02 November, 2015

Satgas Illegal Fishing Resmi Diundangkan

KKPNews, Jakarta. Presiden RI Joko Widodo secara resmi telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing).

Kabar diundangkannya Perpres itu diterima Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dari Sekretariat Kabinet pada Rabu (21/10). “Ini menunjukkan pemerintahan Jokowi-JK benar-benar serius menangani illegal fishing di Indonesia,” ujar Menteri Susi saat konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta.

Satgas Pemberantasan Illegal Fishing bertugas untuk menegakkan hukum di wilayah laut Indonesia dengan melibatkan KKP, TNI AL, Polri, Kejagung, Bakamla, SKK Migas, Pertamina, dan institusi lainnya.


“Satgas Pemberantasan Illegal Fishing punya kekuatan hukum untuk menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan tanpa melalui proses pengadilan terlebih dahulu,” jelasnya.
Satgas dipimpin oleh Menteri Susi sebagai Komandan Satgas, Wakil Kasal TNI AL sebagai Ketua Pelaksana Harian, Kepala Bakamla sebagai Wakil Kepala Pelaksana Harian 1, Kepala Baharkam Polri sebagai Wakil Kepala Pelaksana Harian 2, dan Jaksa Agung Tindak Pidana Umum, Kejaksaan Agung RI sebagai Wakil Kepala Pelaksana Harian 3.

“Satgas berwenang menentukan target operasi, melakukan koordinasi dalam pengumpulan data dan informasi, membentuk dan memerintahkan unsur-unsur Satgas untuk melakukan penegakan hukum, melaksanakan komando dan pengendalian,” ungkap Menteri Susi.
Dalam operasinya nanti, Satgas membentuk Tim Gabungan yang dipimpin Komandan Sektor (On Scene Commander) di laut dan melaksanakan operasi berdasarkan data inteligen. Tim Gabungan ini berada dibawah dan bertanggung jawab pada Komandan Satgas.

Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Satgas akan mendapatkan arahan dari/dan di evaluasi oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Koordinator Kemaritiman, Panglima TNI, Kapolri, dan Jaksa Agung.
“Satgas bertanggungjawab langsung pada Presiden dan melaporkan setiap perkembangan pelaksanaan tugas kepada Presiden RI,” tutup Menteri Susi. (RH/DS).

Salinan Perpres No. 115 dapat di download di : Perpres Nomor 115 Tahun 2015

http://kkp.go.id/index.php/berita/satgas-illegal-fishing-resmi-diundangkan/

Satgas Penangkapan Ikan Ilegal Gelar Rapat Perdana


Jakarta — Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal melakukan rapat koordinasi perdana di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jalan Merdeka Timur Jakarta Pusat, Senin (2/10).

Rapat dipimpin langsung Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menjabat sebagai Komandan Satuan Tugas “Illegal, Unreported and Unregulated Fishing” (Satgas IUU Fishing) tersebut.

Satgas IUU Fishing dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015, di mana selain Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai Komandan Satgas, maka Wakil Kasal TNI AL merupakan Kepala Pelaksana Harian Satgas itu.

Adapun Wakil Kepala Pelaksana Harian adalah Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri, dan Jaksa Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI.

Satgas untuk memberantas penangkapan ikan ilegal dinilai merupakan koordinasi lintas instansi yang dibutuhkan guna menangani pencurian ikan yang merugikan negara hingga sekitar Rp300 triliun per tahun.

Pusat Data dan Informasi Kiara mencatat sedikitnya ada empat kebijakan yang ditabrak oleh Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal.Pembentukan satgas tersebut juga menuai sejumlah kritik seperti dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) yang menyatakan Perpres Nomor 115/2015 menimbulkan masalah tumpang tindih kewenangan antarlembaga.

“Kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana diatur dalam Perpres Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal menabrak dan tumpang-tindih dengan kebijakan yang telah ada sebelumnya,” kata Sekjen Kiara Abdul Halim di Jakarta, Senin (26/10).

Menurut Abdul Halim, bila yang didorong adalah efektivitas dan efisiensi penegakan hukum di laut, maka semestinya yang dilakukan adalah harmonisasi kebijakan terlebih dahulu.

Dia memaparkan empat kebijakan yang ditabrak yakni Perpres Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan, UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, dan Perpres Nomor 178 Tahun 2015 tentang Badan Kemanan Laut.

“Jika tidak ada koreksi dari Presiden Jokowi, tumpang-tindih kebijakan di bidang penegakan hukum di laut akan berdampak kepada tiga hal, yakni pertama tabrakan kepentingan intra maupun ekstra institusi penegak hukum di laut dikarenakan tafsir atas kebijakan yang berbeda,” katanya.

Dua hal lainnya adalah terbuangnya anggaran secara percuma dikarenakan satu bidang kerja dilakukan oleh banyak lembaga negara, serta masyarakat nelayan akan menjadi korban bertumpuknya kebijakan dan implementasi yang tidak berpihak di lapangan. (Antara)

Sumber: Antara / CNN Indonesia


Tidak ada komentar: