Oleh : Nur Anggraeni
Good governance yang merupakan konsep pengelolaan pemerintahan
yang menekankan pada pelibatan unsur Pemerintah, masyarakat dan swasta secara
proporsional sebagai tiga pilar utama, memberi garis dasar bahwa siapa pun yang
berperan dan peran apapun yang dijalankan dalam penyelenggaraan pemerintahan
dituntut untuk lebih berorientasi pada pelayanan publik yang semakin baik. Dengan
kata lain, tidak ada pemerintahan yang dapat disebut lebih atau semakin baik jika
tidak ada bukti bahwa pelayanan publik semakin baik dan semakin berkualitas. Belakangan
ini, penerapan prinsip good
governance tidak lagi
dipandang sebagai keharusan tetapi sudah ditempatkan sebagai suatu kebutuhan
organisasi untuk mempertahankan eksistensinya. Tanpa penerapan prinsip-prinsip good governance setiap organisasi dipastikan akan terancam
keberadaan dan keberlanjutannya.
Di organisasi publik (organisasi pemerintah dan
satuan-satuannya) peningkatan kualitas pelayanan publik adalah titik penting
sebagai ujung tombak dari keseluruhan reformasi administrasi pemerintahan di
Indonesia, karena kualitas pelayanan yang diselenggarakan oleh sektor publik
sampai saat ini masih sangat memprihatinkan. Begitu banyak pengaduan (keluhan) atau
pernyataan ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik. Karena
itu, kinerja pelayanan publik menjadi titik strategis di mana kepercayaan
masyarakat secara luas kepada pemerintah dipertaruhkan.
Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik
Secara umum, ada dua pola utama yang digunakan
untuk memperoleh aspirasi pengguna pelayanan. Pola pertama adalah pernyataan kepuasan pengguna pelayanan terhadap kinerja pelayanan itu
sendiri. Pola kedua adalah
pernyataan ketidakpuasan pengguna
pelayanan terhadap kinerja pelayanan. Pernyataan
ketidakpuasan diungkapkan dalam bentuk keluhan (pengaduan) dari pengguna pelayanan. Pengamatan
menunjukkan bahwa para pengguna pelayanan umumnya lebih mudah mengungkapkan dan menyampaikan
pernyataan ketidakpuasan (keluhan/pengaduan) daripada pernyataan
kepuasan terhadap kinerja pelayanan.
Oleh sebab itu dalam memberikan analisa tentang tingkat pelayanan SLO yang
telah diberikan pola yang digunakan adalah pola yang kedua yang didasarkan atas
ketidakpuasan dalam pelayanan SLO.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik semakin menegaskan pentingnya sebuah payung hukum yang mengatur tentang
pelayanan public karena sebagian besar instrument dan atau teknik yang ada di
dalamnya merupakan alat bantu untuk melaksanakan berbagai perintah/amanah
penting UU Pelayanan Publik itu.
Sebagai salah satu lembaga yang melaksanakan
pelayanan publik melalui penerbitan Surat Laik Operasional, Direktorat Jenderal
Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan melaksanakan evaluasi pelayanan
agar tercipta pelayanan yang prima. Lokakarya Pengelolaan Pengaduan
Pada Pelayanan SKAT dan SLO Direktorat Jenderal PSDKP yang diadakan pada
tanggal 20 April 2011 merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk
peningkatan pelayanan publik dalam hal ini penerbitan SLO. Didalam usaha
melakukan pelayanan prima Ditjen PSDKP menggunakan metode peningkatan kualitas
pelayanan publik dengan partisipasi masyarakat dalam hal ini pelaku usaha. Implementasi metode ini dilaksanakan dalam empat tahapan
utama kegiatan sebagaimana digambarkan pada skema di bawah ini.
LANGKAH
KEGIATAN IMPLEMENTASI
Sekuensi (urutan pelaksanaan) masing-masing
tahapan utama tidak dapat dipertukarkan satu sama lain. Hasil dari pelaksanaan
tahapan kegiatan awal menjadi bahan dasar untuk melaksanakan kegiatan
berikutnya dan demikian seterusnya. Melalui tahapan-tahapan tersebut diharapkan
menghasilkan masukan yang berarti bagi peningkatan pelayanan publik.
1.
Lokakarya Pengelolaan Pengaduan
Lokakarya Pengelolaan Pengaduan merupakan amanat
Undang-undang Pelayanan Publik Nomor : 25 Tahun 2009 yang mewajibkan
penyelenggara pelayanan untuk mengelola pengaduan masyarakat. Selain itu hal
ini juga merupakan salah satu indikator penilaian penyelenggaraan pelayanan
publik sesuai dengan Permenpan No: 12 Tahun 2009. Sebagai implementasi
dari peraturan tersebut, Ditjen PSDKP telah melakukan Lokakarya sebagaimana
telah diterangkan sebelumnya, hal itu dilakukan untuk mengidentifikasi pengaduan masyarakat pengguna
pelayanan, membangun kepercayaan masyarakat pengguna pelayanan terhadap
komitmen penyelenggara pelayanan dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan, serta menciptakan
kesadaran masyarakat pengguna pelayanan
tentang aspek positif menyampaikan pengaduan (keluhan) sebagai wujud
partisipasi masyarakat guna peningkatan kualitas pelayanan. Hasil dari lokakarya tersebut berupa rancangan
kuesioner pernyataan pengaduan masyarakat pengguna pelayanan yang telah
disepakati oleh seluruh peserta lokakarya yang nantinya akan dibagikan ke
pelaku usaha di seluruh Indonesia. Adapun rumusan kuisioner sebagai berikut :
1.
SLO tidak dilayani
sepanjang 24 jam
2.
Belum sentra
perikanan/ pelabuhan perikanan dilengkapi pelayanan SLO
3.
Petugas yang
menandatangani SLO kadang tidak ditempat
4.
SLO untuk kapal
yang mau docking diminta juga
5.
Tidak ada stempel
baku di pos pengawasan
6.
Kurang koordinasi
Ditjen PSDKP dengan aparat penegak hukum lain tentang SLO
2.
Survey Pangaduan Masyarakat
Survey pengaduan masyarakat merupakan tindak
lanjut dari lokakarya pengelolaan pengaduan. Langkah ini merupakan tahapan
penting bagi masyarakat pengguna pelayanan untuk berpartisipasi dalam perbaikan
pelayanan yang diselenggarakan oleh organisasi penyelenggara pelayanan yang
bersangkutan. Tujuan dari survei adalah untuk mengkonfirmasi pernyataan
pengaduan yang ada di kuesioner kepada sebanyak mungkin responden. Hasil survei
tersebut kemudian ditabulasi setiap hari terhadap keseluruhan kuesioner yang
masuk. Berikut hasil tabulasi data :
Tabulasi Data Pengaduan Masyarakat Terhadap
Pelayanan SLO
No
|
Terhadap Pelayanan SLO
|
Jumlah
|
Rangking
|
1
|
Pelayanan
SLO tidak 24 jam
|
77
|
1
|
2
|
Belum
semua sentra perikanan / pelabuhan perikanan dilengkapi pelayanan SLO
|
77
|
1
|
3
|
Petugas
yang menandatangani SLO tidak ditempat
|
5
|
4
|
4
|
SLO
untuk kapal yang mau docking di minta juga
|
34
|
2
|
5
|
Pos
Pengawasan SDKP masing-masing punya stempel sendiri-sendiri (tidak ada stempel baku)
|
23
|
3
|
6
|
Ditjen
PSDKP kurang koordinasi dengan aparat penegak hukum lain tentang SLO
|
23
|
3
|
Dari tabulasi data diatas dapat dilihat
bahwa pelayanan SLO tidak 24 jam dan Belum semua sentra perikanan /
pelabuhan perikanan dilengkapi pelayanan SLO menjadi pengaduan paling banyak
yaitu sebanyak 77 pengaduan (32,22%), sedangkan SLO untuk kapal yang mau
docking di minta juga menempati peringkat kedua dengan jumlah pengaduan
sebanyak 34 pengaduan (14,23%), Pos Pengawasan SDKP masing-masing punya stempel
sendiri-sendiri (tidak ada stempel baku)
dan Ditjen PSDKP kurang koordinasi dengan aparat penegak hukum lain tentang SLO
masing-masing 23 pengaduan (9,62%), sedangkan hal yang paling sedikit
dikeluhkan adalah Petugas yang menandatangani SLO tidak ditempat
sebanyak 5 pengaduan (2,09%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik
dibawah ini :
Keterangan
:
I.
Pelayanan SLO tidak 24 jam
II.
Belum semua sentra perikanan / pelabuhan
perikanan dilengkapi pelayanan SLO
III.Petugas yang
menandatangani SLO tidak ditempat
IV.SLO untuk kapal yang mau
docking di minta juga
V.
Pos
Pengawasan SDKP masing-masing punya stempel sendiri-sendiri (tidak ada stempel baku)
VI.Ditjen PSDKP kurang koordinasi dengan aparat penegak hukum lain
tentang SLO
3.
Lokakarya Analisis Masalah Penyebab Pengaduan dan
Rencana Tindak Nyata
Lokakarya analisis masalah penyebab pengaduan dan
rencana tindak nyata merupakan tindak lanjut dari tindakan sebelumnya
(lokakarya pengaduan dan survey pelaku usaha). Dalam lokakarya ini dihadiri
oleh para pelaku usaha, jajaran PSDKP, Inspektorat Jenderal, Fasilitator dan
Instansi lain yang terkait dengan pengawasan. Dalam lokakarya ini dibahas hasil
survey pengaduan masyarakat berupa indek pengaduan masyarakat menjadi dasar
untuk analisis dan tindak nyata sebagai komitmen untuk meningkatkan pelayanan
public khususnya terkait penerbitan SLO. Tabel berikut menyajikan hasil
lokakarya terkait permasalahan pelayanan panerbitan SLO :
Dari tabel diatas dapat dilihat beberapa hal yang menjadi kendala dalam peningkatan pelayanan public penerapan SLO yaitu salah satunya terbatasnya sumberdaya manusia, belum efektifnya forum terpadu antara para penegak hukum
No
|
Permasalahan
|
Penyebab
|
solusi
|
|
Ekstern
|
Intern
|
|||
1
|
Pelayanan
Penerbitan SLO belum 24 Jam
|
SDM
Kurang /
Kualias
SDM belum cukup
|
Penambahan
jumlah personil min 2 (dua) org yang ditugaskan di pengawasan SDKP
|
Menambahkan tenaga perbantuan dari
daerah
|
Penyebaran SDM tidak proporsional
|
Proporsional
SDM di Satker / Pos di perbaiki
|
|||
SDM
dari daerah tidak bias full time
|
SDM
pinjaman diikat control yang jelas dan tegas
|
|||
Gilir kerja belum berjalan
|
Pengaturan gilir kerja
|
|||
Belum semua satker / pos berjalan 24
jam
|
Satker dengan kegiatan jangka tinggi
didorong untuk pelayanan 24 jam
|
|||
Belum semua pos 24 jam
SDM dari daerah kembali karena kurang
insentif
|
Pos yang hanya melayani SLO didorong
untuk pelayanan 24 Jam
|
|||
Cakupan tugas pengawas SDKP tidak
sebanding dengan jumlah SDM
|
Penambahan pangkalan, Stasiun,
Satker/Pos
|
|||
2
|
Belum
semua sentra perikanan / pelabuhan perikanan dilengkapi pelayanan SLO
|
Institusi
pengawasan belum ada di semua sentra
|
Penambahan dan peningkatan status
pangkalan, stasuin, satker
|
Membuat
pos pada sentralyang ramai
|
Meningkatkan fasilitas di pos
(mobilisasi)
|
||||
Meningkatkan komunikasi antara pengawas
dan pengguna SLO
|
||||
Kualitas SDM belum cukup
|
Meningkatkan pelatihan dan pembinaan
|
|||
3
|
SLO untuk kapal yang mau docking
diminta juga
|
Kurang koordinasi dan sosialisasi
dengan aparat penegak hukum lain
|
Meningkatkan
koordinasi sosialisasi aparat hukum lain
|
|
Kurangnya
wawasan dan pengetahuan tentang hukum / aturan pada nelayan
|
Membekali/mensosialisasikan pada
nelayan mengenai aturan kapal yang di docking
|
|||
4
|
Ditjen PSDKP kurang koordinasi dengan
aparat penegak hukum lain tentang SLO
|
Belum efektif forum terpadu antara
penegak hukum
|
Meningkatkan
koordinasi sosialisi dengan aparat penegak hukum lain
|
|
Sosialisasi
dengan aparat penegak hukum kurang efektif dan tidak tetap sasaran
|
Membekali nelayan tentang aturan
tentang perikanan.
|
|||
5
|
Pos PSDKP masing-masing punya stempel
sendiri-sendiri (tidak ada stempel baku)
|
Standar baku stempel di pos belum ada
|
Membuat standar baku stempel di pos belum ada
|
|
6
|
Petugas yang menandatangani SLO tidak
di tempat
|
SDM
Kurang /
Kualias
SDM belum cukup
|
Penambahan
jumlah personil min 2 (dua) org yang ditugaskan di pengawasan SDKP
|
|
SDM
dari daerah tidak bias full time
|
SDM
pinjaman diikat control yang jelas dan tegas
|
|||
Cakupan
tugas pengawas SDKP tidak sebanding dengan jumlah SDM
|
Penambahan pangkalan, Stasiun,
Satker/Pos
|
Dari tabel diatas dapat dilihat beberapa hal yang menjadi kendala dalam peningkatan pelayanan public penerapan SLO yaitu salah satunya terbatasnya sumberdaya manusia, belum efektifnya forum terpadu antara para penegak hukum
Hasil dari Lokakarya Analisis Masalah Penyebab
Pengaduan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan. Manfaat langsung terpenting
adalah sebagai umpan-balik kepada masyarakat pengguna pelayanan dalam bentuk
yang disebut sebagai Janji Perbaikan Pelayanan dan umpan-balik kepada
atasan dan pengambil keputusan dalam bentuk yang disebut Rekomendasi
Perbaikan Pelayanan yang nantinya akan di tandatangani oleh Dirjen PSDKP
dan Menteri Kelautan dan Perikanan
Upaya nyata perbaikan sebaiknya dilakukan agar
dapat memberi kesan nyata yang cepat dan mudah dirasakan dan diamati perubahan
dan manfaatnya oleh masyarakat pengguna pelayanan. Harus dipercayai bahwa
masyarakat selalu memiliki kesadaran dan toleransi yang cukup terhadap batas
kemampuan penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik. Tidak mungkin
menyelesaikan seluruh persoalan secara serentak. Tindakan nyata, meskipun
nampaknya sederhana, jauh lebih dinilai dan lebih bernilai daripada tindakan
besar yang baru dapat dijanjikan dan belum tentu dapat diwujudkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar