Kronologi penangkapan KIA Vietnam berawal dari operasi penegakkan kedaulatan dan hukum di laut Natuna Utara yang dilakukan oleh KRI Tjiptadi-381. Saat patroli petugas mendeteksi kontak radar secara visual teridentifikasi sinyal itu merupakan kapal penangkap ikan asing sedang menangkap ikan dengan menggunakan pukat tarik atau pair trawl.
“Pada tanggal 10 Januari 2022 pukul 22.05 WIB Posisi 04 55 24 U – 107 14 12 T (43 NM barat Laut Pulau Laut) kami mendeteksi sebuah kontak tanpa lampu, kemudian kami dekati dan teridentifikasi sebagai sebuah kapal penangkap ikan Vietnam, selanjutnya kami lakukan prosedur pengejaran penangkapan dan penyelidikan (Jarkaplid),” ujar Komandan KRI Tjiptadi (TPD)-381, Letkol Laut (P) Irwan dalam siaran pers, 12 Januari 2021.
Setelah dilakukan pemeriksaan awal, KIA dengan tanda selar BTH 2122 TS diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan ZEE tanpa dilengkapi dokumen yang sah. Terdapat 12 orang Anak Buah Kapal (ABK) termasuk nahkoda. “Kemudian kapal dibawa menuju Dermaga TNI AL Sabang Mawang Lanal Ranai guna proses lebih lanjut,” ujar Irwan.
Sedangkan dua kapal lainnya diamankan KRI Tuanku Imam Bonjol. Kedua kapal berbendera Vietnam itu diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan ZEE Laut Natuna Utara.
Saat KRI Tuanku Imam Bonjol (IBL)-383 sedang melaksanakan Patroli BKO Guspurla Koarmada I, mendapati kontak radar pada posisi 05 01 00 U – 107 42 25 T (23 NM Barat Laut Pulau Laut). Setelah didekati teridentifikasi secara visual 2 buah KIA Vietnam bergandengan sedang menangkap ikan. “Selanjutnya dilaksanakan prosedur Jarkaplid,” ungkap Komandan KRI IBL-383 Letkol Laut (P) Ivan Halim.
Berdasarkan pemeriksaan awal ditemukan bukti-bukti bahwa 2 kapal ikan tersebut memiliki tanda selar BTH 2121 TS dan BTH 2122 TS menangkap ikan secara ilegal di perairan ZEE, Laut Natuna Utara. Diawaki masing-masing 4 orang dan 10 orang termasuk Nakhoda dan juru mesin.
Dari ketiga KIA itu ditemukan muatan ikan campur kurang dari 1 ton, muatan diduga telah dipindahkan ke kapal pengepul. Saat ini ketiga kapal ikan asing Vietnam telah berada di Dermaga TNI AL Sabang Mawang Lanal Ranai guna proses lebih lanjut.
baca : Kapal Asing Tetap Marak di Laut Natuna Utara
Nelayan Natuna Temukan 30 KIA Vietnam Saat Melaut
Tiga hari sebelum penangkapan tiga kapal asing oleh TNI AL, Nelayan Natuna melaporkan menemukan beberapa kapal Vietnam di Laut Natuna Utara. Nelayan setidaknya berpapasan dengan 30 kapal asing Vietnam yang mencuri ikan di Natuna saat melaut.
Laporan nelayan tersebut diperkuat dengan video pendek lengkap dengan titik koordinat keberadaan kapal dan waktu ditemukannya kapal asing tersebut. Terlihat dari video yang dikirim ke Mongabay Indonesia, 12 Januari 2022, KIA Vietnam menangkap ikan di Natuna secara berpasangan. Hal itu indikasi kalau mereka menggunakan alat tangkap pair trawl atau pukat tarik dasar gandeng (dua kapal) yang sangat merusak.
“(Kapal asing) Vietnam makin menjadi-jadi, cam mana mau cari makan ini, karang kami habis,” ujar nelayan dalam video tersebut sambil menunjukan keberadaan kapal asing.
Dari bukti video nelayan, kapal asing Vietnam berada di titik 05 22 715 N 108 35 463 E, 05 22 733 N 108 35 467 E pada tanggal 7 Januari 2022. Titik tersebut tidak jauh berada dari kapal hasil tangkapan TNI AL, 10 Januari 2022.
Laporan yang diterima Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANN) Hendri, setidaknya terdapat sekitar 30 KIA Vietnam di Laut Natuna Utara beberapa hari belakangan. Hendri mengatakan, video yang diambil nelayan hanya di beberapa titik, karena nelayan sibuk memancing dan menghadapi gelombang laut musim angin utara yang kuat. “Bahkan mereka (Nelayan Natuna) bisa menyebutkan selama melaut 8 hari yang terlihat 30 kapal asing, mereka meyakini sampai 100 kapal Vietnam mencuri ikan di Natuna,” kata Hendri kepada Mongabay Indonesia, 13 Januari 2021.
Menurut Hendri, tidak adanya kemauan dan kemampuan serta lemahnya koordinasi antar unit yang berwenang di laut membuat kapal asing semakin marak. Apalagi, pada musim angin utara sangat kencang membuat laut Natuna kosong dari kapal nelayan lokal. “Karena kosong mereka leluasa, selama ini yang menjaga nelayan lokal,” katanya.
Hendri menegaskan, jika pemerintah tidak bisa mengatasi KIA Vietnam tersebut, berikan wewenang kepada nelayan Natuna untuk bertindak. “Minimal dengan molotov kami pasti bisa berantas KIA ilegal itu,” katanya.
Hendri mengatakan, saat ini banyak kapal nelayan lokal Indonesia yang ditangkap di perairan negara lain. Salah satu penyebabnya adalah hasil tangkapan di laut sendiri (Indonesia) jauh berkurang akibat keberadaam kapal asing. “Sehingga banyak nelayan kita masuk negara lain yang sumber daya ikannya masih terpelihara,” katanya.
Senada dengan Hendri, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan menganalisis bahwa banyaknya kapal ikan asing yang melakukan praktik perikanan ilegal di laut Indonesia disebabkan postur dan kapasitas pengawasan perikanan yang dimiliki Indonesia belum berubah.
“Misalnya hari berlayar kapal pengawas perikanan tahun lalu hanya 100 hari per tahun sehingga tidak mampu merespon banyaknya pengaduan yang disampaikan oleh nelayan lokal atas maraknya kapal asing di Natuna” kata Abdi. Apalagi menjelang akhir tahun 2021, kapal pengawasan milik KKP sudah tidak melakukan patroli karena kehabisan bahan bakar minyak.
Menurut Abdi, kondisi ini membuat Indonesia semakin jauh dari cita-cita pemerintah sebagai poros maritim dunia. “Karena kita tidak mampu menjaga wilayah laut dari pencurian ikan oleh kapal asing” kata Abdi.
Abdi merekomendasikan agar biaya operasional dan hari layar kapal pengawas KKP bisa ditingkatkan dari 100 hari per tahun. “Sistem radar sebenarnya sudah mendeteksi keberadaan kapal ikan ilegal yang memasuki perairan Indonesia, namun kemampuan intercept terbatas jika kemampuan operasi hanya 100 hari setiap tahunnya,” kata Abdi.
Sementara itu, peneliti DFW Indonesia, Muhamad Arifudin juga menyebutkan selain menjadi lokasi perikanan ilegal oleh kapal asing, nelayan dan kapal ikan Indonesia terlibat dalam kegiatan perikanan ilegal wilayah negara tetangga. “Sebanyak 84 orang nelayan dan ABK Indonesia tertangkap dan ditahan otoritas Malaysia, Papua Nugini dan Australia sepanjang tahun 2021,” kata Arif.
Arif melanjutkan, nelayan Indonesia ditahan karena melakukan pelanggaran dengan melakukan aktivitas penangkapan ikan tanpa izin di wilayah laut negara tersebut. “50% ditangkap otoritas Malaysia dan rata-rata sudah menjalani proses hukum sehingga berhasil dipulangkan oleh pemerintah Indonesia,” katanya.
Arif juga mengingatkan pemerintah Indonesia untuk menyusun program strategis yang sifatnya lintas sektor untuk mengatasi praktik illegal fishing di Indonesia. “Ancaman pelanggaran dan kejahatan ini bisa datang dari eksternal dan internal sehingga butuh keterpaduan lintas sektor untuk menanganinya,” katanya.
Data PSDKP 2021 hasil operasi kapal pengawasan total kapal yang ditangkap di perairan Indonesia 167 kapal. Terdiri dari 114 kapal ikan Indonesia, 53 kapal ikan asing. KKP melakukan pemeriksaan 2000 lebih kapal, dengan operasi pengawasan 100 hari per tahun. Data KKP Illegal fishing masih marak oleh kapal asing di wilayah perbatasan Laut Natuna Utara, Selat Malaka dan Sulawesi Utara.
Lihat Berita Illegal Fishing Lainnya
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar