20 Februari, 2014

RI Jual Ikan Tuna Rp 6,7 Triliun/Tahun

Feby Dwi Sutianto - detikfinance
 
 Jakarta -Potensi hasil ikan di perairan Indonesia sangat besar, seperti ikan tuna. Dalam setahun, bisnis penangkapan ikan tuna di perairan laut dalam Indonesia mencapai 613.575 ton atau Rp 6,3 triliun.

Besarnya bisnis ikan tuna ini didorong oleh luasnya wilayah perairan laut Indonesia, serta didukung dua samudera kunci penghasil ikan tuna, yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo mengatakan, meski ikan tuna menghasilkan nilai ekonomi yang sangat tinggi, namun saat ini timbul banyak persoalan akibat penangkapan yang berlebihan. Persoalan yang timbul antara lain, menurunnya produktivitas, ukuran ikan yang cenderung mengecil, serta nelayan harus melakukan penangkapan ikan lebih jauh hingga ke laut lepas.

"Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengedepankan pembangunan perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries development) terus
ditingkatkan. Diantaranya, untuk potensi ikan tuna, KKP telah melakukan penelitian terhadap populasi tuna. Penelitian ini meliputi
reproduksi, genetik tuna, suhu, dan kedalaman renang tuna, hingga waktu makan ikan tuna. Termasuk observer terhadap perlakuan saat pendaratan
ikan di pelabuhan maupun diatas kapal penangkap Tuna," kata Sharif dalam keterangan saat mengunjungi Loka Penelitian Perikanan Tuna (LP2T) di Mertasari, Bali, Sabtu (15/2/2014).

Sharif menjelaskan, di wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (PPI), status tingkat ekploitasi tuna jenis Albakor, Madidihang, Matabesar, dan tuna Sirip Biru Selatan sudah sangat mengkhawatirkan, dengan status tereksploitasi penuh (fully exploited), hingga tereksploitasi berlebih
(over-exploited).

Menurut Sharif, hanya tuna jenis Cakalang yang masih dalam status tereksploitasi sedang (moderate).

Tren penurunan stok ikan tuna ini akan mengancam keberlangsungan mata pencarian nelayan dan juga bisnis tuna. Kerjasama semua pihak baik tingkat lokal, nasional maupun internasional, menurut Sharif, sangat diperlukan dalam upaya penyelamatan sumberdaya dan bisnis tuna ini.
"Tuna adalah jenis ikan yang pengelolaannya merupakan tanggung jawab bersama antar bangsa. Untuk itu status pengelolaan perikanan tuna nasional selalu menjadi pantauan dari lembaga pengelolaan perikanan regional yang mempunyai mandat untuk pengaturan pengelolaan tuna global," tegas Sharif.

Komitmen KKP untuk terlibat dalam pengelolaan perikanan tuna secara global terus dilakukan. Sharif mengatakan, kini pemerintah Indonesia sudah
menjadi anggota Komisi Perikanan Wilayah Pasifik Barat dan Tengah (Western and Central Pacific Fisheries Commission/WCPFC).

Lewat keanggotaan ini, Indonesia telah tercatat menjadi anggota dari tiga Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional yang melingkupi perairan
Indonesia, yaitu Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), Commission on Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT), dan Western and Central
Pacific Fisheries Commission (WCPFC). Keanggotaan ini menjadikan Indonesia sebagai negara maritim sudah selayaknya juga ikut mengambil
haknya untuk memanfaatkan sumberdaya ikan di laut lepas.

"Indonesia juga mengikuti ketentuan hukum internasional yang berlaku dalam hal penangkapan ikan di laut lepas, seperti kelayakan kapal-kapal penangkap ikan dan ketaatan pada ketentuan pengelolaan dan konservasi yang ada," ujarnya.

Sementara itu menurut Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), Achmad Poernomo, mengatakan saat ini monitoring pendaratan tuna dilakukan terhadap 16 perusahaan pengolahan tuna yang berada di Pelabuhan Benoa. Monitoring pendaratan tuna dilakukan oleh enumerator LP2T setiap hari dengan mengumpulkan data dan informasi hasil tangkapan, komposisi jenis ikan hasil
tangkapan, komposisi ukuran yang didaratkan dan aktivitas kapal.

Data dan informasi ini disampaikan kepada organisasi RFMO seperti IOTC dan CCSBT setiap tahun sebagai bagian kepatuhan Indonesia terhadap organisasi RFMO.

"Dengan masuknya Indonesia ke dalam RFMO, maka Indonesia berhak mendapatkan kuota penangkapan ikan tuna, memperoleh akses penjualan tuna ke pasar internasional, khususnya pasar-pasar di mana negara tujuan ekspor adalah anggota dari suatu RFMO dan tidak dianggap melakukan illegal fishing," jelasnya.

KKP juga terus melakukan Observasi di atas kapal rawai tuna yang dilaksanakan LP2T dengan mengumpulkan data dan informasi berupa komposisi jenis ikan hasil tangkapan rawai tuna, baik ikan hasil tangkapan utama maupun ikan hasil tangkapan sampingan. Termasuk, ukuran ikan yang tertangkap, daerah penangkapan, suhu, dan kedalaman pancing. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan observer LP2T diketahui bahwa daerah penangkapan rawai tuna berada di Samudera Hindia selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara baik di dalam ZEE Indonesia maupun di luar ZEE Indonesia.

"Dengan berpedoman pada hasil penelitian ini, untuk mendapat hasil tangkapan yang berlimpah, nelayan tuna tinggal mengatur kedalaman pancingnya. Jika sesuai dengan suhu dan kedalaman optimalnya, maka akan diketahui jenis tuna yang bakal tertangkap," ujarnya.

http://finance.detik.com/read/2014/02/15/160521/2498501/1036/ri-jual-ikan-tuna-rp-67-triliun-tahun
RI Jual Ikan Tuna Rp 6,7 Triliun/Tahun

Tidak ada komentar: