Sejak tahun 2005 sampai
sekarang Direktorat Jenderal Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) terus melaksanakan dan
meningkatkan upaya pemberantasan illegal
fishing dan perilaku penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan yang merusak (destructive fishing), serta
ditindaklanjuti dengan proses penyelesaian penyidikan tindak pidana perikanan
yang cepat dan akuntabel. Ketiga hal tersebut bahkan telah diputuskan menjadi
indikator kinerja utama Ditjen PSDKP.
Tidak
heran bila kemudian sampai dengan tahun 2011, Ditjen PSDKP telah memeriksa 15.740 kapal, di ad hock 1.116 kapal, ditengelamkan
37 kapal dan dipulangkan 59 kapal. Tim Penyidik Ditjen PSDKP pun telah bekerja
sangat cepat, dengan menyelesaikan proses penyidikan hanya dalam waktu kurang
dari 30 (tiga puluh) hari.
Pencapaian tersebut
menunjukan bahwa Ditjen PSDKP tidak pernah menyerah terhadap segala kekurangan
dan tantangan yang dihadapi, terutama dengan keterbatasan sarana pengawasan
yang dimiliki berupa Kapal Pengawas, yang sampai dengan saat ini baru berjumlah
25 (dua puluh lima) kapal, dan dari jumlah tersebut hanya sebanyak 17 (tujuh
belas) kapal yang layak untuk melaksanakan patroli sampai dengan Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI). Belum lagi keterbatasan dukungan anggaran untuk
melaksanakan patroli dan kegiatan pengawasan lainnya.
“Kita harus terus
meningkatkan kinerja dan inovasi-inovasi cerdas untuk mengantisipasi segala
tantangan yang kita hadapi, jangan sampai kekurangan tersebut menjadi halangan
bagi kita untuk berprestasi” demikian ucap Dirjen PSDKP Syahrin Abdurrahman.
“sangat penting bagi kita untuk terus meningkatkan upaya, terutama dalam pemberantasan
illegal fishing dan destructive fishing, karena hal tersebut
berdampak langsung terhadap kesejahteraan nelayan” imbuh syahrin.
Betapa tidak, kekayaan sumber daya
kelautan dan perikanan sebagai salah satu karunia terbesar dari sang pencipta
untuk bangsa Indonesia sampai dengan saat ini belum mampu dimanfaatkan secara
maksimal untuk kesejahteraan masyarakat khususnya para nelayan. Salah satu
penyebabnya adalah masih maraknya praktek illegal
fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia dan perilaku
penangkapan ikan yang merusak (destructive
fishing).
Ironis memang, bila kita mengacu
pendapat John Rawls dalam bukunya a theory of
justice yang menjelaskan tentang
the difference principle dan the principle of fair equality of
opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial
dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang
paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung.
Istilah
perbedaan sosial-ekonomis dipergunakan untuk memberi
gambaran tentang ketidaksamaan keadaan bagi seorang untuk mendapatkan unsur
pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sedangkan the principle of
fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka
yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan,
pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus
menurut Rawls.
Bicara dalam konteks
nelayan, seharusnya nelayan adalah orang yang paling beruntung, karena
Indonesia sangat kaya akan sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP). Dan
seharusnya justru mereka yang paling memiliki peluang dan prospek untuk
sejahtera. Namun apanyana justru label prasejahtera yang mereka sandang.
Kekayaan sumber daya kelautan dan perikanan yang menjadi hak para nelayan
Indonesia, menjadi dirampas oleh para pelaku illegal fishing. ”kami merasa seperti mengemis di negari sendiri
akibat merajalelanya illegal fishing”
ungkap Tarmizi AJ. Ketua Ikatan Kerukunan Keluarga Nelayan
Anambas (IKKNA) yang diamini oleh T.Mukhtaruddin, Bupati Anambas yang
menerangkan bahwa “akibat maraknya illegal
fishing nelayan kami hanya bisa makan satu kali sehari”.
Menyadari hal ini dan seiring dengan visi KKP untuk mewujudkan Indonesia
sebagai penghasil produk perikanan terbesar, tentu peran pengawasan menjadi
sangat dibutuhkan. Kesuksesan produktifitas di bidang perikanan tangkap tentu
tidak dapat dilaksanakan bila ikan di laut habis dijarah oleh pelaku illegal fishing atau bila jumlah ikan
semakin sedikit akibat perilaku destructive
fishing (menggunakan bom dan racun) yang mengakibatkan bibit ikan dan
lingkungan tempat berkembang biak ikan seperti terumbu karang menjadi rusak.
Demikian halnya dengan usaha budidaya, tidak akan dapat menuai hasil maksimal
bila lingkungan perairannya telah tercemar. Tidak hanya itu, telah terbukti
beberapa kali produk hasil perikanan Indonesia di embargo oleh negara importir
oleh karena dianggap mengandung zat-zat yang berbahaya akibat kegiatan budidaya
atau penanganan dan pengolahan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Setelah tahun 2010 Ditjen PSDKP berhasil mencapai target Indonesia bebas illegal fishing 23 % (dua puluh tiga
persen), maka target untuk tahun 2011 adalah 26 % (dua puluh enam persen)
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia bebas illegal fishing. Target Indonesia
bebas kegiatan merusak SDKP tahun 2011 adalah sebanyak 19 % (sembilan belas
persen). Sedangkan untuk penyelesaian Penyidikan Tindak Pidana Perikanan secara
tepat waktu ditargetkan sebanyak 70 % (tujuh puluh persen). (lihat tabel target
kinerja Ditjen PSDKP)
Untuk mencapai target tersebut Ditjen PSDKP terus meningkatkan peran serta
aktif masyarakat melalui Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), yang saat
ini telah berjumlah sebanyak 1.452 (seribu empat ratus lima puluh dua)
kelompok, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 s/d 15 orang nelayan.
Dirjen PSDKP Syahrin Abdurrahman mengatakan bahwa pola kemitraan dengan nelayan
melalui Pokmaswas ini sangat diperlukan dan akan terus ditingkatkan, ”tujuan
kami adalah agar mereka menjadi pengawas bagi diri mereka sendiri, sehingga
mereka melaksanakan kegiatan perikanan secara bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan, selain itu mereka menjadi kepanjangan mata Ditjen
PSDKP untuk mengawasi WPPRI kita yang sangat luas” terang Syahrin. Selain itu kerjasama
yang sinergis dengan instansi terkait dan Pemerintah Daerah (Pemda) juga terus
ditingkatkan, hal ini diwujudkan dengan semakin dieratkannya Forum Koordinasi
Penanganan Tindak Pidana Perikanan dan yang belum lama ini dilaksanakan adalah
kerjasama dengan
Pemda Kab. Kepulauan Anambas.
”Kerjasama dengan Ditjen PSDKP dilaksanakan untuk melindungi kesejahteraan
nelayan Anambas” ujar Bupati Anambas pada saat penandatangan Kesepakatan
bersama Pengawasan
Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas di
Jakarta pada hari Jumat tanggal 11 Maret 2011. Kerjasama ini dilandasi desakan
para nelayan Anambas yang mengumpulkan 20.000 (dua puluh ribu) tandatangan
untuk meminta Ditjen PSDKP meningkatkan pengawasan di wilayah perairan Anambas.
“kami sangat menyambut baik
dan berterimakasih kepada Bupati Anambas yang telah begitu peduli terhadap para
nelayannya” ujar Syahrin Abdurrahman Dirjen PSDKP. Diharapkan dengan kepedulian
yang tinggi ini maka kesejahteraan nelayan dapat dilindungi. Kepedulian
tersebut sebenarnya juga telah ditunjukan oleh Pemerintah Daerah yang lain, sebut
saja Pemda Kab. Buru Maluku dan Kab. Morotai Selatan yang juga telah meminta
untuk diadakannya kerjasama dengan Ditjen PSDKP.
Dengan melihat hasil
evaluasi kerjasama yang dilaksanakan antara Ditjen PSDKP dengan Pemkab.
Anambas, Bupati Anambas pada tanggal 20 Juli 2011 menyatakan bahwa kerja sama
tersebut telah begitu bermanfaat bagi nelayan, “saat ini nelayan kami telah
merasa tenang dalam mencari nafkah di laut, karena pelaku illegal fishing sudah sangat jarang mereka temui. Dengan cukup
melihat kapal pengawas milik Ditjen PSDKP yang sandar di wilayah kami saja,
para nelayan telah merasa sangat tenang” ujar T. Mukhtaruddin.
Memang nyata bahwa pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan berdampak
langsung terhadap kesejahteraan nelayan. Bila kembali kita merenungi teori
keadilan Jhon Rawls, maka perlindungan hak para nelayan akan ketersediaan dan
kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan merupakan langkah untuk
mewujudkan keadilan bagi mereka. Oleh sebab itu menjadi tanggung jawab kita
bersama untuk menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan untuk
kesejahteraan nelayan dan menjamin keberlanjutan-nya.
BOX 1: Target Kinerja Ditjen PSDKP
PROGRAM
|
SASARAN
|
INDIKATOR KINERJA
UTAMA (IKU)
|
TARGET (%)
|
||||
Capaian
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
|||
Program Pengawasan SDKP
|
Indonesia Bebas Illegal Fishing
Dan Kegiatan yang Merusak SDKP
|
1. Persentase Perairan Indonesia Bebas illegal fishing
|
23
|
26
|
31
|
51
|
60
|
2. Persentase Perairan Indonesia Bebas Kegiatan yang Merusak SDKP
|
15
|
19
|
25
|
33
|
37
|
||
3. Persentase Penyelesaian Penyidikan Tindak Pidana Perikanan secara
akuntabel dan tepat waktu
|
62
|
70
|
72
|
82
|
92
|
BOX 2: Program Pengawasan Ditjen PSDKP
1. Peningkatan Operasional Pengawasan Sumber Daya Perikanan.
2. Peningkatan Operasional Pengawasan Sumber Daya Kelautan.
3. Peningkatan Operasional dan Pemeliharaan Kapal Pengawas.
4. Peningkatan Operasional Pemantauan SDKP dan Pengembangan
Infrastruktur Pengawasan.
5. Percepatan Proses Penyelesaian Tindak Pidana Perikanan,
dan
6. Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis.
Box 3: Strategi Operasional Ditjen
PSDKP
1.
Evaluasi kinerja dan re-orientasi
organisasi PSDKP dalam rangka mewujudkan profesionalisme, efisien dan efektif.
2.
Operasi kapal pengawas di daerah
strategis dan rawan illegal fishing dengan
memobilisasi kapal pengawas milik sendiri maupun bekerjasama dengan TNI-AL,
Polri dan Negara-negara sahabat.
3.
Penerapan peraturan
perundang-undangan di bidang Kelautan dan Perikanan melalui pembinaan, penaatan
dan penindakan hukum yang dapat menimbulkan efek jera.
4.
Pertukaran data dan informasi yang
terintegrasi untuk mendukung pengawasan SDKP dan pembinaan forum koordinasi
antara aparat penegak hukum bidang kelautan dan perikanan melalui
pertemuan-pertemuan dan kegiatan bersama di laut.
5.
Rekrutmen dan pembinaan SDM
Pengawasan melalui seleksi, Diklat. dan pelatihan (in service training).
6.
Pengembangan dan pemanfaatan rancang
bangun infrastruktur pengawasan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan konstalasi
geografis dan daerah rawan strategis.
7.
Mengoptimalkan peran Indonesia di
forum Coordinate Meeting Regional Plan of
Action (RPOA) dalam rangka menanggulangi praktek-praktek illegal fishing dan memperkuat sistem Monitoring, Controlling and Surveillance
(MCS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar