Indonesia mengajak negara-negara ASEAN bersama mengamankan wilayah
perairan dan memerangi pencurian ikan untuk menciptakan laut
berkelanjutan sehingga memberikan kemakmuran bagi rakyat kawasan Asia
Tenggara.
"Kerjasama regional menjadi penting saat ini. Dibutuhkan komitmen nasional, regional dan internasional untuk memerangi IUU fishing,”
ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
Rifky Effendi Hardijanto pada dialog tingkat tinggi ASEAN di Jakarta,
Selasa, 8 Mei 2018.
IUU fishing (illegal, unreported, unregulated fishing)
adalah kegiatan perikanan tidak sah, tak dilaporkan pada institusi
pengelola perikanan yang berwenang, dan kegiatan perikanan yang belum
diregulasi.
Menurut Rifky, praktik ilegal ini juga banyak dilakukan oknum dari
beberapa negara tetangga seperti Vietnam dan Filipina sehingga perlu
pencegahan dan penegakan hukum dan.
"Ini kampanye kita agar negara ASEAN turut serta mengampanyekan untuk mengimbau rakyatnya agar tidak melakukan IUU fishing. Kalau semua berpartisipasi, combating IUU fishing bisa lebih efektif," katanya.
Dia menambahkan IUU fishing sudah menjadi kejahatan transnational teroganisir yang melibatkan banyak negara.
Dampak pencurian ikan, lanjutnya, membuat pasokan ikan menurun sehingga berakibat nelayan kehilangan mata pecariannya. "Tidak hanya kapal asing yang mencuri ikan, tapi kapal domestik yang
menangkap ikan melebihi kuota juga termasuk IUU fishing," katanya.
Menurut data KKP, 363 kapal ilegal sudah ditenggelamkan sejak tahun
2014 hingga 2017 dengan rincian milik nelayan dari Vietnam (188 kapal),
Filipina (77 kapal), Malaysia (52 kapal), Thailand (22 kapal), Indonesia
(19 kapal), Papua New Guinea (2 kapal), Belize, China dan Nigeria
(masing-masing 1 kapal).
Produksi perikanan Indonesia meningkat dari 20,94 juta ton pada 2014 menjadi 24,15 juta ton pada akhir tahun 2017.
"Ini contoh adanya perubahan positif dari pencegahan IUU fishing," kata Rifky.
Blue economy
Penasehat Kebijakan Perikanan Japan International Corporation Agency
(JICA), Ichiro Nomura, mengatakan permasalahan yang terjadi di ASEAN
antara lain tidak tersedianya informasi mengenai data perikanan dan
managemen perikanan kurang efektif. "Butuh data lebih rinci untuk jumlah stok ikan dan statistik yang akurat," katanya.
Menurut data, ujarnya, Indonesia menjadi penghasil kedua produksi
ikan dengan 14.3 juta ton pertahun setelah China yang menghasilkan 58.7
juta pertahun. "Ini menyebabkan overeksploitasi dan overcapacity. Karena itu dibutuhkan manajemen yang efektif," ujar Ichiro.
Menanggapi hal itu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) - Indonesia, Moh. Abdi Suhufan mengatakan sejak tahun 2011, blue economy sudah menjadi kajian di Indonesia, tapi implementasinya masih lemah.
"Kajiannya itu-itu saja. Tidak diadopsi dalam kebijakan dan program
pemerintah. Jadi tidak ada contoh nyata, apalagi keberhasilan dan
dampak,” katanya.
Menurutnya, pemerintah perlu mendesain program blue economy lebih membumi sesuai konteks masalah yang dihadapi negara dan masyarakat.
Program nasional "seperti industrialisasi perikanan mesti menjadi contoh implementasi blue economy. Skala program blue economy sebaiknya nasional bukan proyek kecil yang skala dan dampak tidak terlalu signifikan dan berbiaya mahal," imbuhnya.
Ramah lingkungan
Sementara itu, Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pudjiastuti
mencari dukungan dari nelayan terhadap kebijakan penenggelaman kapal
asing pelaku pencurian ikan.
Menurutnya, penenggelaman kapal pencuri ikan adalah paling tepat yang terbukti bisa mengembalikan kedaulatan laut Indonesia.
“Kenapa itu satu-satunya cara yang bisa menyelesaikan persoalan?
Kalau tidak (ditenggelamkan), (sebaliknya) dilelang harganya Rp100 juta,
kembali lagi yang punya mafia lagi. Bulan depan tangkap lagi (kapal
pencuri) yang sama. Bikin kerjaan tidak selesai-selesai,” katanya.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengajak para nelayan untuk beralih menggunakan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.
“Karena nelayan kita yang pakai cantrang enggak sedikit. Sehingga
semua pindah ke jaring yang ramah lingkungan. Kita jangan berpikir
pendek, setahun, dua tahun. Kita harus berpikir ada anak, cucu, cicit
untuk kekayaan laut kita,” ujarnya saat menemui 350 nelayan di Istana
Negara, Selasa.
Dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar, disebutkan
penggunaan alat tangkap ikan ramah lingkungan dipercaya dapat menjaga
kondisi kekayaan laut sehingga perairan nasional dapat dimanfaatkan
untuk generasi mendatang.
Dia bercerita, saat mengunjungi Pangandaran beberapa waktu lalu
sempat diberitahu nelayan setempat bahwa sudah sangat sulit menemukan
ikan dengan jenis tertentu, seperti ikan kakap putih.
"Ini yang harus dikembalikan lagi, agar ikan-ikan itu kembali," ujarnya.
Dia menambahkan, kebijakan mengupayakan peralihan alat tangkap yang
lebih ramah lingkungan bukan untuk menyulitkan para nelayan. Namun, itu
semua dilakukan demi keberlangsungan hidup para nelayan.
https://www.benarnews.org/indonesian/berita/indonesia-asean-iuu-fishing-05082018141413.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar