Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti menyatakan, hampir 99,99% kapal eks asing melakukan
pelanggaran, terutama terkait illegal fishing. Pasalnya, kapal-kapal
tersebut tidak pernah melaporkan hasil tangkapannya pada pemerintah.
“Setidaknya mereka tidak melaporkan hasil tangkapannya,” ujar Susi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (28/5).
Sejak November 2014 lalu, pemerintah
melarang kapal eks asing mencari ikan di perairan Indonesia dengan
menerbitkan kebijakan moratorium perizinan. Selama moratorium, terhadap
kapal-kapal tersebut dilakukan analisis dan evaluasi oleh Tim Satgas IUU Fishing.
Susi menjelaskan, dari total 1.132 kapal
eks asing yang berasal dari 184 perusahaan penangkapan ikan, belum ada
satu pun yang dinyatakan lolos analisis dan evaluasi Tim Satgas IUU Fishing. “Saya tidak berpikir ada yang masuk dalam kategori lolos,” ungkapnya.
Ketua Tim Satgas penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing)
Mas Achmad Santosa menambahkan, sekitar 49% kapal dan perusahaan
pemilik kapal berpotensi melakukan pelanggaran pidana, yakni pencurian
ikan hingga perdagangan manusia dan perbudakan. “Itu belum termasuk
pelanggaran terkait laporan keuangan dan pajaknya,” tegas Mas Achmad.
Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional
Indonesia (KNTI) mengatakan pihaknya masih menemukan sejumlah kapal
asing asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang beroperasi di perairan
Indonesia. Pergerakan kapal asing itu dapat diawasi secara otomatis
melalui laman www.marinetraffic.com.
Pada bagian lain, pakar hukum laut
internasional Hasyim Djalal menyatakan, sejak lama RI ingin membahas
zona ekonomi kelautan dengan sejumlah negara tetangga. Pasalnya, hal
tersebut terkait juga dengan sumber daya perikanan. “Kami mendorong
duta-duta besar agar negara mereka mau membahas tentang zona ekonomi,”
ujar Hasyim Djalal di Jakarta, Kamis (28/5). (Dds)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar