05 Juni, 2010

Ikan Impor Berformalin

Harga Ikan di Dalam Negeri Lebih Mahal

Jakarta, Kompas - Produk-produk ikan impor yang mengandung formalin dan zat berbahaya terindikasi semakin marak masuk ke pasar dalam negeri. Masuknya produk impor berbahaya itu mengancam keamanan pangan pasar dalam negeri. Ikan tersebut dijual dengan harga murah.

Demikian dikemukakan anggota Komite II Bidang Sumber Daya Alam dan Ekonomi Dewan Perwakilan Daerah dari Sumatera Utara, Parlindungan Purba, di Jakarta, Jumat (4/6).

Ia menyayangkan produk ikan impor yang mengandung bahan berbahaya bisa lolos dari pintu masuk pelabuhan perikanan dan masuk ke pasar lokal. Apalagi, produk ikan impor itu rata-rata dijual dengan harga lebih rendah dibandingkan dengan produk lokal sehingga mengancam daya saing produsen dalam negeri.

Ketua Umum Serikat Pengusaha Pukat Teri Gabion Belawan Syahrial Amir mengemukakan, produk ikan teri asal Thailand dan Vietnam yang masuk lewat Pelabuhan Belawan, Medan, terindikasi mengandung logam berat di luar ambang batas.

Berdasarkan uji mutu hasil perikanan di laboratorium Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Provinsi Sumatera Utara pada 13 April 2010, ikan teri impor itu mengandung timbal dengan kadar 0,228 miligram (mg) per kilogram (kg), sedangkan standar nasional 0,2 mg per kg. Selain itu, juga kadmium dengan kadar 0,155 mg per kg atau melampaui standar nasional 0,1 mg per kg.

Harga jual produk impor itu lebih murah daripada produk lokal. Harga teri impor Rp 10.000- Rp 12.000 per kg, sedangkan harga ikan teri dalam negeri Rp 14.000-Rp 16.000 per kg.

Pemerintah lamban

Syahrial mengeluhkan lambannya respons pemerintah dalam menanggapi hasil temuan kandungan logam berbahaya pada produk ikan teri impor.

Direktur Pemasaran Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Hutagalung, mengakui, pihaknya telah mendapat laporan soal masuknya ikan impor yang diduga mengandung zat berbahaya melalui pelabuhan perikanan di Lampung, Belawan, dan Batam.

Di Batam, produk ikan nila (tilapia) asal Malaysia ditemukan mengandung formalin. Akan tetapi, penemuan itu telah ditindaklanjuti Pemerintah Provinsi Batam dengan menghentikan impor tilapia bulan ini.

Kasus produk ikan impor yang mengandung formalin sudah terjadi beberapa kali di Indonesia. Tahun 2008 ditemukan kandungan formalin pada ikan impor dari Pakistan. Hingga kini, pemerintah belum menerbitkan regulasi impor perikanan.

Impor ikan beku dan segar tahun 2007-2009 meningkat hampir dua kali lipat. Tahun 2009 impor ikan beku dan segar 85.566 ton, tahun 2008 sebesar 83.558 ton, dan 2007 hanya 42.891 ton. Nilai impor ikan tahun 2009 sebesar 65,82 juta dollar AS, tahun 2008 senilai 71,16 juta dollar AS, dan tahun 2007 sebesar 27,57 juta dollar AS.

Saut mengatakan, penyusunan regulasi impor perikanan kini sudah memasuki tahap final. Ketentuan itu, antara lain, mengatur siapa yang boleh melakukan impor, persyaratan produk yang diimpor, kewajiban uji mutu dan keamanan produk, serta pengendalian volume impor agar tidak mengganggu pasar lokal.

Dengan ketentuan itu, produk ikan impor wajib mengikuti proses pengujian di pintu masuk. Selain itu, pemerintah juga berhak melakukan analisis kebutuhan impor dan pengendalian volume produk yang masuk sesuai dengan kebutuhan wilayah.

Pintu masuk impor perikanan dilakukan melalui pelabuhan di Jakarta, Makassar, Semarang, Belawan, dan Surabaya. Saut mengatakan, pemerintah daerah dapat melakukan pengujian produk dan pelarangan produk impor yang terbukti berbahaya bagi konsumen. (LKT)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/05/03091029/ikan.impor.berformalin


Tidak ada komentar: