31 Maret, 2014

Mengawasi Laut Nusantara Dengan Pentungan

Illegal fishing merupakan masalah serius yang sering kali terjadi di wilayah perairan Indonesia terutama di  perbatasan. Hal ini disebabkan pada beberapa wilayah laut perbatasan Indonesia memiliki kelimpahan ikan target yang bernilai ekonomis tinggi dan sekaligus intensitas pengawasan perikanan yang dilakukan terhadap wilayah perbatasan acapkali sangat lemah oleh aparat negara. Salah satu lokasi yang kerap dijadikan sebagai wilayah illegal fishing yaitu di kawasan perairan Pulau Maratua, Kalimantan Timur. Pulau yang berpenduduk 3.195 jiwa ini  merupakan salah satu pulau  terluar berpenduduk  Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia.


Kepulauan Maratua sendiri memiliki gugusan pulau-pulau kecil yang menjadi tempat berkembang biaknya beberapa jenis penyu. Pada setiap tahunnya terutama musim angin selatan di kawasan pulau Maratua dikenal sebagai jalur migrasi beberapa jenis penyu seperti penyu sisik dan penyu hijau. Penyu-penyu tersebut biasanya menjadikan Pulau Sambit dan Pulau Belambangan sebagai tempat bertelur dan memijah. Aktivitas penyu pada musim ini banyak dimanfaatkan oleh nelayan lokal dan nelayan asing untuk melakukan eksploitasi penyu dengan pencurian telur dan penangkapan penyu.

Metode dan strategi eksploitasi tersebut dilakukan dengan cara memanfaatkan kondisi perairan yang kaya sumberdaya namun minim pengawasan dari petugas. Pelaku pencurian sangat efektif dan mereka melengkapi dirinya dengan kapal motor cepat, senjata dan memiliki pemahaman yang baik terhadap perilaku dari target buruannya. Pada malam hari, kapal pelaku berlabuh di perairan internasional hal ini cukup efektif karena perairan internasional cukup jauh dan di periaran tersebut mereka cukup aman terhindar dari patroli petugas Indonesia. Saat dinihari mereka mendekati lokasi pulau dan selanjutnya menggunakan kapal motor jet yang ukurannya lebih kecil (menyerupai jet ski) yang memudahkan mereka masuk ke perairan dangkal bahkan pada kedalaman 40 cm dan menangkap penyu-penyu yang sedang bertelur di daratan pulau.

Sejauh ini, Satuan kerja pengawasan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau dan pihak Angkatan Laut setempat memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan karena minimnya biaya operasional yang dimiliki. Biasanya satuan pengawasan melakukan patroli bersama apabila ada bantuan bahan bakar dan logistik lain yang disediakan. Apabila tidak ada bantuan logistik dan BBM biasanya hanya satker yang berjalan sendiri itupun hanya sesekali. Satker pengawas ini sudah mendapat pelatihan khusus dalam kegiatan pengawasan dan sudah mendapat sertifikat menembak senjata api laras panjang serta linsensi untuk langsung melakukan penyidikan di tempat, namun sayangnya setelah pelatihan pengawasan tersebut, anggota satker yang sudah memiliki kapasitas dan bersertifikasi tersebut tidak diberi fasilitas yang memadai. Ibaratnya, tanggungjawab yang begitu besar untuk melakukan pengawasan laut tapi fasilitas yang diberikan sangat jauh dari standar atau hanya sekedar di beri pentungan. Dengan modal pentungan inilah Satker pengawasan melakukan patroli pengawasan dan sulit melakukan tindakan tegas apabila menemukan kapal-kapal yang melakukan aktivitas illegal fishing dan penjarahan penyu di kawasan perairan Maratua.

Sampai dengan tahun 2014 Indonesia hanya memiliki 27 unit kapal pengawas perikanan untuk mengcover seluruh wilayah perairan Indonesia. Hal ini tentunya sangat minim dibandingkan dengan luasnya perairan yang harus dijaga. Jika hanya menunggu ketersediaan jumlah unit kapal untuk mengawasi dan menjaga kekayaan sumber daya laut nusantara maka membutuhkan waktu yang sangat lama. Belum lagi harus diakui bahwa alokasi pembiayaan pengawasan perikanan setiap tahunnya semakin menurun serta minimnya inovasi strategi dan program pengembangan kelautan yang mendukung pengelolaan sumberdaya laut kita secara berkelanjutan.  Kemudian menjadi kekhawatiran kita adalah  sampai pada waktunya nanti kapal-kapal siap beroperasi namun tidak ada lagi yang bisa dijaga dan diselamatkan.

Pemerintah Indonesia perlu segera memperkuat dan memprioritaskan upaya penanggulangan illegal fishingdi wilayah perbatasan yang kaya akan sumberdaya perikanan. Selain menggalang dukungan dan kemampuan dalam negeri melalui kerjasama lintas sector dan berbagai pihak, Indoneia perlu menjalin kerjasama internasional khususnya dengan negara-negara di kawasan ASEAN untuk bekerjasama mengawasi perairan perbatasan masing-masing negara guna meminimalkan praktek illegal fishing. Pelakuillegal fishing baik dari negara tetangga maupun nelayan Indonesia sendiri harus mendapat tindakan hukum yang menimbulkan efek jera.  Agar aktivitas illegal fishing tidak menjadi  momok yang menakutkan dan tidak pula menjadi masalah klasik tanpa solusi di negeri indah ini. (Tim DFW-Indonesia)
 
Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia
Gedung SME Tower Lantai 10
Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 94
Jakarta Selatan, 12780, Indonesia
Phone : 021-7981872 / 79181105
Fax: 021-7981409 Email : info@dfw.or.id

Tidak ada komentar: