05 Juni, 2010

Abrasi Pesisir Timur Selat Malaka Ancam Indonesia *

PEKANBARU--MI:* Tingginya tingkat abrasi di sepanjang pesisir timur
pulau terluar Sumatra yang menghadap langsung ke Selat Malaka mengancam
batas kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan
negara jiran Malaysia dan Singapura. Dari temuan Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (Walhi) Riau, tercatat tingkat abrasi bibir pantai mencapai 5
kilometer (km) daratan hilang.

"Abrasi yang terjadi sudah sangat parah. Hampir seluruh pulau terluar
tergerus ombak Selat Malaka yang kini semakin kuat dan tidak menentu," kata
Direktur Eksekutif Walhi Riau Hariansyah Usman kepada *Media Indonesia* di
Pekanbaru, Selasa (1/6).

Hariansyah yang akrab disapa Kaka menjelaskan, temuan Walhi mendapati
ancaman abrasi sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah, baik
pusat maupun daerah. Bahkan, di pulau-pulau terpencil yang jaraknya jauh
dari pusat pemerintahan, para penduduk berusaha bertahan menyelamatkan rumah
dan kebunnya dengan semakin mundur ke pedalaman.

"Dari keterangan penduduk, lebih dari lima kilometer daratan hilang akibat
abrasi. Jika dilihat, batas kebun dan rumah yang dulu ada, kini hanya tampak
terbenam di bawah air," ujar Kaka.

Sejumlah daerah yang mengalami abrasi parah itu, di antaranya Pulau Rangsang
di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Bengkalis. Lihat saja daerah Gayung Kiri
dan Tanjung Samak Pulau Rangsang. Derasnya ombak yang menghantam
mengakibatkan sekitar 10-20 meter setiap bulannya daratan bibir pantai habis
terkikis.

Di bagian lain, ratusan hektare yang dulunya permukiman penduduk dan kebun
sagu warga kini telah hilang berganti menjadi lautan. "Untuk mengantisipasi
bencana yang lebih parah, warga sekitar berusaha bertahan dengan menanam
tanaman penahan ombak api-api. Tanaman itu diharapkan dapat menahan laju
abrasi," imbuhnya.

Selain masalah abrasi, tambah Kaka, persoalan yang turut memberatkan
penduduk di pulau terluar Indonesia adalah diberikannya izin perkebunan bagi
perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). Di pulau Rangsang, masyarakat saat
ini terjepit. Di satu sisi, warga sedang diancam oleh abrasi yang
menghilangkan lima km daratan. Di sisi lain, permukiman yang semakin mundur
itu hanya tinggal berjarak sekitar 500 meter saja dari kebun HTI PT Sumatra
Riang Lestari (SRL).

"Karena itu, kami meminta pemerintah dapat berkepentingan menyelamatkan
pulau-pulau terluar di Indonesia. Hal itu penting sekali menyangkut batas
kedaulatan teritorial negara Indonesia dengan negeri jiran Malaysia dan
Singapura," kata Kaka.

Keberadaan perusahaan HTI di pulau-pulau terluar justru dapat mengancam
kelestarian hutan dan lingkungan. Seperti di Pulau Rangsang, hutan lindung
Tasik Air Putih yang menjadi sumber mata air bagi penghidupan penduduk dalam
kondisi terancam rusak oleh kebun HTI. "Jarak hutan lindung itu dengan kebun
HTI itu sangat dekat sekali. Apalagi ini merupakan pulau terluar yang rentan
dan tanpa pengawasan," ujar Kaka. (RK/OL-04)

Tidak ada komentar: