LABUAN BAJO, KOMPAS.com
- Terumbu karang sebagai tempat perlindungan ikan serta berbagai jenis
biota laut di luar kawasan Taman Nasional Komodo Labuan Bajo, Kabupaten
Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur sudah rusak dan berkurang.
Selain itu, terumbu karang di TN Komodo juga memerlukan perhatian dan pengawasan yang ketat terhadap kapal-kapal yang berlabuh di kawasan itu saat menyelam.
Salah satu penyebab terumbu karang rusak dan berkurang karena buang jangkar dari kapal-kapal ikan milik nelayan dan kapal-kapal wisata yang berlabuh di kawasan Spot Batu Bolong, Spot Parimanta, juga spot Makassar dan sekitar kawasan Pulau Pink Beach.
Selain itu, terumbu karang di TN Komodo juga memerlukan perhatian dan pengawasan yang ketat terhadap kapal-kapal yang berlabuh di kawasan itu saat menyelam.
Salah satu penyebab terumbu karang rusak dan berkurang karena buang jangkar dari kapal-kapal ikan milik nelayan dan kapal-kapal wisata yang berlabuh di kawasan Spot Batu Bolong, Spot Parimanta, juga spot Makassar dan sekitar kawasan Pulau Pink Beach.
Kepala
Bagian Tata Usaha Balai TN Komodo, Dwi Putro Sugiarto kepada
KompasTravel, Senin (28/8/2017) menjelaskan, luas TN Komodo yang
ditetapkan tahun 2012 adalah 173.200 hektar. Di dalam kawasan itu dibagi
menjadi zona inti, zona khusus, zona rimba dan zona bahari.
Sugiarto menjelaskan, komodo, ikan parimanta dan hiu menjadi daya tarik wisatawan asing dan Nusantara untuk berkunjung ke Manggarai Barat.
Namun, selama ini wisatawan asing dan Nusantara lebih banyak mengambil paket untuk menyelam dan tinggal di kapal wisata.
Sugiarto menjelaskan, komodo, ikan parimanta dan hiu menjadi daya tarik wisatawan asing dan Nusantara untuk berkunjung ke Manggarai Barat.
Namun, selama ini wisatawan asing dan Nusantara lebih banyak mengambil paket untuk menyelam dan tinggal di kapal wisata.
Mereka
berkunjung ke Loh Buaya, di Pulau Rinca dan Loh Liang di Pulau Komodo
hanya memerlukan waktu satu atau dua jam, selebihnya menghabiskan waktu
berwisata di atas kapal.
Tujuan utama dari wisatawan asing dan Nusantara berwisata ke Manggarai Barat adalah menyelam di bawah laut TN Komodo. Keunikan ikan dan terumbu karang di Manggarai Barat adalah tiga terbaik di dunia.
"Kami terus melakukan pengawasan dan perlindungan di kawasan Taman Nasional Komodo agar kekayaan biodiversity tetap terjaga dengan baik. UNESCO sudah menetapkan keindahan bawah laut di Taman Nasional Komodo menjadi warisan dunia," kata Sugiarto.
Tujuan utama dari wisatawan asing dan Nusantara berwisata ke Manggarai Barat adalah menyelam di bawah laut TN Komodo. Keunikan ikan dan terumbu karang di Manggarai Barat adalah tiga terbaik di dunia.
"Kami terus melakukan pengawasan dan perlindungan di kawasan Taman Nasional Komodo agar kekayaan biodiversity tetap terjaga dengan baik. UNESCO sudah menetapkan keindahan bawah laut di Taman Nasional Komodo menjadi warisan dunia," kata Sugiarto.
Ia
menjelaskan, TN Komodo memberikan kontribusi tertinggi di Indonesia.
Pendapatan tiket masuk di kawasan TN Komodo pada 2016 senilai Rp 22
miliar.
"Pengunjung sampai Juni 2017 ini sudah 51.954 orang, baik wisatawan mancanegara maupaun Nusantara. Sedangkan data pengunjung tahun 2016 sebanyak 107.000 wisatawan asing dan Nusantara,” ujarnya.
"Pengunjung sampai Juni 2017 ini sudah 51.954 orang, baik wisatawan mancanegara maupaun Nusantara. Sedangkan data pengunjung tahun 2016 sebanyak 107.000 wisatawan asing dan Nusantara,” ujarnya.
