NEW
YORK (7/6) – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menghadiri
RARE Side Event’s The Forgotten Fisheries dalam kunjungan kerjanya ke
New York baru-baru ini. Acara yang digelar pada Senin (5/6) tersebut
turut dihadiri Presiden Republik Palau, Tommy E. Remengesau; Menteri
Kelautan, Perairan Pedalaman, dan Perikanan Mozambik, Agostinho
Mondlane; Menteri Pertanian, Pembangunan Desa dan Maritim &
Manajemen Bencana Nasional Republik Fiji, Inia Seruiratu; Direktur FAO
Divisi Kebijakan dan Sumberdaya Perikanan dan Pertanian, Manuel Barange;
Senior Asosiasi Tim Lingkungan Bloomberg Philanthropies, Mellisa
Wright; dan berbagai perwakilan negara dan LSM lainnya.
Menteri Susi yang turut menjadi salah
satu panelis dalam kegiatan tersebut menyampaikan pentingnya pengelolaan
sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan bagi setiap
negara. Ia menceritakan, pengelolaan perikanan Indonesia di masa lalu
yang kurang memperhatikan aspek keberlanjutan dan maraknya praktik
illegal fishing telah membuat Indonesia kehilangan banyak stok ikan.
Berdasarkan data statistik tahun 2003-2013, stok ikan di lautan
Indonesia berkurang hingga 30 persen.
“Dulu saat saya masih jadi pengusaha
perikanan, saya harus membeli 30 sampai 40 ton ikan dari pasar ikan
setiap harinya untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat. Sampai
suatu ketika, saya hanya bisa mendapatkan 100 kg ikan saja, dari jumlah
30 ton yang harus saya penuhi. Saya tidak tahu mengapa itu bisa terjadi,
hingga saya menjadi Menteri dan menemukan alasannya. Ternyata
penyebabnya adalah praktik illegal fishing dan penangkapan yang tak
memperhatikan keberlanjutan,” kenang Menteri Susi.
Dalam upaya memperbaiki keadaan
tersebut, Menteri Susi mengeluarkan kebijakan pemberantasan illegal
fishing, moratorium kapal perikanan asing, pelarangan transshipment, dan
pelarangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan.
“Kebijakan-kebijakan ini memang tidak mudah, terutama bagi negara-negara
kecil dan berkembang. Karena dalam upaya menjaga keberlanjutan
sumberdaya ini, kita juga harus berhadapan dengan kepentingan bisnis
multinasional dan transnasional yang besar dan terorganisir,” ungkap
Menteri Susi.
Selain itu, Indonesia juga mulai menata
pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dengan pembatasan kuota
penangkapan ikan. “Kami membatasi ukuran kapal yang bisa melakukan
penangkapan, maksimal berkapasitas 150 GT, dan kapal pengangkut maksimal
200 GT. Dengan ini, pada dasarnya kami ingin menghidupkan kembali
konstitusi,” papar Menteri Susi.
Menteri Susi bercerita, akhirnya segala
upaya yang dilakukan tersebut membuahkan hasil. Dalam dua tahun
belakangan, stok ikan Indonesia mengalami peningkatan. Berdasarkan Data
Komisi Pengkajian Ikan Nasional, 2014 stok ikan Indonesia hanya 6,5 juta
ton, dan tahun 2016 sudah mencapai 12 juta ton. Angka konsumsi ikan
masyarakat juga meningkat dari 36 kg per kapita pada tahun 2014 menjadi
43 kg per kapita di tahun 2016.
“Pembatasan kuota guna menjaga
keberlanjutan sumber daya ikan dan usaha memerangi IUUF ini, saya pikir
juga menjadi perhatian anggota PBB lainnya. Indonesia juga sudah
membuktikan dengan stok tuna yang fantastis, di mana 60 persen yellow
fin tuna dunia berasal dari Indonesia,” pungkas Menteri Susi.
Pada kesempatan yang sama, Presiden
Republik Palau Tommy E. Remengesau juga mengungkapkan komitmen negaranya
untuk menjalankan pengelolaan kelautan dan perikanan yang
berkelanjutan. “Kita berkomitmen untuk memastikan penangkapan ikan yang
kita lakukan bertanggung jawab dan menjaga kelestarian. Nelayan-nelayan
yang bertanggung jawab akan memungkinkan sumber daya perikanan Palau
dapat memberi manfaat lebih baik bagi masyarakat, bangsa, dan ekonomi
kita,” ungkap Tommy.
Pengelolaan sumber daya kelautan dan
perikanan berkelanjutan pada akhirnya akan menghasilkan ekosistem
pesisir yang kaya dan masyarakat nelayan yang tangguh. Cara utama untuk
mewujudkannya yaitu dengan mendorong usaha penangkapan ikan skala kecil
dan menciptakan komunitas nelayan yang sadar akan pentingnya
keberlanjutan.
Lilly Aprilya Pregiwati Kepala Biro Kerja Sama dan Humas KKP
http://kkp.go.id/2017/06/08/menteri-susi-united-nation-bicara-masa-depan-laut-di-the-forgotten-fisheries/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar