CIANJUR, (PRLM).- Penambangan pasir besi di pesisir pantai selatan
Kabupaten Cianjur dinilai lebih mengakibatkan pada kerusakan lingkungan
daripada manfaat yang diberikan kepada masyarakat sekitar atau
pendapatan bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur.
Demikian diungkapkan Ketua Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH)
Jawa Barat, Thio Setiowekti kepada "PRLM", Minggu (5/8/12). "Setelah
sekitar satu minggu kami menyusuri pantai selatan dari Tasikmalaya
hingga Cianjur termasuk Sukabumi, penambangan pasir besi ini lebih
berdampak pada perusakan lingkungan," katanya.
Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, kata Thio, lebih disebabkan
perusahaan-perusahaan penambang yang melakukan eksplotasi besar-besaran
tanpa ada pemulihan lahan.
"Bahkan alat-alat berat sudah masuk di sempadan pantai dan dengan
bebsa mengambil pasir besi. Padahal, kondisi masyarakat sekitar jauh
dari kata makmur. Bahkan, akibat penambangan tersebut sawah-sawah
masyarakat mengalami kekeringan," tuturnya.
Dari survey yang ia lakukan bersama Baresan Olot Tatar Sunda (BOTS)
mencatat ada 15 perusahaan asing dan lokal yang sudah dikapling-kapling
di sepanjang 75 Km pesisir pantai Selatan Cianjur.
"Mereka semua selalu berlindung dengan aturan Ijin Penambangan Rakyat
(IPR). Padahal, IPR yang ada disana sekitar 50 IPR ini juga
mengumpulkan pasir besi kepada perusahaan-perusahaan tersebut disamping
mereka sendiri juga melakukan penambangan," katanya.
Kabupaten Cianjur, kata Thio, menjadi kabupaten terparah kedua dari
dampak penambangan pasir besi setelah Kab. Tasikmalaya. Thio juga
mempertanyakan ijin beberapa perusahaan yang melakukan penambangan.
"Pasir besi bukan lagi penambangan biasa, tapi masuk kategori
penambangan mineral yang seharusnya ijin berasal dari pemerintah pusat.
Sedangkan kami sudah melakukan cek ke Kementerian ESDM maupun
Kementerian Lingkuhan Hidup, tidak satupun perusahaan yang mendapat
rekomendasi atau ijin," ucapnya.
Ini berarti, kata Thio, semua ijin berasal dari Pemkab Cianjur. Ijin
yang dikeluarkan Pemkab Cianjur juga harus dipertanyakan. "Atas dasar
apa Pemkab Cianjur memberikan ijin, sedangkan belum ada satupun aturan
mengenai penetapan wilayah sempadan pantai CIanjur menjadi wilayah
pertambangan atau kawasan pertambangan," ucapnya.
Lebih lanjut Thio mengatakan sudah saatnya perusakan lingkungan yang
berdalih mensejahterakan rakyat melalui IPR-IPR yang ada ini dihentikan.
"Ini bukan untuk mensejahterakan rakyat tapi menguntungkan pihak
tertentu dan melakukan perusakan lingkungan atas dasar ijin penambangan
yang tidak jelas," ucapnya.
Hal Senada diungkapkan Sekretaris Jendral BOTS, Eka Santosa yang ikut
menyusuri jalur ilegal pasir besi. Eka mengungkapkan kekecewaannya pada
perusakan yang dilakukan dengan adanya penambagan pasir besi tapi
terkesan dilegalkan.
"Kami di CIanjur bahkan menemukan penambangan diatas lahan milik
Angkatan Udara (AU) yang berdalih sudah mempunyai ijin dan menyewa lahan
AU untuk ditambang. Selain itu, CV Asmona dan Alfa yang disebut oleh
penjaganya milik salah satu wakil ketua DPRD Cianjur," ucapnya.
Eka mengatakan ini sudah bukan lagi atas nama kepentingan rakyat dan
mensejahterakan masyarakat Jabar Selatan termasuk Cianjur, tapi
merupakan mafia penambangan atas dasar kesejahteraan rakyat.
"Jika mau dilihat lebih lanjut tidak ada satupun aturan dan
undang-undang yang menyatakan sempadan pantai untuk ditambang. Jika ini
terus dilakukan artinya menyalahi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
yang tidak pernah menyebutkan Pesisir selatan Jabar sebagai kawasan
petrambangan," ucapnya. (A-186/A-108)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar