05 November, 2008

DKP DAN KORSEL JAJAKI KEMBANGKAN BIODISEL DARI RUMPUT LAUT

Rumput laut sebagai sumber alternatif energi merupakan hal baru yang harus didukung dan dikembangkan. Mikro alga sebagai biodisel dinilai lebih kompetitif dibandingkan komoditas lainnya. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menjajaki kerjasama dengan Korea Institute of Industrial Technology (KITECH) sebelum mengikuti the 2nd International Bionergy Forum di Seoul, Korea Selatan (30/10).

Kerjasama ini mempertemukan kebutuhan dan potensi dua pihak yang saling menguntungkan. Korea Selatan telah memiliki teknologi untuk memanfaatkan rumput laut sebagai sumber energi, lengkap dengan grand strategy, road map, model dan kegiatannya. Hal ini dipicu oleh kebutuhan yang sangat besar tentang energi, tapi tidak didukung oleh ketersediaan sumberdaya alam di negerinya. Bahan untuk kebutuhan rumput laut tentu memiliki keterbatasan. Dilain pihak, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan pantai yang panjang serta iklim yang hangat sepanjang tahun menyediakan potensi yang besar untuk menyediakan rumput laut sebagai bahan pembuatan bio-energi. Hanya saja, teknologi untuk itu belum dimiliki sehingga membutuhkan mitra untuk saling meraih keuntungan, jangka menengah dan jangka panjang.

Paradigma melihat bahan bakar energi energi sebetulnya dapat dilihat dari perubahan berganti-ganti melalui lima paradigma. Pada awal 1940, negara besar berupaya memperoleh wilayah yang kaya minyak. Termasuk Jepang yang mengincar Asia Tenggara, sehingga menyulut perang dunia di Asia Pasifik dengan Amerika dan sekutunya. Periode kedua, adalah pada saat terjadi perang teluk tahun 1970-an. Krisis minyak terjadi, harganya melonjak tinggi tapi dengan penemuan teknologi baru dan perdamaian dapat diwujudkan, harga minyak mulai normal. Selanjutnya pada tahun 1990-an, masyarakat dunia mulai menyadari adanya ancaman pemanasan bumi (global warning). Kebutuhan terhadap sumber energi yang bersih dibutuhkan, maka diberbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi banyak berlomba menemukan clean technology (teknologi yang bersih). Saat ini, yaitu mulai tahun 2000-an, saatnya masyarakat menggunakan paradigma kelima, yakni mulai menerapkan teknologi biomassa yang terbarukan dan berkelanjutan (renewable and sustainable technology). Dan ini termasuk bioenergi dari rumput laut.

Kerjasama yang akan dikembangkan oleh DKP dan KITECH adalah penelitian, pengembangan serta penerapan bio-teknologi kelautan dan pembangunan lingkungan, dengan ruang lingkup kerjasama meliputi: pengembangan bio-teknologi kelautan dan lingkungan, pertukaran data dan informasi, pertukaran pakar dan peneliti, melibatkan para peneliti dalam workshop dan penelitian bersama, pengembangan budidaya dan pasca panen perikanan, membangun kapasitas sumberdaya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan, mengembangkan pemanfaatan spesies alga yang lebih luas dan metode budidayanya, penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan metode budidaya, alih teknologi dalam pengembangan teknologi baru budidaya rumput laut, pembangunan fasilitas produksi baru, dan kenyamanan dalam pemeliharaan dalam budidaya rumput laut.

Pemanfaatan alga sebagai biodisel sebetulnya menjawab pertentangan dua kutub dalam memanfaatkan biodisel yang berasal dari tanaman daratan, yaitu kutub yang berorietasi pada penggunaan lahan untuk pangan dan kutub yang cenderung mengkonversi lahan untuk bahan baku biodisel dari tanaman sebagai energi terbarukan. Keberadaan rumput laut sebagai sumber energi alternatif tidak akan mengganggu pemanfaatan lahan daratan.

Rumput laut pantas menjadi komoditas utama dalam program revitalisasi perikanan di samping udang dan tuna, karena beberapa keunggulannya, antara lain: peluang ekspor terbuka luas, harga relatif stabil, belum ada quota perdagangan bagi rumput laut; teknologi pembudidayaannya sederhana, sehingga mudah dikuasai; siklus pembudidayaannya relatif singkat yakni hanya 45 hari, sehingga cepat memberikan keuntungan; kebutuhan modal relatif kecil; merupakan komoditas yang tak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya; usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Kegunaan rumput laut sangat luas, dan dekat sekali dengan kehidupan manusia.

Saat ini sumber energi dunia masih didominasi oleh sumber yang tidak terbarukan (minyak, batubara dan gas), yakni sekitar 80,1%, dimana masing-masing adalah minyak sebesar 35,03%, batubara sebanyak 24,59% dan gas 20,44%. Sumber energi terbarukan, tapi mengandung resiko tinggi adalah energi nuklir sekitar 6,3%. Sumber energi yang terbarukan baru sekitar 13,6%, terutama biomassa tradisional sekitar 8,5%. Yang tergolong terbarukan disini termasuk tenaga surya, angin, tenaga air, panas bumi dan bio-energi. Keuntungan penerapan bionergi sudah jelas, yakni: (1) terbarukan dan berkelanjutan, (2) bersih dan efisien, (3) netral dari unsur karbon, malah bisa berdampak negatif terhadap karbon, (4) dapat menggantikan bahan bakar minyak untuk transportasi, (5) mengurangi pemanasan global (global warning) dan pencemaran udara, pencemaran air, dan (6) menjawab ketergantungan pada energi yang tak terbarukan.

Jakarta, 3 November 2008, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi, Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.

Tidak ada komentar: