15 Maret, 2014

KKP hanya andalkan buku catatan buat cegah pencurian ikan

KKP hanya andalkan buku catatan buat cegah pencurian ikan
nelayan. CHEN WS / Shutterstock

Merdeka.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengakui, kegiatan pencurian ikan (ilegal fishing) dijalankan dengan bermacam modus. Buat menangkalnya, salah satu andalan pemerintah adalah logbook, alias buku catatan di pelabuhan.
Direktur Pelabuhan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Bambang Sutejo menyatakan, data dari buku catatan di setiap pelabuhan ikan merekam aktivitas kapal yang melanggar hukum.

"Semua kapal ikan harus mengisi logbook, distribusi ke mana saja, berapa jumlah ikan, kalau ada yang ilegal pasti terlihat," ujarnya di kantornya, Jakarta, Jumat (14/3).

Ditengarai muncul modus baru pencurian ikan, salah satunya muncul di Ambon, Maluku. Kapal kecil yang tak punya surat-surat bersandar di pantai kecil, lantas ikannya diangkut truk, masuk ke kapal besar yang punya izin resmi.
Kendati prosesnya melibatkan aktivitas distribusi darat, KKP optimis logbook bisa menangkal itu. Tak cuma buku catatan syahbandar, nantinya Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) juga dipakai buat menilai kecocokan muatan kapal. Khususnya yang diarahkan buat ekspor.

"Minimal mengurangi lah, karena kita tahu, maling sama polisi lebih cepat malingnya," kata Bambang. Dia pun mengatakan ulah pencuri ikan macam-macam. Bahkan SHTI yang jadi dokumen kunci untuk pengawasan ada yang memperjualbelikan atau memalsukan.

Bambang mencontohkan ulang sebuah perusahaan eksportir ikan tahun lalu ke Spanyol. Tapi dia optimis jurus-jurus nakal seperti itu bisa ditangani. Alasannya, SHTI terkoneksi antar otoritas perikanan di seluruh dunia.

"Memang ada yang coba-coba, 1 kontainer, masuk Spanyol dibendung. Tanya ke kita, saya bilang itu ilegal, langsung dibakar di tempat. Jadi yang rugi mereka sendiri," bebernya.

Meski demikian, penangkalan ilegal fishing itu baru mencakup kapal yang bersandar di pelabuhan. Faktanya, KKP mengakui praktik illegal fishing ini mengakibatkan negara rugi hingga Rp 17 triliun per tahunnya.

Tidak ada komentar: