NEW
YORK (11/6) – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
menyampaikan intervensi Indonesia dalam “Dialog Kemitraan 4: Menjaga
Keberlanjutan Perikanan” pada rangkaian acara Konferensi Laut PPB, di
UNHQ, New York, Rabu (7/6) lalu. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Susi
menyarankan berbagai langkah yang dapat dilakukan bersama untuk menjaga
keberlanjutan kelautan dan perikanan dunia.
“Lautan menutup sekitar 71% permukaan
bumi. Lautan harus dilindungi untuk menumbuhkan dan menjaga kelestarian
kehidupan laut. Ini merupakan tugas kita untuk menjaga hak lautan,”
ungkap Menteri Susi.
Menurut Menteri Susi, untuk dapat
menjaga lautan, semua masyarakat dunia harus memahami bahwa lautan dan
kehidupan yang terkandung di dalamnya berhak untuk hidup lestari. Untuk
itu, dunia memerlukan suatu badan global untuk mengatur perlindungan
terhadap hak laut, yang tak akan terganggu oleh agenda politik apapun.
“Dunia butuh badan yang dapat melindungi
hak lautan. Badan yang ditunjuk harus mengawasi kehidupan laut seperti
ikan dan terumbu karang yang hidup di dalamnya. Khususnya dengan
bersama-sama berjuang melawan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU)
Fishing,” tambah Menteri Susi.
Menteri Susi mengatakan, laut lepas
perlu dijaga dengan manajemen yang lebih baik untuk memastikan
penangkapan hasil laut di sebuah negara tidak akan mengancam
kelestarian sumber daya alam negara tersebut. Untuk itu, Menteri Susi
menyarankan negara-negara dunia melakukan penangkapan menggunakan
peralatan dan metode yang aman, mengontrol Fish Agregating Device (FAD),
dan tidak menguras induk-induk ikan yang bermigrasi menuju zona
perkembangbiakan mereka. “Ketika induk-induk ikan tidak kembali ke zona
perkembangbiakan (akibat ditangkap), bayi-bayi ikan tidak akan lahir
untuk menjaga keberlanjutannya, sehingga dunia akan kehabisan stok
ikan,” tambahnya.
Pada
kesempatan tersebut, Menteri Susi juga menekankan pentingnya melindungi
laut lepas sebagai upaya melindungi industri skala kecil. Menurutnya
nelayan-nelayan terutama nelayan kecil harus bisa sejahtera dengan
menggantungkan hidup dari laut. Laut harus dapat menjadi sarana nelayan
kecil untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Terakhir, Menteri Susi meminta agar
dunia memahami bahwa IUU Fishing adalah kejahatan transnasional yang
terorganisir. Dalam praktiknya, selain melakukan pencurian ikan juga
terjadi perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, transaksi bahan
bakar minyak (BBM) ilegal, penyelundupan binatang langka, dan
sebagainya.
“Kita perlu memastikan bahwa kejahatan
perikanan transnasional terorganisir (transnational organized fisheries
crime) diakui dalam resolusi Majelis Umum PBB. Kita memerlukan sebuah
tim ahli independen yang akan merekomendasikan rencana untuk
melembagakan kejahatan perikanan transnasional terorganisir, dan untuk
mendorong pengakuan berdasarkan Dokumen Resolusi Majelis Umum PBB,”
pungkasnya.
Sebagai informasi, Konferensi Laut PBB
berlangsung tanggal 5-9 Juni 2017 dengan mengusung tema “Our Ocean, Our
Future: Partnering for the Implementation of SDG’s 14”. Tujuannya untuk
mengidentifikasi upaya-upaya yang diperlukan guna mendukung implementasi
Sustainable Development Goals (SGD’s) 14 melalui keterlibatan seluruh
pemangku kepentingan terkait, baik tingkat regional, nasional, maupun
global. SDG’s 14 sendiri bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan
secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan
berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar