(“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. QS. Ar Rum/30 : 41).
1. PENDAPAT PARA AHLI PERIKANAN: JIKA PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT
TETAP SEPERTI INI MAKA TAHUN 2050 KITA KEHILANGAN SUMBERDAYA IKAN. DINAS
PERIKANAN DAN KKP MENJELANG 2050 HARUS DITUTUP KARENA TIDAK ADA IKAN
MAKA TIDAK ADA LAGI YANG DIKERJAKAN.
2. Pembentukan kelembagaan
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Sumberdaya Ikan di 11 WPPNRI
yang memajukan perikanan Indonesia dengan mengedepankan dan melayani
Nelayan Indonesia sebagai pelaku utamanya.
3. Meningkatan
kepatuhan selektifitas penangkapan ikan ramah lingkungan, penggunaan
mata jaring dan alat tangkap lainnya sesuai dengan type alat tangkap,
sebagaimana diatur dalam Permen 02/2011.
4. Kesetaraan akses
secara rasional dan memberi ruang peluang kesempatan setiap strata
nelayan pada tiap jalur penangkapan ikan untuk mendapatkan kesejahteraan
secara berkeadilan. Perlindungan kepastian hukum kesetaraan akses
nelayan mendapatkan kehidupan sesuai profesinya.
5. Pengaturan
jumlah hari/trip penangkapan efektif di seluruh WPPNRI. Hal ini
berkaitan erat dengan pengendalian tekanan berlebih terhadap sumberdaya
ikan, pembinaan efisiensi usaha, pengendalian penggunaan BBM bersubsidi.
6. Stop/hentikan impor kapal perikanan sesuai INPRES nomor 5 tahun
2005. Membatasi umur kapal ex-pengadaan impor yang sudah ada hanya
maksimal 20 tahun tidak dapat diberikan perpanjangan izin penangkapan
ikan. Hal ini agar diberikan alokasi kesempatan kepada struktur armada
perikanan local nasional yang terkena dampak kebijakan Permen 02/2011
termasuk 1000 kapal Inkamina eksis menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
7. Tidak memberi izin penangkapan ikan untuk kapal yang telah digunakan IUU fishing atau masuk IUU List.
8. Pengaturan pembatasan penggunaan alat bantu pengumpul/pemikat ikan
berupa Lampu Pengumpul Ikan, Rumpon permukaan dan pertengahan.
9. Rehabilitasi terumbu karang dan mangrove.
10. Bersih Laut dan Bersih Sungai dari limbah sampah bahan plastic yang
tidak terurai dengan cepat. Stop membuang sampah atau limbah ke sungai
atau laut.
11. Penyediaan database kapal perikanan nasional
secara time series melalui pendaftaran ulang terhadap kapal yang aktif
setiap tahun, agar termonitor terkendali terawasi terevaluasi secara
transparan sebaran struktur armada perikanan yang melakukan pemanfaatan
sumberdaya ikan di 11 WPPNRI.
12. Pengembangan Marine Protected
Area (fish sanctuary) untuk mendukung keberlangsungan keanekakaragaman
biodiversity dan stok sumberdaya ikan.
13. Pembatasan daerah operasi penangkapan hanya di satu WPP dan sesuai dengan koordinatnya.
14. Penerapan moratorium penangkapan ikan dengan sistem buka tutup
daerah penangkapan (open close system) per spesies/ kelompok jenis ikan
pada daerah yang mengalami tangkap lebih (over fishing).
15.
Pendataan pemanfaatan dan reduksi ikan tangkapan yang dibuang kelaut
kembali bycatch diatas kapal. Guna mengontrol mencegah ambang batas mutu
ekologi perairan dari pencemaran ikan mati yang dibuang kelaut.
16. Penerapan Program Fishing Logbook Online System berbasis data server dan petugas Observer/Pemantau di atas kapal.
17. Penerapan Fishing Capacity berdasarkan jumlah ikan yang boleh
ditangkap (JTB) per kelompok jenis ikan dari Laporan Kegiatan Usaha.
Sebagai implementasi kendali jumlah produksi penangkapan ikan sesuai
Kepmen KP nomor 45 tahun 2011 tentang Estimasi Jumlah Sumberdaya Ikan di
WPPNRI.
18. Implementasi hasil Forum Komunikasi Pengelolaan
Pemanfaatan Sumberdaya Ikan (FKPPS) regional dan nasional dalam
pengelolaan perikanan berbasis WPP.
19. Peningkatan pengelolaan perikanan berbasis ko-manajemen dan kearifan lokal.
20. Pemberian alokasi Usaha Penangkapan Ikan secara selektif bedasarkan ketersedian SDI dan kesiapan kapal yang ada.
21. Pengendalian izin dengan tidak menambah izin baru kecuali
mengganti yang sudah mati dan sesuai fishing capacity jumlah sumberdaya
ikan yang boleh ditangkap (JTB).
22. Kajian/evaluasi izin dan realisasi pemanfaatan sumberdaya ikan ditiap WPP.
23. Pengembangan bentuk dan format serta penomoran perizinan Usaha Penangkapan Ikan Pusat (Nasional) di Daerah.
24. Road map perizinan usaha penangkapan ikan di tiap WPP.
25. Pelayanan prima dan ketertiban usaha perikanan tangkap sesuai
ketersedian SDI di setiap WPP secara akuntabel dan tepat waktu.
26. Menyusun target dan meningkatkan pendapatan dari sektor perikanan, termasuk pendapatan nelayan di tiap WPP.
27. Konservasi pemulihan sumberdaya ikan dengan pembuatan apartemen
ikan, rumpon dasar, transplantasi pengembangbiakan terumbu karang.
28. Pemulihan stok dan penebaran benih ikan di zona inti konsevasi
alamiah dan buatan, terutama didaerah yang mengalami over fishing.
29. Moratorium pemulihan sumberdaya ikan secara bertahap perkawasan
persatuan waktu tertentu, sehingga nelayan masih tetap dapat
beraktivitas secara berkesinambungan.
30. Efisiensi usaha penangkapan ikan dengan pembuatan rumah ikan, pengembangan transplantasi terumbu karang alami.
31. Penghentian izin baru Pukat ikan dan pukat udang di Arafura, Pukat
Ikan di Selat Malaka, Purse Seine di Laut Jawa, Pukat Ikan di LCS di
Pusat dan Daerah.
32. Transmigrasi Nelayan ke daerah potensi
ikan yg subur. Rencana Ditjen Perikanan sejak tahun 1980-an memindahkan
sebagian kegiatan kapal perikanan nelayan dari wilayah Indonesia Barat
(Selat Malaka dan Laut Jawa) ke Indonesia Timur hingga kini belum
terlaksana. Beberapa Pemerintah Daerah Kab/Kota di Pantura saat ini
sedang mengkaji/menjajaki alternative Transmigrasi Nelayan.
33.
Musim paceklik penangkapan ikan nelayan akibat dari ekosistem ruaya
kembara ikan pelagis. Membuat nelayan harus melakukan andon. Efektivitas
dan efisiensi andon kian menurun karena adanya kemajuan teknologi
ditiap daerah dan alokasi fishing capacity-nya semakin terbatas buat
nelayan andon.
34. Stop penambangan pasir laut dan pasir besi
di laut. Pada daerah dasar berpasir pantai banyak jenis ikan dan
crustacea meletakkan telurnya untuk berkembang biak. Jika habitat ini
rusak sudah tentu memutus ekosistem perkembang biakan ikan.
35.
Stop Pencemaran limbah kimia industri. Kebanyakan ikan jenis konsumsi
memiliki sifat rentan terhadap limbah kimia bersifat racun dan
memabukkan.
36. Stop Pencemaran tumpahan penambangan minyak
lepas pantai. Jenis kelompok ikan pelagis dan ikan pantai akan tidak
bisa hidup dilingkungan yang tercemar minyak mentah yang didalamnya
mengandung posfor bersifat racun mematikan.
37. Stop Pembangunan perluasan kawasan lahan perkotaan yang menimbun atau mengeruk laut.
38. Stop Pengambilan karang di alam sebagai bahan bangunan atau
cenderamata. Jika rumah tempat ikan berlindung punah maka tingkat
survival-nya tidak ada dan berakibat beberapa spesies punah dan menjadi
mata rantai kepunahan sepesies lainnya.
39. Stop Penguasaan
pulau atau perairan oleh warga Negara asing yang arogansi melarang
secara sepihak (inkonstitusional) nelayan menangkap ikan di sekitar
perairan pulau tersebut.
40. Stop Penggunaan alat tangkap pukat
hela dasar dua kapal (pair trawl) dan pukat hela dasar (bottom trawl =
pukat harimau) yang mengeruk seluruh sumberdaya ikan di dasar perairan
tanpa selektif (tanpa dilengkapi dengan alat pemisah ikan=TED/JTED).
41. Stop Penggunaan alat tangkap ikan dengan metode merusak karang (muro ami).
42. Stop Penggunaan bahan beracun/kimia/tuba yang mematikan sumberdaya ikan dan polip karang.
43. Stop Penggunaan tenaga listrik yang mematikan sumberdaya ikan. Anak
ikan, larva, telur ikan mati terkena stroom aliran listrik.
44. Stop Penggunaan bahan peledak bom ikan yang merusak karang dan sumberdaya ikan.
45. Stop Penggunaan kompresor udara untuk alat bantu menyelam meracun
atau menyetrum atau mengoperasikan alat tangkap dengan cara merusak
lingkungan perairan karang.
46. Stop Tekanan tangkapan ikan
berlebih dari daya dukung sumberdaya ikan. Jumlah kapal/perahu dan
produktuvitas penangkapan yang melebihi daya dukung potensi sumberdaya
ikan menyebabkan produksi pertrip per unit tangkap semakin sedikit.
Nelayan masih saja tetap melaut karena butuh mata pencaharian untuk
makan tidak ingin kelaparan. Manusia yang lapar akan semakin nekat terus
menangkap ikan untuk sesuap nasi halal dari jerih payah keringat dan
rezeki dilaut yang disediakan Tuhan. Pemerintah seharusnya jeli dan
antisipasi jauh hari melakukan tindakan penyelamatan terhadap kehidupan
mata pencaharian nelayan yang kian sedikit hasilnya dicarikan solusi
jalan keluar terbaik dan Pemerintah punya tugas mulia mengelola perairan
melakukan pemulihan sumberdaya ikan untuk rakyatnya.
47.
Beberapa jenis alat tangkap tidak dapat menghindari jenis ikan yang
tertangkap terdiri dari beraneka macam jenis dan ukuran, diantaranya
terdapat campuran ikan yang masih berukuran kecil (juvenile) dan belum
pernah berpijah.
48. Menanggulangi kedaan sosial nelayan pada
kondisi cuaca iklim laut dan gelombang tinggi pada musim angin barat dan
musim angina timur serta cuaca extreme yang seporadis akibat pengaruh
cuaca iklim global berakibat nelayan tidak dapat melaut.
49.
Stop kriminalisasi akses harga pasar ikan nelayan. Terbatasnya akses
nelayan terhadap pasar yang berkeadilan dari hasil produksi tangkapan
ikan nelayan. Di beberapa daerah nelayan masih menghadapi mafia agen
pemasaran/pelelangan ikan.
50. Minimnya penguatan kapasitas
nelayan dalam kegiatan pengolahan pangan atau penanganan ikan dengan
system rantai dingin yang bernilai tambah (value added).
51.
Minimnya perlindungan bagi nelayan tradisional khususnya perlindungan
terhadap wilayah tangkap nelayan tradisional. Profesi nelayan belum
sepenuhnya dipahami oleh sebagian aparatur sebagai bagian dari program
ketahanan pangan daerah dan nasional. Kriminalisasi terhadap nelayan
masih sering terjadi terutama di provinsi Sumatera Utara pada kasus
Pukat Hela Dua Kapal (pair trawl) dengan nama local Pukat Gerandong .
52. Pelaksanaan desentralisasi perikanan tangkap di daerah yang kental
dipengaruhi oleh suasana politis di daerah. Penempatan SDM aparatur yang
tidak kapabel dengan bidang keahlian tugasnya berdampak berantai
terhadap kebijakan dan implementasi substansi yang rasional terukur dan
teruji dengan bukti di lapangan.
53. Belum semua daerah
memiliki tata ruang pemanfaatan kelautan dan perikanan yang sinergi dan
produktif sekaligus antisipatif terhadap gejolak social terhadap
penggunaan ruang laut daerah yang menjadi kewenangannya.
54.
ALOKASI PENANGKAPAN IKAN DAN LINGKARAN SETAN IUU FISHING OLEH KAPAL DAN
BANGSA ASING. Pencurian ikan di WPPNRI yang dilakukan oleh kapal dan
bangsa asing sudah berjalan lama. Luasnya perairan dan terbatasnya
sarana kapal patrol pengawas menjadi alasan kolosal keterbatasan.
55. Masyarakat melihat adanya dualism pengelolaan perikanan tangkap
(skala kecil/tradisional dan skala industry) belum terlaksananya
sinergitas kesetaraan akses antar skala usaha perikanan tangkap dalam
regulasi maupan dalam praktek yang perlu dibenahi secara bijak cerdas.
DUALISME PENGELOLAAN PERIKANAN KITA. ZEEI 200 mil laut dari pantai sejak
1982 & sesuai pasal 33 UUD 1945 bumi air dikuasai negara sepenuhnya
utk kesejahteraan rakyat. Tapi apa prakteknya? Modal asing merajalela
di ZEEI dg teknologi canggih produktivitas tinggi menjadi kaya raya.
Sedangkan Nelayan kita berjejal didaerah padat tangkap di perairan
pantai dengen produktivitas rendah dan miskin 47 tahun hingga kini.
Kontradiksi yg tak berujung pangkal dan tak terjawab oleh bangsa ini.
56. Masih adanya ABK Asing diatas kapal perikanan berbendera Indonesia
yang bertentangan dengan UU 45/2009 tentang Perikanan Pasal 35A ayat (1)
Kapal perikanan BERBENDERA INDONESIA yang melakukan penangkapan ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib
menggunakan Nakhoda dan anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia.
57. BAGI HASIL PERIKANAN NELAYAN umumnya diterapkan oleh pengusaha
perikanan local. Sedangkan perikanan sekala industry tidak menerapkan UU
Bagi Hasil Perikanan, hal ini merugikan nelayan/ABK yang mengakibatkan
nelayan tetap miskin dengan gaji relative kecil jauh dibawah UMR kerja
didarat, sebaiknya dilakukan seragam dengan penerapan UU Bagi Hasil
Perikanan pada seluruh kapal penangkapan ikan tanpa kecuali. UU 16/1964
ttg Bagi Hasil Perikanan lebih tepat karena mengandung sistem modern yg
jelas tegas, fair play, proporsional dan profesional. Dalam kegiatan
penangkapan ikan, sistem gaji sudah tidak tepat dan ketinggalan jaman,
karena itu praktek kapitalisme imperialisme yg bertentangan dg Pancasila
dan agama apapun.
58. Masih adanya praktek ijon
(patronclientship) Tuan-Hamba dalam usaha perikanan sebagai warisan
budaya masyarakat pantai yang sedang dikikis diperangi oleh Negara
dengan menerapkan Program Nasional PNPM Kelautan Perikanan Mandiri yang
bersifat penguatan usaha nelayan dan usaha keluarga nelayan.
59. Segudang masalah diberbagai daerah dengan regulasi berubah-ubah
telat urus dan salah urus, ditambah tekanan kepentingan sector lain
serta pembiaran praktek alat tangkap destruktif berakibat merugikan dan
mematikan sumber kehidupan nelayan kecil/tradisional. Hal ini
menimbulkan geliat kesadaran solidaritas masyarakat yang peduli terhadap
penderitaan nelayan dalam bentuk ormas LSM Perikanan/Nelayan. Tumbuh
menjamur luar biasa banyak nama dan bentuknya ormas LSM perikanan baik
LSM daerah, Nasional ataupun sponsor asing. Hal ini diantaranya
disebakan oleh masalah keadilan akses kesetaraan nelayan yang tidak
jelas dalam praktek dilapangan. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi
nelayan yang tidak pernah tuntas selama zaman reformasi membuat nelayan
makin terorganisir melalui ormas LSM nelayan yang baru yang lebih
aspiratif memperjuangkan nasib nelayan.
60. Menyelesaikan batas
wilayah laut ZEEI dengan negara tetangga, meliputi perbatasan dengan
Malaysia, Filipina, Palau, Papua New Guinea, Timor Leste, India,
Singapura, dan Thailand. Sedangkan batas laut teritorial yang belum
disepakati meliputi perbatasan dengan Singapura (bagian barat dan
timur), Malaysia, dan Timor Leste. Penyebabnya karena Indonesia belum
mempunyai undang-undang tentang pengelolaan wilayah laut, belum ada
lembaga yang memiliki otorita mengatur batas wilayah dengan negara
tetangga dan lemahnya kemampuan diplomasi Indonesia dalam kancah
internasional.
(“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka
berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. QS. Al A’raf/7
:96).
—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar