Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menggelar kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) Gerakan Nasional (GN)
Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia sektor kelautan di di balai
pertemuan Baileu Siwalima, Karang Panjang, Kota Ambon, tanggal 11 – 12 Mei
2015. Kegiatan monev dilakukan untuk
lingkup tiga provinsi, yakni Provinsi Maluku, Papua, dan Papua Barat, yang
dihadiri pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja, pimpinan 24 kementerian/lembaga serta
empat gubernur serta bupati dan walikota dari tiga provinsi tersebut.
Kegiatan diawali dengan Rapat Persiapan Operasional Kapal Pengawas dalam
Rangka mengantar rombongan Tim Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional
Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kelautan di Laksanakan pada hari Senin tanggal 11 Mei 2015 pukul
9.00 WIT di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku di Kota Ambon
yang dipimpin oleh Bapak Saifuddin Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
Kemudian dilanjutkan Rapat Teknis dan Penjelasan Rencana Aksi Gerakan
Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kelautan oleh Tim
Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam KPK pada hari Senin tanggal 11 Mei
2015 pukul 14.00 WIT di Kantor Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Maluku di
Kota Ambon yang dipimpin oleh Bapak Saifuddin Sekretaris Inspektorat Jenderal
Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Bapak Dian Patrian dari Komisi
Pemberantasan Korupsi dengan peserta Tim Teknis dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dan Kabupaten Kota se
Propinsi Maluku, Papua dan Pupua Barat.
Esok harinya dilakukan Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional
Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kelautan pada hari Selasa
tanggal 12 Mei 2015 pukul 08.00 WIT di Balai Pertemuan Baileu Siwalima.di Kota
Ambon, Peserta adalah Tim Teknis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dan Kabupaten Kota se Propinsi
Maluku, Papua dan Pupua Barat, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kemenpolhukam,
Kemenkumham, Kemenko Kemaritiman, Kemnko Perekonomian, Kemenham, Kemendagri,
Kmenlu, Kemenhub, Kemenkeu, Kemen-PPN/Bappenas, Kemen PAN dan RB, Kemen ATR/BPN,
Kemen Perdegangan, Kemen Perindustrian, Kemen ESDM, Kemen Pariwisata, KemenLHK,
TNI Angkatan Laut, BIG, BKPM, BPK, BPKP, Bakamla, Badan Koordinasi Penataan
Ruang Nasional, Kepala Bapeda Propvinsi Maluku, Papua dan Papua Barat,
Universitas Perguruan Tinggi, LSM (Civil Society Organization) dan Media Massa,
Acara diawali menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya lalu pembukaan
oleh Bapak Adnan Pandu Praja Pimpinan
KPK. Setelah itu Paparan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan judul
Pengelolaan Ruang Laut dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan yang dibawakan staf
ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, paparan selanjutnya oleh perwakilan
masing-masing propinsi yang diwakili oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi dengan paparan Progres Implementasi 4 fokus Area Rencana Aksi
Pemerintah Daerah, 1). Penyusunan Tata Ruang Wilayah Laut, 2). Penataan
Perizinan, 3). Pelaksanaan Kewajiban Para Pihak, 4). Pemberian dan Perlindungan
Hak-Hak Masyarakat. Selanjutnnya tanggapan atas Progres Pelaksanaan Rencana
Aksi oleh Peserta Rapat lalu Konferensi Pers oleh Pimpinan KPK, Kementerian
Kelautan dan Perikanan dan pimpinan daerah.
Rombongan Tim
Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam
Indonesia Sektor Kelautan meninjau Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual dan
kapal-kapal perikanan yang sedang tambat dan berlabuh pada Selasa tanggal 12
Mei 2015 pukul 13.00 WIT dengan
menggunakan Kapal Pengawas KP. Hiu Macan 006 yang dikomandani Eko Priyono,
S.St.Pi. berlayar dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon menuju perairan Teluk Dalam, lokasi dimana
Kapal-kapal tangkapan termasuk MV Hai Fa berlabuh. Setelah merapat, Adnan
Pandu bersama sejumlah stafnya kemudian melakukan sidak di kapal. Rombongan
diterima Nakhoda MV Hai Fa, Zhu Nian Le. Adnan langsung menanyakan kondisi
kapal maupun ABK dari Zhu Nian Le melalui perantaran salah satu ABK yang bisa
berbahasa Inggris. Namun karena keterbatasan pemahaman bahasa Inggris dari ABK
tersebut membuat keinginan Adnan yang mendalami pelanggaran yang dilakukan
kapal yang memuat 23 ABK berkembangsaan Tiongkok tersebut terhambat. Setelah
satu jam berada dia atas MV. Hai Fa rombongan kembali ke dermaga Pelabuhan Perikanan
Nusantara Ambon.
Kegiatan
penyelamatan sumberdaya alam Indonesia pada prinsipnya mendorong perbaikan
sistem untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dan kerugian keuangan
negara. Perbaikan sistem ini menjadi bagian dari upaya perbaikan tata kelola
sektor sumberdaya alam untuk mewujudkan amanat UUD 1945 demi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Secara khusus, gerakan nasional penyelamatan sumberdaya alam
memiliki tujuan yakni: 1. Sektor Kelautan : a. Penegasan dan penegakan
kedaulatan serta hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia atas wilayah
laut melalui penegasan batas wilayah laut Indonesia, pengaturan pengelolaan
ruang laut dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalamnya. b. Mendorong
perbaikan tata kelola sektor kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
dengan memperhatikan aspek keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian
hukum, kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan,
desentralisasi, akuntabilitas, dan keadilan. c. Perbaikan sistem pengelolaan
ruang laut dan sumberdaya kelautan untuk mencegah korupsi, kerugian keuangan
negara dan kehilangan kekayaan Negara.
Di sektor kelautan, hasil
kajian KPK di tahun 2014 tentang Sistem Pengelolaan Ruang Laut dan Sumberdaya
Kelautan Indonesia, menunjukkan sejumlah persoalan. Setidaknya 8 permasalahan
utama di sektor kelautan sebagai berikut :
1) Tata Batas Wilayah laut Indonesia Yang Belum Jelas. Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1987 Jaminan memberikan tu Negara Pantai / gatra kepulauan Terhadap wilâyah laut teritorial Dan hak berdaulat PADA wilâyah laut hearts zona Tambahan Dan zona Ekonomi Eksklusif. UU Kelautan JUGA menjamin adanya penegakan Kedaulatan Dan hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tetapi akan, Hingga Saat Suami sebagian Batas Wilayah laut Indonesia Belum Jelas KARENA Batas Wilayah DENGAN gatra Tetangga Belum ditetapkan. Hingga Akhir Desember 2014, Terdapat beberapa segmen Perbatasan DENGAN gatra Tetangga Yang Belum diratifikasi, Belum disepakati, Dan Belum dirundingkan. Persoalan Batas Wilayah laut JUGA diperumit Diposkan adanya penunjukan PENGGUNAAN Garis pangkal kepulauan Saja Sesuai amanat UU DENGAN Kelautan, & e PADA setidaknya 31 segmen diperlukan PENGGUNAAN Garis pangkal biasa / normal. Akibatnya Luas Wilayah laut Indonesia Yang definitif Dan Diakui Beroperasi Bersama Diposkan lintas Kementerian / Lembaga. Demikian pula DENGAN Jangka Waktu pulau Yang ADA sebelumnya Saat ini Yang Belum pasti, Dimana Indonesia mengklaim memilik SEKITAR 17.000 pulau, namun Yang Telah diidentifikasi Dan didaftarkan KE PBB baru sebanyak 13.000 SEKITAR pulau.
2) Penataan ruang laut yang
belum lengkap dan masih bersifat parsial. UU No. 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU Pesisir) menyebutkan
bahwa pengelolaan wilayah pesisir, pulaupulau kecil, hingga laut sejauh 12 mil
mencakup kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumberdaya serta proses alamiah
secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menjaga keutuhan 5 | Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam NKRI. Salah
satu kegiatan perencanaan yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah
penyusunan rencana tata ruang wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
Namun hingga desember 2014, baru rencana zonasi tata ruang wilayah yang telah
disusun. Disisi lain, penggunaan ruang laut selama ini telah mencakup berbagai
sektor kegiatan antara lain perikanan, pelayaran, pariwisata, pertambangan, dan
lain sebagainya. Ketiadaan rencana tata ruang tersebut menjadikan penggunaan
ruang oleh berbagai sektor menjadi tumpang tindih, penggunaan yang tidak
optimal, dan berpotensi menciptakan kerusakan sumberdaya alam.
3) Peraturan perundang-undangan yang belum
lengkap dan masih tumpang tindih satu sama lain. Pengelolaan ruang laut dan
sumberdaya kelautan di Indonesia setidaknya harus tunduk pada berbagai turan
perundang-undangan yang berlaku. Aturan perundang-undangan tersebut antara lain
terkait dengan UU Perairan, UU Kelautan, UU Pesisir dan pulau-pulau kecil, UU
Perikanan, dan UU Pelayaran. Dalam melaksanakan amanat undang-undangan
tersebut, pemerintah harus menyusun sejumlah aturan pelaksana mulai dari
peraturan pemerintah, peraturan presiden hingga peraturan menteri. Akan tetapi
hingga akhir tahun 2014, aturan pelaksana tersebut belum sepenuhnya
diselesaikan. Disisi lain, substansi yang diatur dalam setiap undang-undang
tersebut belum lengkap dan masih terlihat tumpang tindih satu dengan lainnya.
4) Tidak terkendalinya
pencemaran dan kerusakan di laut. Aturan perundang-undangan mewajibkan
dilakukannya pengendalian terhadap kegiatan yang dapat mencemari dan
menimbulkan kerusakan di laut. Dengan demikian, Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah wajib menyelenggarakan sistem pencegahan dan penanggulanagn pencemaran
dan kerusakan lingkungan laut. Dalam faktanya, kerusakan dan pencemaran pesisir
dan laut sangat marak terjadi diberbagai kawasan di Indonesia seperti kerusakan
terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, hingga pencemaran air laut oleh
limbah domestik, industri dan tumpahan minyak di laut.
5) Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di
laut. Berbagai kasus pelanggaran hukum di laut seperti penangkapan ikan illegal
(IUU Fishing: Illegal, Unregulated, Unreported Fishing), pencemaran, penggunaan
bahan peledak, penyelundupan, dan sebagainya menunjukkan bahwa laut menjadi
salah satu pintu utama kejahatan. Hal ini disebabkan selama ini penegakan hukum
di laut lemah oleh karena kombinasi dari sejumlah faktor seperti 6 | Gerakan
Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam sarana dan prasarana patroli laut yang
tidak memadai dan jumlah petugas pengamanan yang tidak berbanding lurus dengan
luas wilayah laut yang harus diawasi.
6) Sistem data dan informasi
terkait wilayah laut, penggunaan ruang laut, dan pemanfaatan sumberdaya yang
ada didalamnya, belum lengkap dan tidak terintegrasi. Pemanfaatan laut untuk
kepentingan navigasi, perikanan, perizinan dan kepentingan lainnya harus
dicatatkan dalam sistem data dan informasi yang berbasis IT. Akan tetapi,
hingga saat ini sistem data dan informasi tersebut masih bersifat parsial dan belum
sepenuhnya didesain untuk dapat memonitoring kegiatan disektor kelauatan secara
real time.
7) Belum optimalnya penerimaan negara dari
pemanfaatan ruang laut dan sumberdaya yang ada di dalamnya. Penerimaan negara
dari perikanan tangkap yang menggunakan sumberdaya dari laut, relatif masih
sangat kecil. Rata-rata persentase Penerimaan Negara Bukan Pajak dari perikanan
tangkap hanya sebesar 0,3% dari total nolai produksi sektor tersebut yang
sebesar Rp 77,3 Triliun pada tahun 2013.
8) Belum optimalnya program
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan
hidupnya pada laut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan berbagai
pihak untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang selama
ini menjadi kelompok masyarakat paling miskin di Indonesia. Namun upaya
tersebut sepertinya belum berjalan optimal karena hingga saat ini kesejahteraan
masyarakat nelayan belum mengalami peningkatan secara signifikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar