10 Juli, 2011

Melihat Lebih Dekat Kinerja PSDKP

Memberantas Illegal Fishing dengan Keterbatasan Alat dan SDM

SALAH satu target Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang belum terealisasi hingga saat ini adalah bebas dari illegalfishing. Sementara untuk mewujudkan target sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada 2015 tentunya salah satu faktor pendukung adalah Indonesia bebas dari illegal fishing.

Untuk mewujudkan itu bukan perkara mudah. Mengingat, luas wilayah perairan lndo-nesia sebesar 5,8 juta km2 yang terdiri atas 3,1 juta km2 perairan nusantara dan 2.7 km2 perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI i atau 70 persen dari luas total Indonesia. Untuk menyatukan persepsi dan fokus arah kegiatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP harus memiliki program yang jelas.

Sasaran PSDKP hingga 2014 adalah terpantaunya kegiatan pemanfaatan SDKP dan Wilayah Pengerahan Perikanan (WPP) Indonesia secara terintegrasi dan terpenuhinya infrastruktur pengawasan secara akuntabel dan tepat waktu. PSDKP mulai meningkatkan koordinasi dengan lintas penegak hukum di laut melalui peningkatan koordinasi pelaksanaan operasi dengan Bakorkamla, TNI-AL, Polair. TNI-AU, dan kelembagaan pengawasan SDKP di daerah. Juga penerapan sistem pengawasan terpadu (Integrated Surveillance System/ISS) dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan SDKP (Pokmaswas), di tingkat nasional, regional, dan internasional.

Keterbatasan alat dan sumberdaya manusia (SDM) di direktorat yang dipimpin Syahrul Abdurrahman tersebut membuat pejabatnya harus lebih bijak untuk mengoptimalkan peralatan dan SDM-nya. Dari database sampai dengan 2010, Ditjen PSDKP baru memiliki 25 unit kapal pengawas dan 54 unit speed boat pengawasan yang ditugaskan pada daerah yang dinilai rawan pelanggaran serta dibagi dalam 2 (dua) wilayah kerja yaitu wilayah barat dan timur. Sementara untuk

SDM, PSDKP hanya memiliki 825 peronel.

"Sejujurnya untuk peralatan dan SDM kita masih sangat kurang. Akan tetapi, bagaimana cara untuk memaksimalkan yang ada untuk bekerja dan bekerja semaksimal mungkin." aku Dirjen PSDKP Syahrul yang memiliki latar bekalang militer angkatan laut tersebut.

Untuk dapat mengcover pengawasan di perairan Indonesia yang begitu luas, diperlukan armada kapal pengawasan dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu, secara bertahap Ditjen PSDKP terus mengupayakan peningkatan operasional kapal pengawas, baik secara kuantitas maupun kualitas. Menyadari keterbatasan jumlah kapal pengawas yang dimiliki, Ditjen PSDKP berupaya untuk meng-cover pengawasan wilayah perairan Indonesia dengan melakukan peningkatan koordinasi dengan instansi terkait, khususnya koordinasi dalam pemanfaatan sarana prasarana pengawasan yang dimiliki oleh instansi penegak hukum lainnya. Hal ini telah dirintis pada tahun 2010 dan akan ditingkatkan pada tahun selanjutnya dengan pengembangan dan implementasi ISS dan Vessel Monitoring System (VMS)

VMS adalah implementasi teknologi informasi tingkat tinggi untuk mendukung kegiatan pengawasan SDKP. Untuk lebih mengoptimalkan fungsi VMS, ke depan melalui implementasi ISS akan dilakukan overlay data VMS dengan data-data pengawasan yang diperoleh melalui sarana pemantauan lainnya sepertiradar pantai (coastal radar) dan MSA (marine surveillance aircraft) dan alat komunikasi (Alkom). Alkom tersebut ditempatkan pada pelabuhan perikanan. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi, UPT/Satker Pengawasan serta tempat-tempat pendaratan ikan. Hingga 2010 telah tersebar 61 unit Alkom diseluruh Indonesia.

Illegal Fishing di Indonesia

Kegiatan ifishing yang paling sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing (KIA) yang berasal dari beberapa negara tetangga (neighboring countries). Walaupun sulit untuk memetakan dan mengestimasi tingkat illegalfishing yang terjadi di WPP-RI, dari hasil pengawasan yang dilakukan selama ini, (2005-2010) dapat disimpulkan bahwa illegalfishing oleh KIA sebagian besar terjadi di 7FF (exlusive economic zone) dan juga cukup banyak terjadi di perairan kepulauan (archipelagic state). Pada umumnya, jenis alat tangkap yang digunakan oleh KIA atau kapal eks asing ilegal di perairan Indonesia adalah alat-alat tangkap produktif seperti purse seine dan trawl. Kegiatan illegal fishing juga dilakukan oleh kapal ikan Indonesia (Kil).

Sampai sat ini. kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia terbilang cukup tinggi. Wilayah Laut Arafura, Laut China Selatan, dan Samudera Pasifik daerah yang tingkat pelanggarannya tinggi dibanding dengan wilayah lainnya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut terutama dilakukan oleh KIA yang berasal dari berbagai negara, di antaranya Thailand. Vietnam, China, dan Filipina. Faktor yang menyebabkan terjadinya illegal fishing di perairan Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global, terutama kondisi perikanan di negara lain yang memiliki perbatasan laut dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Overfishing, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan, dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian lain adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah international karena dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik, (nel/adv PSDKP)

http://bataviase.co.id/node/639620

Tidak ada komentar: