KKPNews, Jakarta. Presiden RI Joko Widodo secara resmi telah
menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2015 tentang
Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing).
Kabar diundangkannya Perpres itu diterima Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti dari Sekretariat Kabinet pada Rabu (21/10).
“Ini menunjukkan pemerintahan Jokowi-JK benar-benar serius menangani illegal fishing di Indonesia,” ujar Menteri Susi saat konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta.
Satgas Pemberantasan Illegal Fishing bertugas untuk
menegakkan hukum di wilayah laut Indonesia dengan melibatkan KKP, TNI
AL, Polri, Kejagung, Bakamla, SKK Migas, Pertamina, dan institusi
lainnya.
“Satgas Pemberantasan Illegal Fishing punya kekuatan hukum untuk menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan tanpa melalui proses pengadilan terlebih dahulu,” jelasnya.
Satgas dipimpin oleh Menteri Susi sebagai Komandan Satgas, Wakil
Kasal TNI AL sebagai Ketua Pelaksana Harian, Kepala Bakamla sebagai
Wakil Kepala Pelaksana Harian 1, Kepala Baharkam Polri sebagai Wakil
Kepala Pelaksana Harian 2, dan Jaksa Agung Tindak Pidana Umum, Kejaksaan
Agung RI sebagai Wakil Kepala Pelaksana Harian 3.
“Satgas berwenang menentukan target operasi, melakukan koordinasi
dalam pengumpulan data dan informasi, membentuk dan memerintahkan
unsur-unsur Satgas untuk melakukan penegakan hukum, melaksanakan komando
dan pengendalian,” ungkap Menteri Susi.
Dalam operasinya nanti, Satgas membentuk Tim Gabungan yang dipimpin Komandan Sektor (On Scene Commander) di
laut dan melaksanakan operasi berdasarkan data inteligen. Tim Gabungan
ini berada dibawah dan bertanggung jawab pada Komandan Satgas.
Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Satgas akan mendapatkan arahan
dari/dan di evaluasi oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan
Keamanan, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Koordinator Kemaritiman,
Panglima TNI, Kapolri, dan Jaksa Agung.
“Satgas bertanggungjawab langsung pada Presiden dan melaporkan setiap
perkembangan pelaksanaan tugas kepada Presiden RI,” tutup Menteri Susi.
(RH/DS).
Salinan Perpres No. 115 dapat di download di : Perpres Nomor 115 Tahun 2015
http://kkp.go.id/index.php/berita/satgas-illegal-fishing-resmi-diundangkan/
Satgas Penangkapan Ikan Ilegal Gelar Rapat Perdana
Jakarta —
Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal melakukan rapat
koordinasi perdana di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di
Jalan Merdeka Timur Jakarta Pusat, Senin (2/10).
Rapat dipimpin langsung Menteri Kelautan
dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menjabat sebagai Komandan Satuan
Tugas “Illegal, Unreported and Unregulated Fishing” (Satgas IUU Fishing)
tersebut.
Satgas IUU Fishing dibentuk berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015, di mana selain Menteri Kelautan
dan Perikanan sebagai Komandan Satgas, maka Wakil Kasal TNI AL
merupakan Kepala Pelaksana Harian Satgas itu.
Adapun Wakil Kepala Pelaksana Harian
adalah Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kepala Badan Pemelihara
Keamanan (Baharkam) Polri, dan Jaksa Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung
RI.
Satgas untuk memberantas penangkapan
ikan ilegal dinilai merupakan koordinasi lintas instansi yang dibutuhkan
guna menangani pencurian ikan yang merugikan negara hingga sekitar
Rp300 triliun per tahun.
Pusat Data dan Informasi Kiara mencatat
sedikitnya ada empat kebijakan yang ditabrak oleh Peraturan Presiden
Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan
Secara Ilegal.Pembentukan satgas tersebut juga menuai sejumlah kritik
seperti dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) yang
menyatakan Perpres Nomor 115/2015 menimbulkan masalah tumpang tindih
kewenangan antarlembaga.
“Kewenangan Kementerian Kelautan dan
Perikanan sebagaimana diatur dalam Perpres Satgas Pemberantasan
Penangkapan Ikan Secara Ilegal menabrak dan tumpang-tindih dengan
kebijakan yang telah ada sebelumnya,” kata Sekjen Kiara Abdul Halim di
Jakarta, Senin (26/10).
Menurut Abdul Halim, bila yang didorong
adalah efektivitas dan efisiensi penegakan hukum di laut, maka
semestinya yang dilakukan adalah harmonisasi kebijakan terlebih dahulu.
Dia memaparkan empat kebijakan yang
ditabrak yakni Perpres Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan
dan Perikanan, UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, UU No 45 Tahun
2009 tentang Perikanan, dan Perpres Nomor 178 Tahun 2015 tentang Badan
Kemanan Laut.
“Jika tidak ada koreksi dari Presiden
Jokowi, tumpang-tindih kebijakan di bidang penegakan hukum di laut akan
berdampak kepada tiga hal, yakni pertama tabrakan kepentingan intra
maupun ekstra institusi penegak hukum di laut dikarenakan tafsir atas
kebijakan yang berbeda,” katanya.
Dua hal lainnya adalah terbuangnya
anggaran secara percuma dikarenakan satu bidang kerja dilakukan oleh
banyak lembaga negara, serta masyarakat nelayan akan menjadi korban
bertumpuknya kebijakan dan implementasi yang tidak berpihak di lapangan.
(Antara)
Sumber: Antara / CNN Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar