Oleh Tommy Apriando, Yogyakarta,
Yogyakarta sudah menghentikan semua aktivitas sirkus lumba-lumba
keliling sejak dikeluarkannya surat Dirjen PHKA No. S. 388/IV-KKH/2013
tanggal 19 Agustus 2013 yang ditembuskan kepada Menteri Kehutanan
Zulkifli Hasan dinyatakan bahwa BKSDA Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa
Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Jogja sudah tidak lagi mengeluarkan perijinan sirkus lumba-lumba
keliling sejak keluarnya surat edaran dirjen PHKA,” kata Dessy Z.
Angelina Pane dari Animal Friends Jogja kepada Mongabay-Indonesia.
Catatan Animal Friends of Jogja sejak keluarnya Surat Edaran
dikeluarka kegiatan eksploitasi Lumba-lumba dalam bentuk pentas keliling
sudah berlangsung di berbagai tempat. Diantaranya yaitu di Lapangan
Kipan C521/DY, Tuban, Jawa Timur (13 September-13 Oktober 2013, oleh PT.
Wesut Seguni Indonesia (WSI) di Kendal), di Lapangan Parkir Stadion
Wergu, Kudus, Jawa Tengah (20 September-20 Oktober 2013 oleh PT. Wesut
Seguni Indonesia di Kendal) dan disinyalir pentas keliling Lumba-lumba
juga diselenggarakan di Pekalongan, Jawa Tengah.
“Sirkus lumba-lumba bulan lalu di Surakarta dan saat ini sedang
berlangsung di Klaten,” kata Dessy Z. Angelina Pane, yang akrab di
panggil Ina.
Dalam Surat Dirjen PHKA No. S. 388/IV-KKH/2013 dinyatakan bahwa BKSDA
Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta
tanpa kecuali berkewajiban untuk, menertibkan dan menghentikan segala
kegiatan sirkus lumba-lumba keliling di wilayah kerja masing-masing,
mengambil tindakan untuk menarik kembali satwa tersebut ke lembaga
konservasi asalnya serta tidak mengeluarkan SATS-DN (Surat Angkut
Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri) bagi peragaan Lumba-lumba keliling.
Indonesia Salah Satu Negara Yang Masih Melegalkan Sirkus Lumba-Lumba
Berdasarkan rilis bersama dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN), AFJ
dan Change Indonesia dijelaskan bahwa Indonesia adalah negara terakhir
di dunia yang masih membiarkan sirkus lumba-lumba keliling beroperasi.
Ini bukan sesuatu yang pantas dibanggakan – sirkus keliling lumba-lumba
sudah dilarang di seluruh dunia untuk alasan yang tepat.
“Pentas lumba-lumba menyahihkan satwa dilindungi ini untuk disiksa
dan dieksploitasi untuk kepentingan menangguk laba bagi bisnis-bisnis
yang menjalankannya,” kata Femke den hass, dari Jakarta Animal Aid
Network (JAAN) kepada Mongabay-Indonesia.
Femke menambahkan, pada bulan Februari 2013, Menteri Kehutanan
Indonesia membuat pernyataan publik bahwa sirkus lumba-lumba keliling
adalah kejam dan ilegal, tetapi sirkus keliling tetap saja beroperasi di
pulau Jawa.
Bulan Agustus 2013, Menteri Kehutanan memerintahkan penghentian total
sirkus lumba-lumba keliling melalui surat edaran resmi. Bahkan, para
pemilik sirkus keliling pun menandatangani pernyataan bahwa mereka akan
menghentikan pentas keliling mereka. Ketua PKBSI (Perhimpunan Kebun
Binatang Indonesia) yang seharusnya bertugas mengontrol tingkat
kesejahteraan satwa di kebun binatang -kebun binatang di Indonesia-pun
menandatangani pernyataan ini.
“Namun ternyata beliau jugalah yang menghadiri peluncuran bus mini
baru untuk mengangkut lumba-lumba dalam sirkus keliling pada tanggal 29
Desember 2013,” kata Femke.
Selain itu, Femke menambahkan, hadirnya bus mini yang dibeli oleh PT.
Wesut Seguni Indonesia (WSI), disebutkan akan mengangkut lumba-lumba
dengan cara yang ‘lebih manusiawi,” hanyalah akal-akalan dibalik
eksploitasi satwa. Karena pada prinsip utamanya adalah bahwa lumba-lumba
seharusnya hidup di alam bebas dan sirkus keliling memaparkan
lumba-lumba kepada kekejaman di tingkat ekstrim.
“Semua lumba-lumba yang digunakan dalan sirkus-sirkus ini ditangkap
dari alam secara ilegal dan dibuat lapar untuk memaksa mereka ‘memburuh
dengan upah ikan mati’,” tambah Femke.
JAAN juga mencatat, beberapa tahun berselang, pihak Kementerian
Kehutanan meminta bantuan dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) untuk
merehabilitasi puluhan ‘lumba-lumba yang dimiliki secara ilegal’.
Sebentuk MoU (Memorandum of Understanding) pun ditandatangani
bersama dan fasilitas rehabilitasi telah dibangun dengan bantuan
pendanaan, dan di bawah pengawasan Earth Island Institute pada tahun
2011. Akan tetapi, fasilitas ini tetap saja kosong hingga sekarang, dan
praktik-praktik ilegal sirkus lumba-lumba keliling terus berlangsung.
“Departemen Kehutanan telah mempercayai pihak-pihak yang salah untuk
menjalankan kebun binatang dan perhimpunan yang mengatur mereka. Suatu
perhimpunan yang seharusnya mengawasi tetapi justru malahan terlibat
aktif dalam perdagangan dan eksploitasi satwa,” kata Femke.
Dalam rilisnya, JAAN, AFJ dan Change Indonesia mendesak bahwa segala
permasalahan di kebun binatang-kebun binatang ini, yang anehnya disebut
sebagai ‘Lembaga Konservasi’ bisa diselesaikan jika PKBSI (Perhimpunan
Kebun Binatang Indonesia) ditutup dan dibubarkan dan Departemen
Kehutanan membentuk tim baru yang netral untuk mendorong dan
memberlakukan dengan tegas standar kesejahteraan satwa yang baik dan
tepat di seluruh kebun binatang/taman satwa di Indonesia.
Kebanyakan kebun binatang di Indonesia bahkan tidak memenuhi kondisi
paling mendasar yang diperlukan untuk perawatan dan perlindungan satwa
liar yang mereka rawat, termasuk penyediaan lindungan dari iklim dan
cuaca ekstrim, air minum dan makanan segar, atau bahkan perawatan medis
dasar yang baik. Kasus terakhir, menimpa seekor singa di Kebun Binatang
Surabaya yang mati tergantung secara misterius di kandangnya.
Dalam petisi di change.org http://www.change.org/id/petisi/stop-supporting-travelling-dolphin-circuses# yang
dibuat oleh Coki “Netral” hingga saat ini sudah mencapai 98.740
pendukung. Dalam ajakannya Coki menjabarkan bahwa lumba-lumba sengaja
dibuat lapar. Mereka diangkut truk yang sempit, gelap, dan pengap.
Klorin dalam kolam sering membuat mereka buta. Bunyi yang mereka dengar
dalam truk, pesawat, atau musik keras pertunjukkan membuat kerusakan
otak. Tidak heran bila mereka sering ditemukan mati.
Protokol Kesejahteraan Satwa, Dibuat Namun Tidak Dipatuhi
Pada tahun 2011, Departemen Kehutanan Indonesia menyusun protokol
dasar kesejahteraan satwa, namun panduan dalam protokol tersebut tidak
ditaati dan dijalankan, dan tidak akan pernah selama PKBSI yang ada
sekarang adalah yang tetap dipercayai melakukan tugas pengawasannya.
Dalam catatan JAAN dan AFJ, PKBSI dijalankan oleh mereka yang sudah
terbukti terlibat dalam perdagangan satwa. Bukti terbaru diberikan oleh
ketua PKBSI, Rahmat Shah yang menyatakan di Radio Republik Indonesia
(RRI) pada tanggal 29 Desember 2013 bahwa bus mini milik PT. WSI adalah
bus yang fantastis bagi lumba-lumba. ‘Ketika ada nelayan yang mengetahui
lumba-lumba tersangkut di jaring mereka, ‘ ujarnya, ‘bawa lumba-lumba
itu ke perusahaan ini.’
Pernyataan ketua PKBSI dinilai sebagai suatu kesalahan. Alih-alih
memberi saran pada nelayan untuk melepaskan lumba-lumba yang tersangkut
di jaring dan membebaskannya kembali ke laut, beliau justru meminta
lumba-lumba untuk ditangkap dari samudera dan ditempatkan di
bisnis-bisnis yang menangguk keuntungan dari praktek eksploitasi satwa
dilindungi ini. Pernyataan itu mendorong nelayan untuk melakukan
pelanggaran terhadap UU No. 5 tahun 1990 tentang Keanekaragaman Hayati
dan ini juga bertentangan dengan Protokol Nasional tentang Mamalia Laut
Terdampar (2012).
“Pemerintah harus mencopot PKBSI sebagai badan penasehat pemerintah
dalam hal penyusunan manajemen yang baik bagi kebun binatang/taman
satwa, karena PKBSI jelas telah kehilangan netralitasnya,” tutup Femke
kepada Mongabay-Indonesia.
Mongabay Indonesia sudah mencoba untuk menghubungi pihak PKBSI akan
tetapi, hingga berita ini diturunkan belum ada respon dari pihak
terkait.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar