YOGI PUTRANTO, S.Si
Pengawas Perikanan Satker Pengawasan SDKP Cilacap
Sebuah Telaah :
Pentingnya Ditjen PSDKP segera melakukan Eselonering Bagi Satker PSDKP
Masalah - masalah sumberdaya manusia
secara historis dapat ditinjau perkembangannya sejak dulu. Bahkan masalah
sumberdaya manusia kelihatan hanya merupakan masalah intern dari suatu
organisasi , namun sesungguhnya jika tidak diselesaikan masalah sumberdaya
manusia tersebut dapat menimbulkan berbagai konsepsi dan ketidakjelasan
statusnya dimana organisasi itu berada.
Dalam menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah sumberdaya manusia tersebut pada hakikatnya setiap
atasan/pimpinan yang memmpunyai wewenang tertentu seperti pengangkatan,
penempatan, pemindahan, pemanfaatan, pengembangangan, serta pemberhentian,
biasanya juga menentukan kebijaksanaan pelaksanaan sendiri. Perumusan dan
penetapan kebijakan yang demikian ini pada umumnya tidak terpadu, sehingga
sering dirasakan sebagai pencerminan selera pribadi yang tentunya sangat
subyektif sifatnya. Ada yang beranggapan bahwa banyak segi sumberdaya manusia
diatur atas dasar hak prerogatif pimpinan yang berwenang memutuskan. Keputusan
tersebut sering dirasakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai sangat subyektif,
pilih kasih, like and dislike dan
sebagainya.
Guna menunjang keberhasilan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan,
setidaknya ada 4 (empat) faktor yang menjadi penentu keberhasilan :
- Manusia pelaksana harus baik.
- Keuangan harus cukup dan baik.
- Sarana dan prasarana harus cukup dan baik.
- Organisasai dan manajemennya harus baik.
Dari keempat faktor tersebut,
tentunya faktor manusia yang menjadi faktor utama dan essensial, karena manusia
disamping menjadi obyek juga sebagai subyek dalam segala aktivitas pengawasan. Faktor manusia bisa menentukan berapa besar
keuangan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pengawasan. Selanjutnya faktor
manusia juga menentukan sarana dan prasarana apa saja yang diperlakukan guna mendukung semua kegiatan
pengawasan dan seterusnya. Oleh karena itu manusia menjadi penggerak sekaligus
pelaku dalam proses pelaksanaan pengawasan.
Masalah sumberdaya manusia yang
menurut penulis cukup crucial bagi pengawas di satker adalah tentang
peningkatan kedudukan (baca : eselonering) untuk Satker Pengawasan. Tentunya kita semua mengingankan satker mampu
mencari terobosan baru ke arah yang lebih baik, mampu berpikir inovatif,
kreatif sehingga menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien dalam
pengawasan.
Di daerah, seringkali Satker
dibenturkan dengan kasus-kasus yang cukup penting dan menyangkut instansi terkait, namun karena kedudukannya yang dapat
dikatakan “ tidak jelas” ini, maka kasus tersebut akhirnya tidak
diteruskan. Peningkatan eselon ini akan
mendukung kelancaran tugas di lapangan, karena dalam setiap menjalankan tugas
pengawasan selalu terbentur dengan eselon yang tidak ada. Ada bebarapa satker
yang kantornya masih pinjam pakai atau di dalam komplek pelabuhan, betapa itu
sangat menghambat kinerja. Kepala Satker yang statusnya non eselon harus
dihadapkan dengan pejabat Eselon II maupun eselon II, tentu akan “ kalah
pamor”. Contohnya, Satker PSDKP
Cilacap, tempat penulis aktif bekerja sekarang, yang berlokasi di di komplek
Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap yang dikepalai oleh Pejabat Eselon II. Selain
itu satker-satker yang ada di daerah perbatasan juga harus bekerja ekstra keras
berhadapan dan bersinggungan dengan para pejabat eselon jika menemukan suatu
kasus yang berkaitan dengan kebijakan. Karena tanpa kedudukan tersebut maka itu
juga akan berimbas pada kinerja. Sarana dan prasarana juga tidak mendukung
dalam melakukan kinerja. Misalnya, yang terletak diperbatasan, yaitu Pos
Entikong harus disandingkan dengan Eselon dari Badan Karantina Ikan dalam melaksanakan
pengawasan ikan hasil formalin.
Jika kedudukan Satker sudah dinaikkan
maka diharapkan keuangan untuk Satker juga meningkat dan sarana prasarana juga
memadai. Ditjen PSDKP harus menyadari bahwa Satker merupakan ujung tombak dalam
melakukan pengawasan. Apakah kita akan diam saja sampai Satker berdemonstrasi
untuk menuntut kenaikan eselon seperti halnya Satpol PP di Sukoharjo? (www.solorayaonline.com). Pastinya kita
tidak mengingankan hal seperti itu.
Namun,
penentuan eselon ini juga ternyata tidak sesederhana itu. Manajemen kepgawaian
juga sangat diperlukan. Untuk mewujudkan
eselon buat satker tersebut diperlukan pegawai yang profesional,
bertanggunjwab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan
prestasi kerja. Prinsip profesionalisme mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengawasan
harus mengutamakan keahlian yang berdasarkan kompetensi, kode etik, dan
ketentuan perundang-undangan. Sendainya menjadi pejabat eselon nantinya, orang
yang menjadi Kepala Satker nantinya harus memiliki kompetensi dan kapabilitas
manajemen publik yang memadai , mampu menghindari pemborosan pada sektor yang
kurang perlu, serta Satker juga nantinya juga diperkuat oleh sarana prasarana
yang memadai. Berdasarkan pasal 17 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, ditegaskan
bahwa pengangkatan pegawai negeri sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan
berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja,
jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya
tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, dan golongan.
Dalam
mewujudkan reformasi birokrasi yang menuntut terwujudnya clean and good
governance, sudah selayaknya dilakukan fit and proper tes bagi suatu jabatan
struktural termasuk dalam menduduki Kepala Satker. Bebearapa aspek rekruitmen dalam penataan dan
pengsian jabatan struktural di Satker juga sangatlah penting sehingga dapat
terwujud “ The Right Man on the Right place” . Sehingga pemilihan dan penentuan posisi
Kepala Satker tidak diwarnai oleh budaya paternalistik dan bentuk yang lebih halus
yaitu “Patron Client” yang cenderung menekankan segi material, sehingga aspek loyalitas kepada penguasa
merupakan faktor yang menjadi urutan utama dalam menentukan calon pejabat
eselon ini . Bahkan yang lebih tidak kondusif lagi adalah munculnya pejabat
eselon yang taampil karena kedekatan dengan lingkaran kekuasaan. Semoga saja
ini tidak terjadi pada pejabat yang menempati jabatan eselon Kepala Satker
nantinya.
Dan
harapan kita semoga Tahun 2012 ada perubahan ke arah yang lebih baik tentang
nasib Satker dengan jabatan eselon.
Semoga tak malang lagi nasib Satker Pengawasan SDKP. Penulis tutup
tulisan ini dengan sebuah pantun:
Jika Bapak Ingin
Dapat Banyak Ikan, Jangan Takut
Naik Kapal
Eselon
Untuk Satker Mari Kita Segera-kan, Kinerja
Meningkat Hasil
Optimal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar