Ini adalah bahasan mengenai IUU Fishing, yang cukup menarik untuk dibahas. Karena, masalahnya tak kunjung ditelan solusi...
Kendala utama dalam penanganan kapal yang terlibat IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing, rupanya adalah anggaran untuk kasih makan para tawanan. Mengapa? Berdasarkan hukum perikanan atau laut, hanya kapten dan mualim atau kepala kamar mesin (KKM) saja yang diajukan ke pengadilan. Nah, ABK (anak buah kapal) nasibnya bagaimana? Betul, jawaban di kepala Anda.
Mereka bakal luntang-lantung tak karuan di pelabuhan. Lalu siapa yang kasih makan mereka? Hal-hal seperti ini jarang dibahas oleh media mainstream. Benarkah bahwa masalah ABK tersebut memang jarang dibahas oleh media massa nasional?
Entahlah, mungkin ada yang lolos dari radar pengamatan, bahwasanya derita ABK ini pernah dibahas di media massa. Tapi yang sudah-sudah, media massa cuma melaporkan keberhasilan menangkap kapal asing yang maling ikan. Tapi setelah itu bagaimana? Jarang dibahas. Bahkan mungkin belum pernah ada yang bercerita tentang nasib ABK yang luntang-lantung tersebut.
Kendala utama dalam penanganan kapal yang terlibat IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing, rupanya adalah anggaran untuk kasih makan para tawanan. Mengapa? Berdasarkan hukum perikanan atau laut, hanya kapten dan mualim atau kepala kamar mesin (KKM) saja yang diajukan ke pengadilan. Nah, ABK (anak buah kapal) nasibnya bagaimana? Betul, jawaban di kepala Anda.
Mereka bakal luntang-lantung tak karuan di pelabuhan. Lalu siapa yang kasih makan mereka? Hal-hal seperti ini jarang dibahas oleh media mainstream. Benarkah bahwa masalah ABK tersebut memang jarang dibahas oleh media massa nasional?
Entahlah, mungkin ada yang lolos dari radar pengamatan, bahwasanya derita ABK ini pernah dibahas di media massa. Tapi yang sudah-sudah, media massa cuma melaporkan keberhasilan menangkap kapal asing yang maling ikan. Tapi setelah itu bagaimana? Jarang dibahas. Bahkan mungkin belum pernah ada yang bercerita tentang nasib ABK yang luntang-lantung tersebut.
Berdasarkan hukum perikanan dan atau laut, hanya kapten dan mualim yang diajukan ke pengadilan. Sementara para ABK bagaimana? Dipulangkan ke negaranya? Lha wong negara asalnya sendiri ogah mengurusi mereka. Pihak negara asal ABK yang bersangkutan itu tak mau disuruh bertanggung jawab karena mereka menganggap para ABK itu stateless macam pirates atau bajak laut. Apa yang harus dilakukan Indonesia?
Berdasarkan catatan kantong pengawas perikanan, perhitungan biaya makan ABK adalah seperti ini : Bila saja ada 30 ABK per kapal, selama tiga bulan. Berapa Rupiah yang harus digelontorkan negara? Asumsinya adalah belanja penyediaan makan dengan nilai gizi pas-pasan bagi para ABK.
Sehingga untuk belanja kebutuhan makan satu hari, per kepala adalah Rp 15 ribu. Lalu untuk menghidupi ABK pada 1 kapal, membutuhkan biaya Rp 15 ribu x 30 orang x 90 hari. Totalnya Rp 40,5 juta.
Lalu bila 10 kapal yang ditangkap, hanya di kawasan timur, maka Rp 40,5 juta x 10 = Rp 405 juta
Bila ada 10 kapal yang di tangkap di kawasan barat ZEE, maka Rp 40,5 juta x 10 = 405 juta
Dan ada lagi 10 kapal ketangkap di kawasan selatan ZEE, sehingga Rp 40,5 juta x 10 = Rp 405 juta
Total anggaran negara untuk kasih makan para ABK selama 3 bulan adalah Rp 405 juta x 3 = Rp 1,2 miliar lebih.
Maka ketika Jack Sparrow dan wakilnya diadili dan dapat makan gratis di penjara, si ABK luntang-lantung tak karuan dan membikin masalah di pelabuhan.
Kemudian, barang bukti razia seperti ikan, jaring, dan kapalnya, apakah boleh 'disentuh' untuk memodali kehidupan para ABK? Namanya juga barang bukti pengadilan, ya tentu tak bisa dijual. Itu dibiarkan busuk dan karam di pelabuhan. Nah, bertambah lagi masalahnya. Makin kompleks masalahnya. Sehingga poin utama dari tulisan ini adalah, tak mudah memperjuangkan IUU Fishing.
Saat ini Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membuat solusi bagi hal tersebut dengan cara yang cukup radikal yakni menembak tenggelam kapal ilegal tersebut, seperti cerita pembasmi bajak laut abad 18-19. Tapi para ABK ilegal itu bagaimana? Masih menjadi permasalahan. Para ABK sendiri tak pernah tahu apa itu laut teritorial, apa itu ZEE. Pasalnya mereka hanya pekerja bak seorang buruh di pabrik.
Konon ABK Indonesia yang kapalnya tertangkap di zona Atlantic Ocean, menjadi pengemis di salah satu negara Amerika Latin. Cukup gila bila fakta ini benar, bahwa nelayan Indonesia sampai ke Atlantik. Karena Indonesia cuma jadi anggota di Indian Ocean/IOTC dan Pacific Ocean/WCPFC. Sementara kapten dan kapal mereka ditahan. Dan mungkin pemerintah tak punya dana buat mengambil mereka.
Sehingga ketika kita memperlakukan ABK asal Thailand, Vietnam, atau Cina, kita juga harus ingat nasib ABK kita yang tertangkap di Australia, Amerika Latin, atau negara lainnya.
Para pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan di Tanjung Pandan bahkan mengaku pusing 7 keliling ketika pelabuhannya dipakai buat 'nampung' puluhan ABK Thailand yang tertangkap. Katanya, "Ribet kasih makannya. Belum lagi harus bikin karantina karena beberapa dari mereka HIV positif."
Belum lagi, puluhan ton ikan yang membusuk di palka kapal makin bikin runyam realita kelautan dan perikanan Indonesia. Ya, inilah sepenggal kisah klasik dalam upaya memperjuangkan IUU Fishing. Semoga kondisi buruk ini segera berlalu dan dunia kelautan-perikanan Indonesia segera cerah cemerlang.
http://www.kompasiana.com/harrystbagindo/tak-ubahnya-kisah-jack-sparrow-illegal-fishing-tetap-complicated_55751686a623bdbf2849d81c
Tidak ada komentar:
Posting Komentar