Sugiarto menjelaskan, populasi komodo tetap stabil di mana data yang dimiliki pihak Balai TN Komodo sebanyak 3.012 ekor.
"Untuk mengatasi masalah sampah di pulau-pulau dalam kawasan Taman Nasional Komodo ada bantuan kapal sampah dari Kementerian Perhubungan tahun 2018,” katanya.
Ancaman terbesar di kawasan TN Komodo, lanjut Sugiarto, adalah sampah. Tiga sumber sampah di kawasan TN Komodo, bawaan dari laut, dibuang oleh pengunjung, dan sampah warga lokal. Ancaman lain adalah illegal fishing yang dilakukan secara tradisional dan industri.
Staf WWF Manggarai Barat, Susi Yanti Kamil kepada KompasTravel di Restaurant Kopi Mane Inspiration Labuan Bajo, Senin (28/8/2017) menjelaskan, hasil survei di Manggarai Barat, khususnya di tempat pendaratan ikan (TPI) Labuan Bajo dijumpai ikan parimanta dijual dalam waktu dua bulan belakangan, juga anakan atau bayi ikan hiu dijual oleh nelayan di Manggarai Barat.
Hasil survei sampai Juli ada 700 bayi hiu dijual di tempat pendaratan ikan Labuan Bajo. Belum diketahui bahwa apakah ikan parimanta dan ikan hiu itu ditangkap di kawasan TN Komodo ataukah di luar kawasan.
Namun temuan lapangan oleh staf WWF adalah dijumpai nelayan menjual ikan parimanta dan ikan hiu. Padahal parimantan termasuk yang dilindungi.
"Daya tarik utama wisatawan asing dan Nusantara berkunjung ke Manggarai Barat adalah melihat ikan parimanta dan ikan hiu serta kekayaan alam bawah laut di kawasan Taman Nasional Komodo. Berwisata ke Pulau Komodo dan Rinca hanya memerlukan waktu satu atau dua jam selebihnya living boat untuk menyelam," kata Susi.
Ancaman terbesar di TN Komodo dan sekitarnya, lanjut Susi Yanti, adalah kapal-kapal wisata membuang jangkar di laut. Juga nelayan-nelayan membuang jangkar di laut dan mengenai terumbu karang.
Jika jangkar kapal mengenai terumbu karang maka terumbu karang itu terangkat dan rusak. Belum disiapkan marine buoy di kawasan wisata seperti di Pulau Pink Beach, kawasan spot-spot menyelam.
Ancaman lain, menurut Susi Yanti adalah sampah. Sehari sampah di kawasan TN Komodo dan sekitarnya maupun di pesisir Labuan Bajo sebanyak 13 ton per hari, di mana 80 persen adalah sampah plastik.
Selain itu turis semakin banyak berkunjung ke TN Komodo maka kerusakan lingkungan di perairan akan mengganggu ekosistem komodo.
"Pemerintah harus mengatur jumlah wisatawan berkunjung ke kawasan Taman Nasional Komodo. Saat ini tujuan utama dari wisatawan berkunjung ke Manggarai Barat adalah kawasan Taman Nasional Komodo," katanya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Cabang Manggarai Barat, Silvester Wangge kepada KompasTravel, Selasa (29/8/2017) menjelaskan, ramainya wisatawan berkunjung ke Manggarai Barat pasca Sail Komodo. Bahkan, pertumbuhan hotel berbintang dan restoran di Labuan Bajo terus meningkat. Saat ini ada 70 hotel berstandar internasional di Labuan Bajo.
"Yang harus diatur di Manggarai Barat adalah wisatawan asing dan Nusantara yang living boat dari tiba sampai pulang. Bahkan, bisa selama satu minggu berada di kapal wisata. Juga kapal pesiar dan yacht yang hanya berlabuh. Satu kapal pesiar menurunkan wisatawan sebanyak 20.000 orang," kata Silvester Wangge.
Ia menjelaskan, banyak investor spekulan di Labuan Bajo. Uang dari Eropa akan kembali ke Eropa karena banyak investor asing di Labuan Bajo. Diduga ada 60 ekspatriat di Manggarai Barat yang berbisnis diving dan restoran. Yang banyak adalah investor dari Italia.
Aktivis Lingkungan Manggarai Barat, Pastor Marsel Agot kepada KompasTravel menjelaskan, masalah air minum bersih bagi masyarakat di pulau-pulau dalam kawasan TN Komodo membutuhkan perhatian serius dan tindakan nyata dari pemerintah dan TN Komodo.
Warga kampung Papagarang, Rinca, Komodo dan beberapa kampung di dalamnya sangat kesulitan air minum bersih dan listrik. Warga itu membeli air minum di Kota Labuan Bajo. Sementara Labuan Bajo sendiri mengalami kesulitan air minum bersih.
"Saya berharap pemerintah dan Balai Taman Nasional Komodo memperhatikan masalah kesulitan air minum bersih. Ratusan wisatawan berkunjung ke kawasan Taman Nasional Komodo namun kesusahan warga di sekitarnya tidak pernah diperhatikan," katanya.
Ahli Terumbu Karang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,(LIPI) Rikoh M Siringoringo kepada KompasTravel, Rabu (30/8/2017), menjelaskan selama tiga hari menyelam di spot-spot diving di kawasan TN Komodo bersama tim Kompas bahwa secara keseluruhan terumbu karang di spot-spot didalam kawasan tersebut masih terjaga dengan baik. Namun, di luar kawasan TN Komodo sudah rusak dan berkurang.
Siringoringo menjelaskan, wisatawan memiliki tujuan utama menyelam sehingga banya kapal-kapal wisata di kawasan spot diving di kawasan TN Komodo.
Untuk itu diperlukan pengaturan kapal-kapal wisata yang membawa turis untuk menyelam. Pemerintah dan pihak Balai Taman Nasional Komodo mengatur berapa kapal wisata yang masuk di kawasan Taman Nasional Komodo dengan membawa turis untuk menyelam.
Jika tidak diatur demikian maka ikan parimanta dan hiu perlahan-lahan akan berkurang karena terganggu ekosistemnya.
"Keunikan dan keindahan bawah laut di kawasan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya sangat indah. Panorama bawah laut Labuan Bajo juga memiliki keunikan tersendiri untuk menarik wisatawan datang," kata Siringoringo.
"Untuk mengatasi masalah sampah di pulau-pulau dalam kawasan Taman Nasional Komodo ada bantuan kapal sampah dari Kementerian Perhubungan tahun 2018,” katanya.
Ancaman terbesar di kawasan TN Komodo, lanjut Sugiarto, adalah sampah. Tiga sumber sampah di kawasan TN Komodo, bawaan dari laut, dibuang oleh pengunjung, dan sampah warga lokal. Ancaman lain adalah illegal fishing yang dilakukan secara tradisional dan industri.
Staf WWF Manggarai Barat, Susi Yanti Kamil kepada KompasTravel di Restaurant Kopi Mane Inspiration Labuan Bajo, Senin (28/8/2017) menjelaskan, hasil survei di Manggarai Barat, khususnya di tempat pendaratan ikan (TPI) Labuan Bajo dijumpai ikan parimanta dijual dalam waktu dua bulan belakangan, juga anakan atau bayi ikan hiu dijual oleh nelayan di Manggarai Barat.
Hasil survei sampai Juli ada 700 bayi hiu dijual di tempat pendaratan ikan Labuan Bajo. Belum diketahui bahwa apakah ikan parimanta dan ikan hiu itu ditangkap di kawasan TN Komodo ataukah di luar kawasan.
Namun temuan lapangan oleh staf WWF adalah dijumpai nelayan menjual ikan parimanta dan ikan hiu. Padahal parimantan termasuk yang dilindungi.
"Daya tarik utama wisatawan asing dan Nusantara berkunjung ke Manggarai Barat adalah melihat ikan parimanta dan ikan hiu serta kekayaan alam bawah laut di kawasan Taman Nasional Komodo. Berwisata ke Pulau Komodo dan Rinca hanya memerlukan waktu satu atau dua jam selebihnya living boat untuk menyelam," kata Susi.
Ancaman terbesar di TN Komodo dan sekitarnya, lanjut Susi Yanti, adalah kapal-kapal wisata membuang jangkar di laut. Juga nelayan-nelayan membuang jangkar di laut dan mengenai terumbu karang.
Jika jangkar kapal mengenai terumbu karang maka terumbu karang itu terangkat dan rusak. Belum disiapkan marine buoy di kawasan wisata seperti di Pulau Pink Beach, kawasan spot-spot menyelam.
Ancaman lain, menurut Susi Yanti adalah sampah. Sehari sampah di kawasan TN Komodo dan sekitarnya maupun di pesisir Labuan Bajo sebanyak 13 ton per hari, di mana 80 persen adalah sampah plastik.
Selain itu turis semakin banyak berkunjung ke TN Komodo maka kerusakan lingkungan di perairan akan mengganggu ekosistem komodo.
"Pemerintah harus mengatur jumlah wisatawan berkunjung ke kawasan Taman Nasional Komodo. Saat ini tujuan utama dari wisatawan berkunjung ke Manggarai Barat adalah kawasan Taman Nasional Komodo," katanya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Cabang Manggarai Barat, Silvester Wangge kepada KompasTravel, Selasa (29/8/2017) menjelaskan, ramainya wisatawan berkunjung ke Manggarai Barat pasca Sail Komodo. Bahkan, pertumbuhan hotel berbintang dan restoran di Labuan Bajo terus meningkat. Saat ini ada 70 hotel berstandar internasional di Labuan Bajo.
"Yang harus diatur di Manggarai Barat adalah wisatawan asing dan Nusantara yang living boat dari tiba sampai pulang. Bahkan, bisa selama satu minggu berada di kapal wisata. Juga kapal pesiar dan yacht yang hanya berlabuh. Satu kapal pesiar menurunkan wisatawan sebanyak 20.000 orang," kata Silvester Wangge.
Ia menjelaskan, banyak investor spekulan di Labuan Bajo. Uang dari Eropa akan kembali ke Eropa karena banyak investor asing di Labuan Bajo. Diduga ada 60 ekspatriat di Manggarai Barat yang berbisnis diving dan restoran. Yang banyak adalah investor dari Italia.
Aktivis Lingkungan Manggarai Barat, Pastor Marsel Agot kepada KompasTravel menjelaskan, masalah air minum bersih bagi masyarakat di pulau-pulau dalam kawasan TN Komodo membutuhkan perhatian serius dan tindakan nyata dari pemerintah dan TN Komodo.
Warga kampung Papagarang, Rinca, Komodo dan beberapa kampung di dalamnya sangat kesulitan air minum bersih dan listrik. Warga itu membeli air minum di Kota Labuan Bajo. Sementara Labuan Bajo sendiri mengalami kesulitan air minum bersih.
"Saya berharap pemerintah dan Balai Taman Nasional Komodo memperhatikan masalah kesulitan air minum bersih. Ratusan wisatawan berkunjung ke kawasan Taman Nasional Komodo namun kesusahan warga di sekitarnya tidak pernah diperhatikan," katanya.
Ahli Terumbu Karang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,(LIPI) Rikoh M Siringoringo kepada KompasTravel, Rabu (30/8/2017), menjelaskan selama tiga hari menyelam di spot-spot diving di kawasan TN Komodo bersama tim Kompas bahwa secara keseluruhan terumbu karang di spot-spot didalam kawasan tersebut masih terjaga dengan baik. Namun, di luar kawasan TN Komodo sudah rusak dan berkurang.
Siringoringo menjelaskan, wisatawan memiliki tujuan utama menyelam sehingga banya kapal-kapal wisata di kawasan spot diving di kawasan TN Komodo.
Untuk itu diperlukan pengaturan kapal-kapal wisata yang membawa turis untuk menyelam. Pemerintah dan pihak Balai Taman Nasional Komodo mengatur berapa kapal wisata yang masuk di kawasan Taman Nasional Komodo dengan membawa turis untuk menyelam.
Jika tidak diatur demikian maka ikan parimanta dan hiu perlahan-lahan akan berkurang karena terganggu ekosistemnya.
"Keunikan dan keindahan bawah laut di kawasan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya sangat indah. Panorama bawah laut Labuan Bajo juga memiliki keunikan tersendiri untuk menarik wisatawan datang," kata Siringoringo.
Editor: I Made Asdhiana
http://amp.kompas.com/travel/read/2017/09/09/214600327/gara-gara-jangkar-kapal-terumbu-karang-di-manggarai-barat-rusak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar