Bila kamu suka sepak bola, kemungkinan besar kamu tau siapa Luis Suarez, pemain sepak bola Uruguay yang bermain untuk klub FC Barcelona. Dia juga anggota tim nasional Uruguay. Pada pertandingan piala dunia di Brasil Juni lalu, Suarez dikenal dengan aksinya mengigit pemain lawan. Korbannya adalah Giorgio Chiellini, pemain skuad nasional Italia. Aksi gigit Suarez ini bukanlah yang pertama kalinya. Dia juga pernah menggigit pemain lawan dalam dua pertandingan profesional sebelumnya pada tahun 2010 dan 2013. Dengan tiga kali menggigit pemain lawan dalam 441 kali pertandingan yang dia pernah dia ikuti sejak tahun 2006, sebenarnya seseorang memiliki kemungkinan lebih tinggi digigit oleh Suarez daripada seekor hiu.

Hiu memang terlihat sangat menakutkan. Di dalam air, mereka lebih cepat daripada kita, dan dapat muncul dari mana saja dengan sekejap. Kita juga dengan cepat menjadi gugup ketika berenang, ber-snorkling atau menyelam dalam laut yang gelap dan melihat sebuah bayangan bergerak berbentuk hiu. Film-film juga sering menggambarkan hiu sebagai pemangsa yang haus darah dan mematikan. Namun taukah kamu bahwa ada banyak hewan yang lebih mematikan daripada hiu? Setiap tahun, sebanyak 655,000 orang meninggal akibat gigitan nyamuk yang menyebarkan malaria. Sementara Kuda Nil atau yang dikenal dengan hippopotamus membunuh 2,900 orang setiap tahun di Afrika.  Bahkan lebih banyak orang yang meninggal ditimpa kelapa di seluruh dunia daripada diserang oleh ikan hiu. Pada tahun 2012 tercatat hanya 7 korban serangan hiu dan antara tahun 2001 dan 2010 di seluruh dunia rata-rata 4,4 orang menjadi korban dibunuh oleh hiu.

Sementara itu sekitar 100 juta hiu dibunuh oleh manusia setiap tahunnya kebanyakan hanya untuk diambil siripnya. Praktek pengambilan sirip hiu ini dikenal dengan istilah shark finning. Kebanyakan sirip-sirip itu dipotong pada saat hiu tersebut masih hidup di atas kapal tangkap, dan setelah diambil siripnya, tubuh hiu dibuang ke laut dalam keadaan hidup. Hiu itu akan tenggelam di dasar laut karena tidak dapat berenang dan akan mati perlahan-lahan. Sirip-sirip hiu ini dijual dengan harga sekitar 2-4 juta rupiah per kilogram, dan biasanya berakhir di dalam sup. Indonesia dikenal sebagai salah satu pengekspor sirip hiu terbesar di dunia.

Selain diburu untuk diambil siripnya, hiu-hiu juga banyak tertangkap sebagai hasil tangkap yang tidak disengaja (bycatch) oleh alat tangkap seperti rawai tuna (long line) atau pukat harimau. Dengan skala tangkap yang demikian besar dan tingkat regenerasi yang rendah, kini hiu termasuk salah satu spesies yang paling terancam punah. Padahal punahnya hiu dapat membawa konsekuensi yang luar biasa bagi kehidupan laut.

Hiu berperan sebagai predator tingkat atas di dalam rantai makanan laut. Hiu seperti halnya serigala dan singa di darat, menjalankan peran mereka menjaga keseimbangan laut dengan menjaga populasi laut tetap terjaga. Mereka memangsa ikan-ikan karnivora yang ada di bawahnya dalam rantai makanan, terutama ikan-ikan karnivora berukuran besar, seperti tuna dan kerapu.  Menurunnya populasi hiu di dalam sebuah ekosistem dapat mengakitbatkan naiknya populasi predator tersebut dan menurunkan ikan-ikan herbivora. Menurunnya jumlah ikan-ikan herbivora akan menyebabkan meledaknya jumlah makroalga yang mengakibatkan karang tidak bisa berkompetisi. Ekosistem terumbu karang dapat berubah menjadi ekosistem yang didominasi oleh alga dan menurunkan kesehatan ekosistem terumbu karang. Selanjutnya sudah dapat kita tebak, dalam ekosistem yang tidak seimbang ini maka jumlah sumberdaya dan keanekaragaman ikan dan kehidupan laut juga akan hilang.


Kesadaran tentang pentingnya hiu bagi kesehatan ekosistem laut secara perlahan mulai tumbuh, begitu pula tentang kesadaran tentang dampak shark finning bagi keberadaan hiu-hiu ini. Semakin banyak penerbangan membuat kebijakan untuk tidak mengangkut sirip hiu dan begitu juga semakin banyak restoran yang tidak menyediakan sirip hiu dalam menu mereka. Namun demikian kita perlu terus berupaya menyelamatkan hiu demi kesehatan ekosistem laut kita. Hiu-hiu membutuhkan laut yang sehat. Tempat-tempat seperti gunung dan palung laut, terumbu karang adalah tempat utama untuk pelestarian di laut kita. Di sana hiu dan mahluk laut lainnya ruang untuk berkembang dan bertahan hidup.

Meskipun hiu bukan inti kampanye laut Greenpeace, namun mengingat krisis yang dihadapi oleh hiu, Greenpeace juga turut mendukung kampanye tentang pentingnya penyelamatan hiu. Pada minggu ini, bersama anggota Ocean Defenders, Save Sharks Indonesia dan para pembela hiu, Greenpeace melakukan kampanye selama seminggu lamanya untuk menyelamatkan hiu. Kampanye ini bertajuk #SharkWeek dan akan berlangsung selama seminggu lamanya mulai tanggal 10 – 16 Agustus.

Akan banyak kegiatan yang akan dilaksanakan selama seminggu ini yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentangpentingnya hiu serta ancaman yang dihadapi oleh hiu. Ada banyak cara untuk ikutdalam aksi selama #SharkWeek ini. Bergabunglah dalam kampanye Greenpeace, dan bersama-sama kita akan membuat perubahan.