Jakarta -
Studi teranyar mengungkap potensi lonjakan angka kematian akibat
gelombang panas di Asia Tenggara jika tren pemanasan global berlanjut
seperti saat ini. Ilmuwan mewanti-wanti manusia mulai kehabisan waktu
buat bertindak
Ilmuwan mewanti-wanti kegagalan menghentikan laju
kenaikan temperatur akan mengakibatkan lonjakan kasus kematian akibat
gelombang panas. Perjanjian Iklim Paris menetapkan batasan kenaikan
temperatur global maksimal 2 derajat Celcius di atas level
pra-industrial, dengan kenaikan ideal maksimal 1,5 derajat Celcius.
Menurut
studi teranyar yang dipublikasikan di jurnal ilmiah, Climate Change,
kenaikan suhu Bumi hingga 3 atau 4 derajat Celcius akan meningkatkan
angka kematian antara 1 hingga 9%.
"Saat
ini kita sedang mengarah pada kenaikan suhu sebesar 3 derajat Celcius
dan jika tren ini berlanjut maka akan ada konsekuensi serius terhadap
kondisi kesehatan di berbagai kawasan di dunia," kata salah seorang
peneliti, Antonio Gasparrini.
Negara-negara Asia Tenggara seperti
Filipina dan Vietnam diprediksi akan mencatat angka kematian terbesar
akibat gelombang panas, termasuk juga sejumlah negara di Eropa Selatan
dan Amerika Selatan, tulis para peneliti dari London School of Hygiene
& Tropical Medicine yang menganalisa tren perubahan iklim di 23
negara.
Menurut perkiraan mereka, kenaikan suhu global dari 1,5°C
menjadi 2°C dipastikan bakal memicu kenaikan angka kematian sebesar
maksimal 1% di Eropa Selatan, Amerika Selatan dan Asia Tenggara.
Namun
begitu studi ini tidak mencantumkan langkah-langkah untuk beradaptasi
dengan kenaikan temperatur atau mempertimbangkan faktor ekonomi dan
demografi. Meski demikian faktor tersebut bisa berperan dalam mengurangi
angka kematian akibat gelombang panas, kata Ana Maria Vicedo-Cabrera
yang mengepalai tim peneliti.
"Bukti sejauh ini mengindikasikan
bahwa kita sedang beradaptasi dengan suhu panas. Jadi kami memprediksi
di masa depan, mungkin, angka kematian akibat temperatur hangat bisa
berkurang dibandingkan hari ini. Tapi ini pun tidak jelas," imbuh
Vicedo-Cabrera kepada Reuters Thompson Foundation.
Sekretaris
Jendral PBB, Antonio Guterres, pekan ini mewanti-wanti dunia telah
kehabisan waktu untuk menghentikan "perubahan iklim ekstrem," kecuali
jika semua negara mengambil langkah dramatis hingga 2020 untuk
mengurangi emisi karbondioksida.
Guterres mengatakan ilmuwan sudah
memperingatkan dunia mengenai bahaya pemanasan global sejak beberapa
dekade silam, tapi "terlalu banyak pemimpin yang menolak untuk
mendengar, dan terlalu sedikit yang bertindak dengan visi yang sesuai
dengan temuan ilmiah," ujarnya.
rzn/ap (Reuters)
https://news.detik.com/dw/d-4210482/kenaikan-suhu-global-bisa-gandakan-angka-kematian-di-asia-tenggara
Cari Kos Kosan di Kota Kendari ini
tempat
Menerima pesanan
Kanopi, Pagar Besi, Jendela
dengan Harga
Murah dengan Sistim Panggilan.
Miliki Kavling tanah
di Pusat Pemerintahan Kabupaten Bima di GRIYA GODO PERMAI BIMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar