18 Desember, 2013

Hutan Mangrove Sumatera Utara Rusak Parah

Oleh Ayat Suheri Karokaro, Medan,

Hutan mangrove di Sumut makin terkikis akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit, tambak ikan, dan sawah berjarak 300 meter dari bibir pantai. Foto: Ayat S Karokaro
Hutan mangrove di Sumut makin terkikis akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit, tambak ikan, dan sawah berjarak 300 meter dari bibir pantai. Foto: Ayat S Karokaro

Penelitian Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumatera Utara (Sumut), menyebutkan, 90 persen hutan mangrove di provinsi ini, mengalami kerusakan cukup parah. Penyebabnya, antara lain, alih fungsi hutan mangrove menjadi perkebunan sawit, tambak baik ikan, maupun udang dan lain-lain. Alih fungsi menjadi perkebunan sawit, mencapai lebih 12 ribu hektar, dan tambak ikan 10 ribu hektar lebih.

Hidayati, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, Senin (5/12/13), mengatakan, hutan mangrove berubah fungsi dan mengalami kerusakan di daerah pesisir pantai. Dari penelitian itu, kerusakan cukup besar, terjadi di Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batubara, Kota Tanjung Balai, Kota Sibolga, dan Kabupaten Nias. Rata-rata kerusakan mangrove akibat alih fungsi menjadi perkebunan sawit, pembuatan tambak, dan penebangan kayu ilegal 1.000-4.000 hektar.

Di Kabupaten Serdang Bedagai, kerusakan rata-rata 3.700 hektar. Di kabupaten pemekaran ini, bahkan penanaman pohon sawit, masih di batas bibir pantai. Padahal,  sesuai aturan, seharusnya jarak 300 meter dari bibir pantai, tidak boleh ditanami dan untuk hutan mangrove.

Menurut Hidayati, harus ada keseriusan semua pihak menyelamatkan hutan mangrove. Jika kerusakan berlanjut, terjadi abrasi, dan air laut akan masuk. “Itu sudah mulai terjadi. Jika dibiarkan, air sungai akan asin.”  Dampaknya, bisa mempengaruhi kualitas air permukaan dan air tanah serta merusak ekosistem.

“Harus ada sikap tegas terhadap mereka yang merusak dan alih fungsi hutan mangrove. Jangan mengorbankan keberlangsungan hidup dan perputaran roda alam, demi memperkaya segelitir orang, tanpa memperhatikan dampak lingkungan.”
Tindaklanjut dari penelitian ini, BLH Sumut, akan membuat pendataan untuk mengetahui berapa luas daerah pesisir pantai yang bisa kembali ditumbuhi mangrove.
Selama ini, katanya, hanya nelayan dan masyarakat yang tinggal di pesisir pantai menyadari itu. Sedang pengusaha, menebangi hutan mangrove untuk bisnis, tidak memperhitungkan bahaya dan dampak sampingan.

Zulkarnain, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut, mengimbau, masing-masing dinas maupun instansi memaksimalkan pemulihan hutan mangrove. Sebab, memiliki kontribusi besar bagi habitat yang menggantungkan hidup dari mangrove, sebagai tempat pemijar, bertelur, dan perlindungan ikan.

Sedang Soekirman, Bupati Serdang Bedagai, terkejut mendengar kerusakan hutan mangrove di kabupaten itu mencapai 60 persen. Menurut dia, telah menanam mangrove di Naga Lawan, Kecamatan Perbaungan, di bibir pantai. Proyek itu terus dilakukan di sepanjang pesisir pantai hutan bakau tumbuh, dan mencegah abrasi.

Komunitas peduli mangrove di Sumut. Guna menjaga huan mangrove sangat diperlukan kesadaran masyarakat. Foto: Ayat S Karokaro
Komunitas peduli mangrove di Sumut. Guna menjaga huan mangrove sangat diperlukan kesadaran masyarakat, terutama kalangan pengusaha. Foto: Ayat S Karokaro

Tidak ada komentar: