinasi yang intensif antara KKP dengan Kedutaan Besar Vietnam di Jakarta, disepakati nelayan-nelayan yang bukan tersangka untuk segera dideportasi ke Vietnam”, lanjut Nilanto.
Selain itu, Nilanto juga menekankan agar proses pemulangan ini menjadi pelajaran bagi nelayan Vietnam untuk lebih menaati peraturan perundang-undangan negaranya maupun negara lain, dan yang terpenting agar mereka tidak kembali melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan Indonesia.
Dalam proses deportasi tersebut, Pemerintah Vietnam mengirimkan 1(satu) kapal Vietnam Coast Guard 8001 untuk membawa warganya kembali ke Vietnam.
Deportasi yang dilakukan kali ini merupakan proses deportasi masal yang kedua pada tahun 2017. Setelah sebelumnya pada tanggal 9 Juni 2017 dilakukan deportasi sebanyak 695 nelayan Vietnam dari Pangkalan PSDKP Batam.
Ketentuan deportasi nelayan asing yang berstatus non tersangka telah diatur dalam Pasal 83A ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang menyebutkan bahwa selain yang ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana perikanan atau tindak pidana lainnya, awak kapal lainnya dapat dipulangkan termasuk yang berkewarganegaraan asing.
Dalam hal proses hukum tindak pidana perikanan, yang ditetapkan tersangka adalah Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin (KKM). Sedangkan yang lainnya hanya berstatus sebagai saksi ataupun tidak memiliki status (non tersangka dan non saksi).
Deportasi juga dilakukan dengan pertimbangan adanya keterbatasan sarana dan prasarana tempat penampungan, kapasitas tempat penampungan yang tidak mencukupi, serta keterbatasan jumlah petugas. Selain itu, aspek sosial budaya, keamanan, keterbatasan petugas, dan aspek keterbatasan biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah RI untuk memenuhi kebutuhan makan dan menjaga kondisi kesehatan para ABK juga menjadi pertimbangan untuk proses deportasi nelayan asing di Indonesia, pungkas Nilanto
Jakarta, 4 Oktober 2017
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
ttd
Waluyo Sejati Abutohir
ABK Vietnam yang dipulangkan adalah ABK non justitia maupun terdakwa yang telah menjalan masa kurungan badannya sebagai pengganti denda sebagaimana keputusan yang telah ditetapkan pengadilan. Telah disampaikan harapan agar pemerintah Vietnam dapat membuat aturan atau melarang nelayan Vietnam untuk mencari ikan di perairan Indonesia, dan dalam sambutannya Mr. Tran Minh Cu Konselor kedutaan besar negara Republik sosialis vietnam, menyampaikan bahwa pemerintah Vietnam telah mensosialisasikan kepada para nelayan di propinsi yang berbatasan dengan perairan Indonesia untuk tidak lagi berlayar ke perairan Indonesia untuk mencari ikan. Selain dalam rangka menjalin hubungan baik antar negara Indonesia dengan Vietnam, pemulangan ini juga dilakukan untuk mengurangi beban Negara Indonesia dalam hal ini UPT/Satwas PSDKP terkait dalam memberi makan dan menjaga keamanan para ABK tersebut, mengingat keterbatasan UPT/Satwas PSDKP akan sarana penampungannya serta sumberdaya manusianya.
PEMERINTAH DEPORTASI 239 NELAYAN VIETNAM
Batam (4/10). Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Direktorat Jenderal Imigrasi-Kementerian Hukum dan HAM, TNI Angkatan Laut, POLRI, Badan Keamanan Laut, serta instansi terkait lainnya melakukan deportasi terhadap 239 nelayan berkewarganegaraan Vietnam dari Pangkalan PSDKP Batam, Kepulauan Riau, pada tanggal 4 Oktober 2017. Demikian disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Nilanto Perbowo, di Jakarta (4/10).
Nelayan-nelayan tersebut merupakan nelayan yang ditangkap oleh Kapal Pengawas Perikanan-KKP, TNI AL, maupun POLRI dalam berbagai operasi yang diselenggarakan dalam rangka pemberantasan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Namun status hukum mereka bukanlah tersangka (non yustisia) serta nelayan yang hanya menjadi saksi, tambah Nilanto.
Sebelumnya mereka tinggal di beberapa tempat penampungan sementara, seperti di Pangkalan PSDKP Batam, Satuan Pengawasan SDKP Natuna/Ranai, Pangkalan TNI AL Ranai, Pangkalan TNI AL Tarempa, Polair Polda Kalimantan Barat, Polair Natuna/Ranai, Kantor Imigrasi Natuna/Ranai, serta Rumah Detensi Imigrasi Pontianak.
“Melalui koordinasi yang intensif antara KKP dengan Kedutaan Besar Vietnam di Jakarta, disepakati nelayan-nelayan yang bukan tersangka untuk segera dideportasi ke Vietnam”, lanjut Nilanto.
Selain itu, Nilanto juga menekankan agar proses pemulangan ini menjadi pelajaran bagi nelayan Vietnam untuk lebih menaati peraturan perundang-undangan negaranya maupun negara lain, dan yang terpenting agar mereka tidak kembali melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan Indonesia.
Dalam proses deportasi tersebut, Pemerintah Vietnam mengirimkan 1(satu) kapal Vietnam Coast Guard 8001 untuk membawa warganya kembali ke Vietnam.
Deportasi yang dilakukan kali ini merupakan proses deportasi masal yang kedua pada tahun 2017. Setelah sebelumnya pada tanggal 9 Juni 2017 dilakukan deportasi sebanyak 695 nelayan Vietnam dari Pangkalan PSDKP Batam.
Ketentuan deportasi nelayan asing yang berstatus non tersangka telah diatur dalam Pasal 83A ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang menyebutkan bahwa selain yang ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana perikanan atau tindak pidana lainnya, awak kapal lainnya dapat dipulangkan termasuk yang berkewarganegaraan asing.
Dalam hal proses hukum tindak pidana perikanan, yang ditetapkan tersangka adalah Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin (KKM). Sedangkan yang lainnya hanya berstatus sebagai saksi ataupun tidak memiliki status (non tersangka dan non saksi).
Deportasi juga dilakukan dengan pertimbangan adanya keterbatasan sarana dan prasarana tempat penampungan, kapasitas tempat penampungan yang tidak mencukupi, serta keterbatasan jumlah petugas. Selain itu, aspek sosial budaya, keamanan, keterbatasan petugas, dan aspek keterbatasan biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah RI untuk memenuhi kebutuhan makan dan menjaga kondisi kesehatan para ABK juga menjadi pertimbangan untuk proses deportasi nelayan asing di Indonesia, pungkas Nilanto
Jakarta, 4 Oktober 2017
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
ttd
Waluyo Sejati Abutohir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar