Menteri Kelautan Perikanan Sharif C. Sutardjo mengklaim kawasan pesisir dan lautan Indonesia berpotensi menyerap karbon sekira 138 juta ton ekuivalen per tahun atau lima kali lebih besar dibanding potensi penyerapan ekosistem hutan tropis di Indonesia. Potensi penyerapan karbon itu dapat mengurangi 25 persen emisi karbon global.
“Jumlah penyimpanan karbon yang tinggi ini menunjukkan bahwa ekosistem mengrove dan laut dapat memainkan peranan penting dalam mitigasi perubahan iklim,” katanya dalam sambutan pembukaan acara International Blue Carbon Symposium (IBCS) di Manado Convention Center pada Kamis (15/5), di Manado Sulawesi Utara.
Sharif mengutip satu hasil analisa global bahwa padang lamun (seagrass)terutama pada sedimennya berpotensi menyimpan 830 ton karbon ekuivalen per meter kubik per tahun.
Sebagai negara kepulauan tropis terbesar, Indonesia menjadi kawasan segitiga terumbu karang (coral triangle) terluas di dunia. Sebesar 52 persen ekosistem terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.
Iklim tropisnya juga membuat kawasan pesisir Indonesia menjadi tempat yang cocok untuk pertumbuhan hutan bakau (mangrove), padang lamun dan rumput laut. “Indonesia memiliki ekosistem mangrove sekitar 3,1 juta hektar atau 23 persen dari mangrove dunia dan 30 juta hektar padang lamun yang terluas di dunia,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan.
Untuk mengetahui potensi penyerapan karbon tersebut yang lebih akurat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Balitbang KKP) dengan United Nations Environment Programme (UNEP) bekerjasama dalam program karbon biru (blue carbon) sejak 2010 untuk meneliti potensi karbon secara menyeluruh pada ekosistem pesisir dan laut. Hasil penelitian tersebut nantinya digunakan untuk pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan termasuk dalam hal adaptasi dan mitigasi perubahan iklim kawasan pesisir.
Pada kesempatan yang sama, Jerker Tamelander, Head of Coral Reef Ecosystem UNEP melihat karbon biru belum sepenuhnya diperhatikan dalam program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
“Kita pada posisi untuk mengukur seberapa pentingnya karbon biru berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Dan bagaimana potensi kelautan bisa membantu mitigasi perubahan iklim dan juga adaptasi dan pembangunan berkelanjutan,” jelasnya.
Jerker melihat ekosistem laut dan pesisir memang berpotensi menyerap karbon dan yang paling penting adalah bagaiman potensi tersebut memang digunakan untuk penanganan perubahan iklim. Rusaknya ekosistem laut dan pesisir akan turut mengemisi karbon ke udara, dan akhirnya berpengaruh terhadap perubahan iklim.
IBCS merupakan salah satu dari rangkaian acara World Coral Reefs Conference (WCRC) 2014. IBCS 2014 merupakan ajang komunikasi dan berbagi para pakar kelautan dan pesisir dari berbagai negara seperti Indonesia, Australias, Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nigeria, Pakistan, Inggris, Mauritius, Amerika. Selain itu perwakilan organisasi internasional juga turut hadir seperti UNEP dan Conservation International.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar