Lewoleba,
JMOL ** Modal alami berupa ekosistem pesisir yang lengkap di Kabupaten
Lembata terancam hilang akibat aktivitas manusia yang merusak. Imbasnya,
tutupan mangrove tinggal 1,2 persen dari luas Pulau Lembata atau
berkurang 40 persen, dan tutupan karang tinggal 20 persen. Sementara
berkisar 95 persen, lamun masih dalam keadaan baik.
Demikian rilis Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang
diterima JMOL, Rabu (26/3). Pada Maret 2014, KIARA melakukan penelitian
berjudul ‘Perubahan Iklim dan Upaya Adaptasi di Pulau Lembata’, melalui
investigasi lapangan dan foto satelit.
Pulau Lembata memiliki ekosistem pesisir yang lengkap, baik mangrove,
lamun, maupun terumbu karang. Selain itu, ada 51 jenis benih pangan
lokal yang sudah dikembangkan di kebun contoh milik Kelompok Petani
Penyangga Abrasi Laut dan Darat (KLOMPPALD) yang berlokasi di Desa
Merdeka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, di antaranya sorgum,
jewawut, jelai, umbi-umbian, kacang-kacangan, dan padi-padian.
KIARA bekerja sama dengan KLOMPPALD dan WALHI Nusa Tenggara Timur
menyelenggarakan rangkaian kegiatan lanjutan ‘Pemberdayaan Masyarakat
dan Lingkungan Hidup Pesisir Berbasis Perempuan Nelayan’ di Lewoleba,
Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, pada 25-26 Maret 2014. Kegiatan
pertama dilakukan pada Februari 2014.
Rangkaian kegiatan yang dilakukan KIARA bersama dengan KLOMPPALD, di
antaranya penelitian dampak perubahan iklim dan daya adaptasi masyarakat
pesisir Pulau Lembata, pelatihan pengolahan ikan, penanaman dan
pelatihan mengolah mangrove, dan sekolah iklim dan penyusunan peraturan desa tentang pengelolaan wilayah pesisir.
Parameter kunci kerentanan perubahan iklim di Pulau Lembata serta
upaya adaptasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir bersama
dengan Pemerintah Kabupaten Lembata adalah memperkuat modal alami, yakni
penanaman kembali mangrove yang dikonversi, juga akses informasi dan infrastruktur, seperti transportasi, energi, dan listrik.
Selain itu, memperkuat modal alami, seperti ketahanan pangan (pusat
benih) dan pelestarian lingkungan pesisir untuk pangan dari pesisir dan
laut. Memperkuat modal sosial (kelompok tani dan nelayan), peraturan
desa.
Terakhir, memperkuat modal sosial, berupa sanksi adat dan pengelolaan perikanan.
Sebagian masyarakat sudah berpartisipasi aktif dalam pelestarian mangrove
dan penyediaan pangan lokal khas pesisir, seperti yang dilakukan oleh
KLOMPPALD. Tinggal komitmen politik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Timur dan Pemerintah Kabupaten Lembata, di mana salah satu programnya
adalah pengembangan potensi kelautan, perikanan, dan pariwisata, serta
kesediaannya untuk bekerja sama dan bersungguh-sungguh menyejahterakan
masyarakat.
Editor: Arif Giyantohttp://jurnalmaritim.com/2014/8/780/tutupan-mangrove-pulau-lembata-berkurang-40-persen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar