Oleh: Djoko TP (Pembina KPIP, Ketum KP2I, dan Ketum Inaker)
Indikator Kinerja:
1. Persentase kepatuhan pelaku usaha perikanan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Indikator ini mengukur seberapa besar tingkat kepatuhan pelaku usaha perikanan dalam mematuhi peraturan yang berlaku.
2. Persentase penanganan kasus pelanggaran di bidang perikanan. Indikator ini mengukur seberapa efektif Direktorat Jenderal dalam menangani kasus-kasus pelanggaran di sektor perikanan.
3. Persentase peningkatan kapasitas pengawas perikanan. Indikator ini mengukur seberapa baik upaya Direktorat Jenderal dalam meningkatkan kompetensi dan kemampuan para pengawas perikanan.
Capaian Kinerja:
1. Persentase kepatuhan pelaku usaha perikanan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perikanan mencapai 80%. Ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pelaku usaha perikanan cukup tinggi.
2. Persentase penanganan kasus pelanggaran di bidang perikanan mencapai 90%. Ini menunjukkan bahwa Direktorat Jenderal cukup efektif dalam menangani kasus-kasus pelanggaran.
3. Persentase peningkatan kapasitas pengawas perikanan mencapai 85%. Ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan kompetensi pengawas perikanan berjalan dengan baik.
Indikator Kerja:
1. Jumlah kegiatan pengawasan yang dilakukan. Indikator ini mengukur seberapa banyak kegiatan pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.
2. Jumlah kasus pelanggaran yang ditangani. Indikator ini mengukur seberapa banyak kasus pelanggaran yang telah ditangani oleh Direktorat Jenderal.
3. Jumlah pelatihan dan pengembangan kompetensi pengawas perikanan. Indikator ini mengukur seberapa banyak upaya peningkatan kapasitas pengawas perikanan yang telah dilakukan.
Capaian Kerja:
1. Jumlah kegiatan pengawasan yang dilakukan mencapai 1.500 kegiatan. Ini menunjukkan bahwa Direktorat Jenderal telah melaksanakan kegiatan pengawasan secara intensif.
2. Jumlah kasus pelanggaran yang ditangani mencapai 800 kasus. Ini menunjukkan bahwa Direktorat Jenderal cukup aktif dalam menangani kasus-kasus pelanggaran.
3. Jumlah pelatihan dan pengembangan kompetensi pengawas perikanan mencapai 50 kegiatan. Ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan kapasitas pengawas perikanan telah dilakukan secara berkelanjutan.
Dasar hukum
Dasar hukum utama yang menjadi landasan bagi Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dalam menetapkan indikator dan capaian kinerja/kerja adalah:
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Undang-undang ini memberikan mandat kepada Direktorat Jenderal untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. Peraturan ini mengatur kewajiban pelaku usaha perikanan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, yang menjadi salah satu indikator kinerja Direktorat Jenderal.
3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 75/PERMEN-KP/2016 tentang Pedoman Penyusunan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Peraturan ini menjadi acuan bagi Direktorat Jenderal dalam menyusun indikator kinerja dan capaiannya.
4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 76/PERMEN-KP/2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan. Peraturan ini mengatur penyusunan rencana strategis yang di dalamnya terdapat indikator kinerja dan capaiannya.
5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan. Peraturan ini mengatur tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.
Hambatan-hambatan yang dihadapi Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dalam mencapai indikator kinerja dan indikator kerja yang telah ditetapkan.
1. Luasnya wilayah perairan Indonesia yang harus diawasi. Dengan luas wilayah perairan yang sangat besar, Direktorat Jenderal menghadapi tantangan dalam melakukan pengawasan secara menyeluruh dan efektif.
2. Terbatasnya jumlah dan kapasitas sumber daya manusia pengawas perikanan. Jumlah pengawas yang ada saat ini belum mencukupi untuk mengawasi seluruh wilayah perairan Indonesia secara optimal.
3. Kurangnya koordinasi dan sinergi antar instansi terkait. Pengawasan perikanan membutuhkan koordinasi yang baik antara Direktorat Jenderal dengan instansi lain seperti TNI AL, Polri, dan Bea Cukai.
4. Masih adanya pemahaman yang kurang dari pelaku usaha perikanan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini menyebabkan tingkat kepatuhan yang belum optimal.
5. Keterbatasan anggaran dan sarana prasarana pengawasan. Anggaran dan sarana prasarana yang terbatas dapat menghambat pelaksanaan kegiatan pengawasan secara efektif.
6. Adanya praktik illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing yang sulit diberantas. Praktik IUU fishing yang masih marak menjadi tantangan tersendiri bagi Direktorat Jenderal.
Sanksi apabila indikator kinerja dan indikator kerja tidak terpenuhi oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Dalam konteks manajemen kinerja organisasi pemerintah, terdapat beberapa jenis sanksi yang dapat diberlakukan jika indikator kinerja dan indikator kerja tidak tercapai, antara lain:
1. Teguran dan peringatan:
● Pimpinan dapat memberikan teguran atau peringatan tertulis kepada pejabat atau pegawai yang bertanggung jawab atas pencapaian indikator kinerja.
● Teguran dan peringatan ini bertujuan untuk mengingatkan dan mendorong perbaikan kinerja.
2. Penilaian kinerja yang buruk:
● Kegagalan dalam mencapai indikator kinerja dan indikator kerja dapat berdampak pada penilaian kinerja individu yang bersangkutan.
● Penilaian kinerja yang buruk dapat mempengaruhi promosi, mutasi, atau pemberian insentif bagi pegawai.
3. Pengurangan anggaran:
● Jika indikator kinerja dan indikator kerja tidak tercapai, hal ini dapat berdampak pada pengurangan alokasi anggaran untuk unit kerja terkait pada tahun berikutnya.
● Pengurangan anggaran ini bertujuan untuk mendorong perbaikan kinerja dan pencapaian indikator yang ditetapkan.
4. Pemberhentian dari jabatan:
● Dalam kasus yang serius, kegagalan dalam mencapai indikator kinerja dan indikator kerja dapat menjadi dasar bagi pimpinan untuk memberhentikan pejabat dari jabatannya.
● Pemberhentian dari jabatan ini dapat dilakukan sebagai upaya perbaikan kinerja organisasi.
5. Sanksi administratif lainnya:
●Selain sanksi di atas, dapat pula diberlakukan sanksi administratif lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti penurunan pangkat, pemindahan tugas, atau bahkan pemberhentian dari pegawai negeri sipil.
Kesimpulan
1. Secara keseluruhan, indikator kinerja, capaian kinerja, indikator kerja, dan capaian kerja Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa organisasi ini telah bekerja dengan baik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, khususnya dalam hal pengawasan dan penegakan hukum di sektor perikanan.
2. Indikator kinerja, capaian kinerja, indikator kerja, dan capaian kerja Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diselaraskan dengan tugas dan fungsi organisasi.
3. Hambatan-hambatan tersebut, Direktorat Jenderal terus melakukan upaya-upaya seperti peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penguatan koordinasi antar instansi, sosialisasi peraturan kepada pelaku usaha, serta pengalokasian anggaran dan sarana prasarana yang memadai. Dengan demikian, diharapkan indikator kinerja dan indikator kerja dapat tercapai secara optimal.
4. Penerapan sanksi ini harus dilakukan secara adil, proporsional, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya adalah untuk mendorong perbaikan kinerja dan pencapaian indikator yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar