Pengawas Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai salah satu ujung tombak dalam melaksanakan program KKP dituntut untuk lebih profesional dan mampu bersinergi dengan aparat penegak hukum lainnya.Terkait hal itu, KKP akan terus berupaya untuk meningkatkan sinergitas dan kapasitas pengawas perikanan, terutama dalam melakukan pencegahan dan pemberantasanIllegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing di Wilayah Perairan Indonesia. Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, saat memberikan pengarahan kepada 200orang Pengawas Perikanan di kantor KKP Jakarta, Rabu (29/4).
Dalam pelaksanaan tugasnya, Pengawas Perikanan harus bekerja secara profesional dengan merujuk pada tiga pilar utama, yaitu tepat waktu dalam memberikan pelayanan publik, tepat sasaran dalam penanganan kasus pelanggaran, dan berintegritas dengan memiliki kehormatan (dignity) karena moral dan rasa tanggung jawabnya pada negara dan bangsa. "Pengawas perikanan juga harus mampu bersinergi/bekerja sama dalamteamworkdengan aparat penegakkan hukum lainnya, maupun antar Pengawas Perikanan di seluruh Indonesia, dengan membangunnet-workingsesama Pengawas Perikanan untuk bertukar informasi, dan berkoordinasi dalam pelaksanaan tugas di lapangan ", kata Susi.
Koordinasi dengan aparat penegak hukum lain seperti TNI AL, POLRI dan, juga menjadi hal yang sangat penting untuk mewujudkan sinergitas dalam pelaksanaan pengawasan. Sinergitas dengan TNI AL dilakukan terutama dalam gelar operasi/patroli bersama dan bertukar informasi dalam penyidikan tindak pidana perikanan. Sedangkan sinergitas dengan POLRI dilakukan dalam pelimpahan penyidikan kapal perikanan yang ditangkap di perairan ZEEI, serta percepatan proses pemberkasan perkara dengan Kejaksaan. Tak hanya itu, aparat Pengawas Perikanan juga harus mampu mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu pengawasan di lapangan melalui pembinaan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota.
Sementara itu menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Asep Burhanuddin, pelaksanaan tugas Pengawas Perikanan diatur melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PermenKP) Nomor 17/PERMEN-KP/2014 tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang–Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam PermenKP yang diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 24 April 2014, memiliki ruang lingkup pengaturan yang meliputi Pengawas Perikanan, tata cara pelaksanaan tugas, tindak lanjut hasil pengawasan, pelaporan, dan pembinaan Pengawas Perikanan. "Peraturan Menteri ini menjadi payung hukum bagi Pengawas Perikanan dalam pelaksanaan tugas di lapangan, sehingga tidak ada lagi keragu-raguan dalam bertindak", ujar Asep.
Sebagaimana diatur dalam Permen tersebut, pelaksanaan tugas Pengawas Perikanan dilaksanakan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI), kapal perikanan, pelabuhan perikanan dan/atau pelabuhan lain-nya yang ditunjuk. Selain itu juga mencakup pelabuhan tangkahan, sentra kegiatan perikanan, area pembenihan ikan, area pembudidayaan ikan, Unit Pengolahan Ikan (UPI), dan/atau kawasan konservasi perairan. "Apabila dalam pelaksanaan pengawasan perikanan ditemukan atau patut diduga adanya tindak pidana perikanan dan adanya bukti permulaan yang cukup, Pengawas Perikanan wajib menindaklanjuti dengan menyerahkan kepada penyidik di bidang perikanan untuk diproses lebih lanjut", kata Asep.
Berdasarkan data keragaan Pengawas Perikanan Ditjen PSDKP, dimana secara kelembagaan memiliki total sejumlah 194 UPT Pangkalan/Stasiun/Satker/Pos. Jumlah itu terdiri dari 5 UPT pangkalan dan stasiun, 58 Satker dan 131 Pos PSDKP dengan jumlah personil Pengawas Perikanan sebanyak 678 yang terdiri dari PNS Pusat sebanyak 341 orang dan 337 orang PNS Daerah. "Kondisi ini masih dirasakan belum memadai, idealnya diperlukan 817 Pos dan Satker Pengawasan di tempat-tempat lokasi pendaratan ikan dan pelabuhan perikanan", ungkap Asep.
Adapun dari kondisi lapangan terkini diketahui bahwa masih banyak berbagai permasalahan yang ditemui dan menghambat kinerja Pengawas Perikanan dalam menangani IUU Fishing di daerah. Permasalahan itu antara lain terkait kapasitas kelembagaan dimana sebuah UPT Pangkalan PSDKP yang membawahi beberapa puluh Satker dan Pos hanya Eselon III dan Satker/Pos tidak ada eselonisasinya meskipun wilayah kerjanya luas dan bahkan meliputi satu provinsi. Kemudian, jumlah personil masih sangat minim dimana di beberapa Satker dan Pos PSDKP hanya memiliki dua atau tiga orang bahkan terkadang hanya satu orangpersonil Pengawas Perikanan. "Selain itu masih terjadinya resistensi pelaksanaan pengawasan dilapangan, seperti penggunaan VMS> 30 GT di Karangsong dan Kapal-kapal Inka Mina tanpa dokumen", kata Asep.
Dalam kesempatan tersebut Asep juga mengungkapkan, pada tahun 2015 sampai dengan tanggal 29 April 2015 ini, KKP telah memproses sebanyak 62 pelakuillegal fishing.Jumlah itu terdiri dari 28 kapal perikanan Indonesia dan 34 kapal perikanan asing (KIA). Dari sejumlah 34 KIA tersebut didominasi oleh KIA Vietnam sebanyak 19 kapal (56%), kemudian Filipina 7 kapal (21%), Thailand 4 kapal (12 %), dan Malaysia 4 kapal (12 %).
Jakarta, 29 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar