JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala
Staf Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi menjelaskan alasan tidak
adanya armada TNI AL di perairan Natuna saat kapal Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) berseteru dengan kapal cost guard China.
"Kami sudah patroli di sana. Kebetulan pada saat kejadian, kapal kami sedang putar haluan, kembali. Makanya, kapal KKP yang masuk, gantian," ujar Ade di Hanggar Skuadron 17 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (22/3/2016).
Ade mengatakan, TNI AL memiliki lima kapal untuk menjaga laut Indonesia di Natuna dan Laut China Selatan. Ade enggan menyebut apakah lima kapal itu sudah cukup atau belum dalam menjaga teritorial laut Indonesia.
Namun, Ade memastikan jika ada eskalasi di wilayah tersebut, Panglima TNI pasti meminta dirinya untuk menambah armada kapal dari daerah lain.
(Baca: TNI AL Anggap Insiden di Natuna Hanya Konflik Perikanan, Bukan Pertahanan)
Atas kejadian kapal KKP versus kapal cost guard China sendiri, TNI AL tidak akan menambah armada. Sebab, kejadian itu dianggap bukan persoalan pertahanan, melainkan konflik di sektior perikanan.
"Kita harus bedakan antara pertahanan wilayah dengan konflik perikanan. Yang sekarang kita hadapi ini adalah pengawasan kapal-kapal perikanan. Jadi, itu diselesaikan dengan diplomasi," lanjut dia.
TNI AL hanya mengintensifkan patroli menggunakan kapal yang ada. Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap KM Kway Fey di perairan Natuna, Sabtu (19/3/2016) sekitar pukul 14.15 WIB.
(Baca: Susi Merasa China Langgar Komitmen untuk Berantas IUU Fishing)
Kapal berbendera China itu diduga menangkap ikan secara ilegal di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Kapal milik KKP, yakni KP Hiu 11, mendatangi kapal motor itu dan mengamankan delapan awak buah kapal (ABK).
Saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, tiba-tiba datang kapal coast guard (penjaga pantai) China yang datang mendekat. Kapal itu menabrak KM Kway Fey. Dugaannya, agar kapal ikan asal China itu tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.
Untuk menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey dan kembali ke KP Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.
Kementerian Luar Negeri lalu melayangkan nota protes kepada Pemerintah China atas insiden tersebut. Dalam nota diplomatik itu, Indonesia memprotes tiga pelanggaran yang dilakukan China.
"Kami sudah patroli di sana. Kebetulan pada saat kejadian, kapal kami sedang putar haluan, kembali. Makanya, kapal KKP yang masuk, gantian," ujar Ade di Hanggar Skuadron 17 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (22/3/2016).
Ade mengatakan, TNI AL memiliki lima kapal untuk menjaga laut Indonesia di Natuna dan Laut China Selatan. Ade enggan menyebut apakah lima kapal itu sudah cukup atau belum dalam menjaga teritorial laut Indonesia.
Namun, Ade memastikan jika ada eskalasi di wilayah tersebut, Panglima TNI pasti meminta dirinya untuk menambah armada kapal dari daerah lain.
(Baca: TNI AL Anggap Insiden di Natuna Hanya Konflik Perikanan, Bukan Pertahanan)
Atas kejadian kapal KKP versus kapal cost guard China sendiri, TNI AL tidak akan menambah armada. Sebab, kejadian itu dianggap bukan persoalan pertahanan, melainkan konflik di sektior perikanan.
"Kita harus bedakan antara pertahanan wilayah dengan konflik perikanan. Yang sekarang kita hadapi ini adalah pengawasan kapal-kapal perikanan. Jadi, itu diselesaikan dengan diplomasi," lanjut dia.
TNI AL hanya mengintensifkan patroli menggunakan kapal yang ada. Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap KM Kway Fey di perairan Natuna, Sabtu (19/3/2016) sekitar pukul 14.15 WIB.
(Baca: Susi Merasa China Langgar Komitmen untuk Berantas IUU Fishing)
Kapal berbendera China itu diduga menangkap ikan secara ilegal di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Kapal milik KKP, yakni KP Hiu 11, mendatangi kapal motor itu dan mengamankan delapan awak buah kapal (ABK).
Saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, tiba-tiba datang kapal coast guard (penjaga pantai) China yang datang mendekat. Kapal itu menabrak KM Kway Fey. Dugaannya, agar kapal ikan asal China itu tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.
Untuk menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey dan kembali ke KP Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.
Kementerian Luar Negeri lalu melayangkan nota protes kepada Pemerintah China atas insiden tersebut. Dalam nota diplomatik itu, Indonesia memprotes tiga pelanggaran yang dilakukan China.
http://nasional.kompas.com/read/2016/03/22/17235591/Ke.Mana.TNI.AL.Saat.Kapal.KKP.Berkonflik.dengan.Kapal.China.di.Natuna
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah, saat menghadiri
Musyawarah Nasional ke-4 PKS di Hotel Bumi Wiyata Depok, Jawa Barat,
Senin (14/9/2015).
DPR Minta Presiden Tak Serahkan Urusan Natuna ke Menteri Susi
JAKARTA, KOMPAS.com -
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah meminta
pemerintah untuk tidak menganggap remeh insiden yang terjadi di Perairan
Natuna, Sabtu (19/3/2016) lalu. Sebab, ada dugaan China tengah
memperkokoh kawasan mereka guna membangun sistem poros maritim.
"Dan kita dalam kerangka pembangunan poros maritim. China meletakan Natuna dalam peta mereka dan sekarang mereka mulai mengambil itu," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Selasa (22/3/2016).
Pemerintah harus mengambil sikap yang lebih tegas. Sebab, masalah ini sudah menyinggung persoalan geopolitik Indonesia. Jangan sampai pemerintah dan militer hanya menjadi penonton dalam persoalan itu.
(Baca: Menteri Susi Tidak Terima Klaim Pemerintah China Atas Perairan Natuna)
"Dan persoalan ini jangan hanya diserahkan ke Ibu Susi (Menteri KKP). Karena Susi menteri teknis," tegasnya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendeteksi adanya pergerakan kapal yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna, Sabtu (19/3/2016) sekitar pukul 14.15 WIB.
Kapal itu diketahui sebagai KM Kway Fey yang berbendera China. Kemudian, kapal milik KKP, yakni KP Hiu 11, mendatangi kapal motor tersebut dan mengamankan delapan awak buah kapal (ABK).
(Baca: Penangkapan Pencuri Ikan di Natuna "Diganggu" Kapal China)
Susi menyatakan, meskipun kejadian itu ada di wilayah perbatasan, kapal tersebut dinyatakan telah berada di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Kemudian, saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, tiba-tiba datang kapal coast guard (penjaga pantai) China yang datang mendekat. Ia menabrak Kway Fey.
Dugaannya, agar kapal ikan asal China itu tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.
Untuk menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey dan kembali ke KP Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.
Kementerian Luar Negeri lalu melayangkan nota protes kepada Pemerintah China atas insiden tersebut. Dalam nota diplomatik itu, Indonesia memprotes tiga pelanggaran yang dilakukan China.
"Dan kita dalam kerangka pembangunan poros maritim. China meletakan Natuna dalam peta mereka dan sekarang mereka mulai mengambil itu," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Selasa (22/3/2016).
Pemerintah harus mengambil sikap yang lebih tegas. Sebab, masalah ini sudah menyinggung persoalan geopolitik Indonesia. Jangan sampai pemerintah dan militer hanya menjadi penonton dalam persoalan itu.
(Baca: Menteri Susi Tidak Terima Klaim Pemerintah China Atas Perairan Natuna)
"Dan persoalan ini jangan hanya diserahkan ke Ibu Susi (Menteri KKP). Karena Susi menteri teknis," tegasnya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendeteksi adanya pergerakan kapal yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna, Sabtu (19/3/2016) sekitar pukul 14.15 WIB.
Kapal itu diketahui sebagai KM Kway Fey yang berbendera China. Kemudian, kapal milik KKP, yakni KP Hiu 11, mendatangi kapal motor tersebut dan mengamankan delapan awak buah kapal (ABK).
(Baca: Penangkapan Pencuri Ikan di Natuna "Diganggu" Kapal China)
Susi menyatakan, meskipun kejadian itu ada di wilayah perbatasan, kapal tersebut dinyatakan telah berada di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Kemudian, saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, tiba-tiba datang kapal coast guard (penjaga pantai) China yang datang mendekat. Ia menabrak Kway Fey.
Dugaannya, agar kapal ikan asal China itu tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.
Untuk menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey dan kembali ke KP Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.
Kementerian Luar Negeri lalu melayangkan nota protes kepada Pemerintah China atas insiden tersebut. Dalam nota diplomatik itu, Indonesia memprotes tiga pelanggaran yang dilakukan China.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Penulis | : Dani Prabowo |
Editor | : Sabrina Asril |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar