PANGANDARAN
(5/8) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM)
untuk kesekian kalinya melakukan pelepasliaran benih lobster (BL) di
Pantai Batu Mandi, Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (4/8). Sebanyak 29.600
ekor BL tersebut merupakan hasil penggagalan penyelundupan di perumahan
Alam Sutera, Tangerang oleh Bareskrim Polri sehari sebelumnya, Jumat
(3/8).
Pelepasliaran
BL ini dilakukan BKIPM yang terdiri dari UPT Balai Besar KIPM Jakarta
I, Balai KIPM Jakarta II, Stasiun KIPM Merak, Stasiun KIPM Cirebon, dan
Stasiun KIPM Bandung bersama Bareskrim Polri, Dinas Kelautan Perikanan
dan Ketahanan Pangan Pangandaran, Pangkalan TNI AL (Lanal), dan Kelompok
Masyarakat Pengawas (Pokmaswas ) Pangandaran.
Kepala
BKIPM Rina menyebutkan, koordinasi dan kerja sama ini adalah upaya yang
dilakukan untuk mengawasi pengeluaran sumber daya perikanan yang
dilarang/dilindungi. “Kami (KKP dan Bareskrim) memang sedang memantau
semua lokasi yang kita ketahui menjadi tempat-tempat atau titik-titik
penampungan benih-benih lobster yang akan dilalulintaskan ke luar
negeri,” ungkap Rina sesaat usai pelepasliaran BL.
Menurut
Rina, BL sebanyak hampir 30.000 ekor yang terdiri dari jenis pasir dan
mutiara tersebut sedianya akan dikirim ke Vietnam melalui Singapura.
Benih lobster tersebut disimpan dalam 148 kantong yang masing-masing
berisi sekitar 200 ekor BL. Sebanyak 147 kantong berisi BL jenis pasir,
dan 1 kantong lainnya BL jenis mutiara yang bernilai sekitar Rp4,5
miliar.
Sebelumnya,
BL tersebut diamankan dari 4 (empat) orang pelaku yang terdiri dari 3
warga Jawa Barat dan 1 warga Jawa Timur saat tengah beristirahat di
sebuah gerai makanan cepat saji sekitar pukul 10.30 WIB. Keempatnya
membawa langsung BL tersebut dari pantai di Sukabumi menuju gudang
penyimpanan sebelum akhirnya tertangkap. Saat ini, pelaku masih dalam
pemeriksaan lebih lanjut di Bareskrim Polri.
Rina
berpendapat, penyelundupan BL marak terjadi karena harga tinggi yang
ditawarkan negara tujuan pengiriman. “Hasil pantauan kami, benih lobster
mutiara dijual di Indonesia paling tinggi Rp79.000 – 90.000 per
ekornya. Namun kalau sudah sampai di Singapura kurang lebih USD10
(Rp145.000) per ekornya. Nah kalau benih lobster jenis pasir itu sekitar
Rp18.000 – 26.000 per ekornya. Nanti di sana (Singapura) jadi dua kali
lipat lebih harganya,” jelas Rina.
Namun ia
meminta agar masyarakat tak lagi melakukan penangkapan dan pengiriman BL
karena nilai ekonomi yang didapat tak sebanding bila dibandingkan
dengan membiarkannya besar terlebih dahulu. Ia yakin, pengiriman benih
lobster terus menerus akan mengancam keberlanjutan komoditas lobster di
Indonesia.
Oleh
karena itu, menurutnya BL yang hasil penyelamatan pun harus
dilepasliarkan di tempat yang tepat. Lokasi pelepasliaran harus cocok
untuk tempat hidup lobster di antaranya ditandai dengan adanya terumbu
karang sebagai tempat makan dan berlindung lobster, seperti di Batu
Mandi ini. Guna mencegah penangkapan BL kembali terjadi, KKP juga
bekerja sama dengan masyarakat sekitar yang tergabung dalam Pokmaswas
penggerak konservasi. Dilengkapi dengan kapal pengawas konservasi,
mereka akan memastikan BL tersebut tidak akan ditangkap sebelum mencapai
ukuran yang diperbolehkan.
Terbukti,
berdasarkan informasi dari masyarakat, saat ini di Batu Mandi lobster
sudah berkembang, meskipun belum ada yang menangkap karena patuh pada
aturan. Bahkan menurut nelayan, lobster juga mulai menyebar ke lokasi
lain yang cukup jauh dari lokasi pelepasliaran dan sudah mulai ditangkap
masyarakat untuk kebutuhan lebaran beberapa waktu lalu.
Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar