Menanggapi hal ini, Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengaku tidak habis mengerti kenapa kementeriannya mendapatkan status disclaimer. Padahal, kata dia, pada dua pekan lalu saat dipanggil Anggota BPK Rizal Djalil, dia bersama Inspektorat Jenderal dan seluruh Dirjen di KKP sudah memberikan penjelasan.
"Irjen dan seluruh Dirjen saya bawa saat itu, bicara tentang beberapa hal yang sudah kami counter dan respons. Namun kelihatannya seluruh respons kita tidak dihitung dan tidak dimasukkan, saya tidak tahu persoalannya," kata Susi di Hotel Imperial Tokyo, Jepang, Kamis (31/5).
Susi mengatakan pihaknya telah berusaha maksimal untuk mengelola keuangan dengan baik. Bahkan, dia juga mengusung program Susinisasi yang merupakan penghematan anggaran di KKP.
Dalam tiga tahun terakhir yakni 2015-2017, hasil program tersebut telah menghemat anggaran hingga Rp 8,3 triliun dari hasil self blocking anggaran yang tidak perlu. Program ini juga diapresiasi banyak pihak.
"Tahun ini saya amankan untuk blocking tidak ada pemborosan Rp 1,8 triliun. Saya tidak mengerti, saya tidak tahu lagi, KKP ini satu-satunya yang mengembalikan dengan penghematan. Dengan tahun 2018 ini jadinya hampir Rp 10 triliun kembali ke pemerintah. Jadi disclaimer, dan saya mencoba menghemat," ujarnya.
BPK 'Tidak Menyatakan Pendapat' atau disclaimer atas laporan keuangan KKP. Disclaimer diberikan kepada KKP di antaranya menyangkut pembatasan pada lingkup belanja modal dan belanja barang.
"BPK tidak memiliki keyakinan yang memadai untuk menyertakan opini kewajaran atas laporan keuangan KKP," demikian dalam keterangan BPK.
Sementara itu dimintai tanggapannya soal ini, Inspektur Jenderal KKP M. Yusuf menyatakan belum bisa berkomentar. "Hingga kini KKP belum menerima laporan keuangan tersebut, jadi saya belum tahu apa saja isinya," kata mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu kepada kumparan.
BPK: Laporan Keuangan KKP dan Bakamla Disclaimer
BPK: Laporan Keuangan KKP dan Bakamla Disclaimer
BPK beralasan disclaimer diberikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan di antaranya pembatasan pada lingkup belanja modal dan belanja barang.
Sedangkan pada Bakamla karena aset tetap konstruksi dalam proses tidak dapat diyakini keberadaannya, serta pembatasan lingkup pemeriksaan.
"BPK tidak memiliki keyakinan yang memadai untuk menyertakan opini kewajaran atas laporan keuangan KKP dan Bakamla," demikian dalam keterangan BPK, Kamis (31/5).
KKP pada tahun lalu juga mendapat disclaimer dalam laporan keuangan 2016. Musababnya soal pengadaan barang, yaitu kapal. Dalam laporannya, KKP menganggarkan Rp 209 miliar untuk pengadaan kapal nelayan sebanyak 750 kapal. Namun hingga Desember 2016, baru 48 kapal yang rampung.
Adapun secara keseluruhan untuk laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2017 BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Ada 13 temuan berupa kelemahan pengendalian internal dan 5 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Pemeriksaan mencakup 87 kementerian/lembaga dan 1 Bendahara Umum Negara di mana jumlah yang menerima predikat WTP bertambah dibanding tahun lalu.
Adapun jumlah kementerian/lembaga yang meraih predikat WTP tahun 2017 sebanyak 80, yakni 6 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan 2 BPK Tidak Memberikan Pendapat (TMP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar