Merdeka.com - Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) mengakui, kegiatan pencurian ikan (ilegal
fishing) dijalankan dengan bermacam modus. Buat menangkalnya, salah satu
andalan pemerintah adalah logbook, alias buku catatan di pelabuhan.
Direktur Pelabuhan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT)
Bambang Sutejo menyatakan, data dari buku catatan di setiap pelabuhan
ikan merekam aktivitas kapal yang melanggar hukum.
"Semua kapal ikan harus mengisi logbook, distribusi ke mana saja,
berapa jumlah ikan, kalau ada yang ilegal pasti terlihat," ujarnya di
kantornya, Jakarta, Jumat (14/3).
Ditengarai muncul modus baru pencurian ikan, salah satunya muncul di
Ambon, Maluku. Kapal kecil yang tak punya surat-surat bersandar di
pantai kecil, lantas ikannya diangkut truk, masuk ke kapal besar yang
punya izin resmi.
Kendati prosesnya melibatkan aktivitas distribusi darat, KKP optimis
logbook bisa menangkal itu. Tak cuma buku catatan syahbandar, nantinya
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) juga dipakai buat menilai
kecocokan muatan kapal. Khususnya yang diarahkan buat ekspor.
"Minimal mengurangi lah, karena kita tahu, maling sama polisi lebih cepat malingnya," kata Bambang. Dia pun mengatakan ulah pencuri ikan macam-macam. Bahkan SHTI yang
jadi dokumen kunci untuk pengawasan ada yang memperjualbelikan atau
memalsukan.
Bambang mencontohkan ulang sebuah perusahaan eksportir ikan tahun
lalu ke Spanyol. Tapi dia optimis jurus-jurus nakal seperti itu bisa
ditangani. Alasannya, SHTI terkoneksi antar otoritas perikanan di
seluruh dunia.
"Memang ada yang coba-coba, 1 kontainer, masuk Spanyol dibendung.
Tanya ke kita, saya bilang itu ilegal, langsung dibakar di tempat. Jadi
yang rugi mereka sendiri," bebernya.
Meski demikian, penangkalan ilegal fishing itu baru mencakup kapal
yang bersandar di pelabuhan. Faktanya, KKP mengakui praktik illegal
fishing ini mengakibatkan negara rugi hingga Rp 17 triliun per tahunnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar