JIKA
menengok sejarah, bangsa Indonesia sesungguhnya adalah negara Maritim
yang sangat kuat karena menyimpan kekayaan yang amat melimpah. Para
negara penjajah di zaman dahulu tahu persis, bahwa untuk menaklukkan
Indonesia adalah hanya dengan menguasai wilayah Kemaritimannya.
Olehnya itu, para penjajah pun memunculkan "propaganda politik" dengan
berusaha menggeser "kebudayaan" sekaligus mengalihkan kekuatan Indonesia
sebagai bangsa Maritim menjadi bangsa Agraris.
Kemudian, upaya
para penjajah itu pun nampaknya berhasil. Bangsa Indonesia yang awalnya
bertumpu pada kekuatan sebagai bangsa Maritim, akhirnya berangsur-angsur
berpola pikir dan menjelma sebagai bangsa Agraris dengan meninggalkan
kekayaan yang menjadi kekuatannya sebagai bangsa Maritim, --hingga
sekarang.
Padahal, sejarah membuktikan. Bahwa Nusantara pada masa
kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Indonesia adalah negara
maritim yang amat kuat. Bahkan, Sriwijaya (683-1030 M) telah menanamkan
kebijakan pemerintahannya pada penguasaan alur pelayaran, jalur
perdagangan, serta memiliki wilayah-wilayah strategis sebagai pangkalan
kekuatan laut.
Juga, nakhoda Nusantara di bawah kendali
Kertanegara berhasil membuka kejayaan maritim yang besar dan kuat dengan
konsepsi "Cakrawala Mandala Dwipantara". Konsep besar pun terwujud pada
1375 saat Kerajaan Majapahit lahir di bawah panji Raja Hayam Wuruk dan
Maha Patih Gajah Mada.
Sampai itu, Presiden Soekarno pada masa
pemerintahannya sangat bertekad untuk kembali membangun Indonesia
sebagai bangsa dan negara Maritim yang tangguh.
Luapan Soekarno
untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara Maritim itu pun
ditumpahkan dan dicanangkannya pada salah satu pidato pembukaan Institut
Angkatan Laut (IAL), di Surabaya 1953.
"Usahakanlah agar kita
menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti
seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos di kapal. Bukan! Tetapi
bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya, bangsa pelaut yang mempunyai
armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi
gelombang laut itu sendiri," demikian kutipan pidato Presiden Soekarno
kala itu.
Beberapa tahun setelah pidato tersebut, Perdana Menteri
Djuanda pun mengeluarkan sebuah deklarasi, yang kemudian dikenal dengan
nama Deklarasi Djuanda, pada 13 Desember 1957.
Di masa Hindia
Belanda, atau sebelum dikeluarkannya Deklarasi Djuanda, laut-laut antara
pulau dianggap sebagai perairan bebas. Artinya, seluruh sumberdaya
kekayaan alam (termasuk ikan) dapat diambil secara bebas oleh siapa
saja. Atau dengan kata lain, bebas melakukan segala hal dan apa saja di
kawasan Maritim Indonesia.
Namun berkat Deklarasi Djuanda, luas
perairan NKRI pun mencapai 3.257.483 km2 (belum termasuk perairan ZEE).
Panjang garis pantainya mencapai 81.497 km2, merupakan garis pantai
terpanjang di dunia. Jika ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE),
maka luas perairan Maritim Indonesia adalah sekitar 7,9 juta km2 atau
81% dari luas wilayah Indonesia keseluruhan.
Mengetahui luas
perairan Maritim Indonesia yang mencapai 81% dari luas wilayah
Indonesia, maka itu sama dengan 81% pula masalah pembangunan Indonesia
kini menjadi tugas dan tanggungjawab Menteri Koordinator Kemaritiman dan
Sumberdaya yang kini dijabat oleh DR. Rizal Ramli.
Dan
sebelumnya, Presiden Jokowi tentu saja telah mempertimbangkan secara
matang, mengapa harus Rizal Ramli yang diberi amanah seberat itu?
Sebagai "pembawa" cita-cita ajaran Trisakti, Presiden Jokowi tentu tahu
persis, bahwa selama ini Rizal Ramli memang sangat kental
memperlihatkan diri sebagai sosok yang juga penganut setia Trisakti
Soekarno. Sikapnya yang begitu "keras" dalam memperjuangkan ekonomi
kerakyatan senantiasa menjadi ciri khas pada diri Rizal Ramli.
Olehnya itu, Presiden Jokowi tentu saja merasa tak ragu untuk memberikan
tugas yang amat berat kepada Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman dan
Sumberdaya, meski di mata sebagian besar orang memandang tugas tersebut
tidaklah tepat karena masalah kemaritiman kurang relevan dengan
spesifikasi keahlian yang melekat pada diri Rizal.
Namun apapun
alasannya, Presiden Jokowi tentu sangat paham, bahwa sesungguhnya Rizal
Ramli adalah seorang ekonom senior yang handal, sang penerobos yang
cerdas dan tegas, serta tak gentar membela kepentingan rakyat, sehingga
sangat patut diposisikan di salah satu ujung tombak pembangunan Indonesi
saat ini, yakni di bidang Kemaritiman.
Dan memang, banyak yang
menaruh harapan (terutama rakyat kecil) kepada Rizal Ramli. Bahwa dengan
dimasukkannya di dalam Kabinet Kerja, Rizal Ramli bisa benar-benar
mampu membawa "suasana baru" sebagai kekuatan maksimal, dan juga angin
segar untuk perubahan sebagaimana yang diharapkan bersama.
--------
maritimbangkit.blogspot.com|Oleh Rajawali Rakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar