KKP Terjunkan Satgas, Tangani Kematian Massal Ikan di Danau Toba
KKPNews, Jakarta – Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) menerjunkan Tim Satuan Tugas (Satgas)
Penanganan Penyakit Ikan dan Lingkungan guna menindaklanjuti kasus
kematian massal ikan di danau Toba yakni di kelurahan Pintu Sona
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Tim Satgas yang diwakili para
ahli perikanan budidaya pada Balai Perikanan Budidaya Ait Tawar (BPBAT)
Jambi dan Balai Karantina Ikan Medan ini bertugas untuk mengidentifikasi
sekaligus memetakan penyebab teknis dan sumber dampak atas kematian
massal ikan, sekaligus memberikan arahan guna menentukan langkah-langkah
yang dapat diambil.
Sebelumnya, kasus kematian massal ikan
dialami oleh sekitar 18 (delapan belas) kepala keluarga, sedangkan total
jumlah ikan mati diperkirakan mencapai 180 ton dengan taksiran kerugian
diperkirakan sedikitnya Rp. 2,7 milyar (asumsi harga ikan Rp. 15.000,-
per kg).
Anggota Tim Satgas, Ahmad Jauhari dalam
keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa hasil monitoring kualitas
perairan dan investigasi di lapangan setidaknya ada 3 (tiga) dugaan
sementara penyebab kematian massal ikan tersebut yakni terjadinya
penurunan suplai oksigen bagi ikan, kepadatan ikan dalam KJA yang
terlalu tinggi, dan lokasi KJA terlalu dangkal, sementara dasar perairan
merupakan lumpur. Menurutnya, turunnya suplai oksigen disebabkan oleh
terjadinya upwelling (umbalan) yang dipicu oleh cuaca yang cukup ekstrim
dan berakibat adanya perbedaan suhu yang mencolok antara air permukaan
dan suhu air dibawahnya, inilah yang mengakibatkan terjadinya pergerakan
masa air dari bawah ke permukaan.
“Cuaca ekstrim telah memicu upwelling.
Jadi, pergerakan massa air secara vertical ini membawa nutrient dan
partikel-partikel dari dasar perairan ke permukaan, dan ini menyebabkan
pasokan oksigen untuk ikan menjadi berkurang, apalagi lokasi KJA cukup
dangkal dan sustratnya berumpur. Disamping itu, jika kami lihat,
ternyata kepadatan ikan dalam KJA juga terlalu tinggi, sehingga sangat
mengganggu sirkulasi oksigen,” jelas Jauhari dalam keterangannya.
Tim Satgas juga merekomendasikan agar
untuk sementara waktu aktivitas KJA di hentikan terlebih dahulu sekitar 2
(dua) bulan, agar perairan bias me-recovery kondisinya seperti semula.
“Ya paling tidak 2 (dua) bulan ke depan,
kami himbau masyarakat menghentikan sementara waktu aktivitas
budidayanya, hingga perairan kembali stabil,” pungkasnya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya,
Slamet Soebjakto dalam keterangannya di Jakarta, Senin (27/8)
mengungkapkan keprihatinannya atas musibah tersebut. Slamet menyatakan
bahwa kasus upwelling di perairan umum merupakan hal yang terjadi secara
periodik khususnya pada kondisi cuaca ekstrim. Untuk itu, menurutnya
perlu upaya yang sifatnya preventif sehingga kejadian serupa tidak
menimbulkan efek kerugian ekonomi yang lebih besar.
“Kasus up-welling di perairan umum ini,
secara periodic selalu terjadi, dan menjadi siklus tahunan, terlebih
dipicu oleh kondisi cuaca ekstrim. Karakteristiknya sama di hampir
seluruh perairan umum. KKP sebenarnya terus menerus telah menghimbau
masyarakat untuk melakukan pengelolaan budidaya secara bertanggunjawab
misalnya menerapkan manajemen pakan yang lebih efisien, sumber pakan
yang sedikit mengandung phosphor, pengaturan kepadatan tebar, pengaturan
jadwal budidaya hingga pengaturan jumlah KJA yang disesuaikan dengan
daya dukung lingkungan yang ada,” jelas Slamet.
Ia menambahkan, disisi lain masalah
perairan umum ini tidak bisa dilihat secara parsial tapi harus holistik,
begitupun dengan penyelesaiannya harus komprehensif. Ada banyak faktor
yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan. Oleh karenanya, ia
menghimbau semua pihak bisa duduk bareng mencari solusi yang sifatnya
jangka panjang. Dari aspek legalitas, Slamet juga menggarisbawahi bahwa
aktivitas usaha budidaya ikan di Perairan Danau Toba telah di atur dalam
berbagai regulasi, diantaranya tertuang dalam Peraturan Presiden No. 81
tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya
yang membolehkan kegiatan budidaya ikan sepanjang dapat dikendalikan
dan dilakukan pada zona budidaya perikanan.
“Zonasi peruntukan budidaya juga telah
kita atur agar sesuai dengan Perpres. Khusus untuk Kawasan budidaya di
kelurahan Pintu Sona, Kecamatan Pangururan ini, memang sejak tahun 2016
lalu tim kajian dari Litbang KKP sudah rekomendasikan untuk dipindah ke
lokasi yang lebih dalam. Mengingat hasil kajian kesesuaian, lokasi saat
in terlalu dangkal yakni di bawah 30 meter dan berada di teluk, padahal
idealnya minimal 30 meter dan ini riskan karena arus yang minim,”
imbuhnya.
Berkaitan dengan upaya menyikapi
kerugian ekonomi, Slamet menyatakan akan berkoordinasi dengan Pemerintah
Daerah baik Provinsi dan Kabupaten guna menentukan langkah selanjutnya
terkait dukungan yang diperlukan.
“Kita tunggu kondisi perairan Stabil
terlebih dahulu, nanti kita jalin koordinasi dengan Pemerintah Daerah
dalam menyikapi hal ini,” pungkas Slamet.
Sebelumnya hasil kajian yang dilakukan
oleh tim dari Litbang KKP telah merekomendasikan batas maksimum daya
dukung kapasitas produksi di perairan danau Toba maksimal sebanyak
50.000 ton per tahun. Hal ini, untuk menjaga status tropic danau Toba
berada pada ambang batas yang normal. Saat ini Pemerintah sedang
mengatur dan menertibkan KJA yang ada di danau Toba agar sesuai dengan
daya dukung lingkungannya. (humas_djpb)
Ratusan Ton Ikan di KJA Samosir Mendadak Mati
Cari Kos Kosan di Kota Kendari ini
tempat
Menerima pesanan
Kanopi, Pagar Besi, Jendela
dengan Harga
Murah dengan Sistim Panggilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar