KKPNews, Ambon – Lebih dari 20
anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Myanmar berkumpul di aula
Pelabuhan Perikanan Ambon untuk dipenuhi haknya. Mereka adalah ABK
asing, korban human trafficking yang sudah bertahun-tahun bekerja di kapal-kapal Indonesia tanpa dibayar.
Sebelum diberi upah oleh perusahaan,
para ABK harus diverifikasi terkait lama waktu bekerja, jabatan atau
posisi kerja dan jumlah kapal yang pernah diikuti tapi belum dibayar.
Kepala Pelabuhan Perikanan Ambon, Cholik
Syahid mengatakan, besaran upah ABK per bulannya berbeda-beda
tergantung jabatannya di atas kapal. Upah mereka pun dibayar dengan
rupiah.“Kalau foreman itu 10 ribu bath (mata uang Myanmar) Kalau koki
itu 12 ribu bath. Jadi pembayarannya harus dikurskan dalam rupiah. Jadi
dianggap 1 bath itu Rp.390,-”, katanya, Selasa (12/1).
Proses verifikasi bisa sangat alot. Hal
ini dikarenakan perusahaan tempat mereka bekerja terlalu lama melakukan
negosiasi. Alhasil titik kesepakatan pun tidak ditemukan. Sehingga
verifikasi harus ditunda dan dilanjutkan kembali di hari berikutnya.
Sementara itu, “Jadi perlu bukti-bukti
yang menyatakan bahwa, berapa lama dia bekerja di kapal itu, berapa lama
bekerja di perusahaan mana, dan biasanya dibayar berapa begitu. Karena
selama ini, hampir tidak berani bayar. Karena hutang-hutang mereka itu
kan banyak, kalau dibayar semua, kan ada batas kemampuan perusahaan
untuk membayar. Sehingga mereka negolah,“ Yunus Husein, kepala Satgas
IUUF Ambon.
Saat ini, tak kurang dari 400 ABK
Myanmar sudah diamankan dari perairan Maluku. Sebagian besar dari mereka
sudah diberi upah dan dipulangkan ke negara asalnya. Kini tersisa
sekitar 70 ABK yang masih menunggu untuk diverifikasi dan mendapat upah
bekerja yang bisa menjadi bekal kembali ke kampung halaman.
(MD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar