KOMPAS.com - Perubahan iklim dan pemanasan global telah lama
diketahui mempengaruhi alam di berbagai belahan dunia. Bahkan, baru-baru ini
Persatuan Banga-bangsa ( PBB) merilis laporan terbaru tentang "kehancuran
dunia" ini. Ada empat laporan penting PBB yang dipresentasikan pada
pertemuan para ilmuwan di Medellin, Colombia, Jumat (23/03/2018) lalu.
Salah satunya menyebutkan kehancuran dan kemunduran
keanekaragaman hayati di dunia. Hal itu disebut-sebut sudah sangat parah
sehingga membahayakan ekonomi, mata pencaharian, ketahanan pangan, akses air
minum, serta kualitas hidup masyarakat dunia. Laporan-laporan tersebut
merupakan hasil pengamatan selama 3 tahun yang melibatkan 550 ahli dari 100
negara.
Para peneliti menilai keanekaragaman hayati dan ekosistem di
empat wilayah, yaitu Amerika, Asia-Pasifik, Afrika, dan Eropa-Asia Tengah.
Menurut laporan tersebut, pada tahun-tahun mendatang, perubahan iklim hanya
akan memberi tekanan lebih besar terhadap keanekaragaman hayati di dunia.
Laporan ini telah diamini oleh Platform Ilmu Pengetahuan
Antarpemerintah tentang Layanan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem (IPBES).
Para peneliti menemukan bahwa di Amerika telah terjadi penurunan 50 persen air
tawar terbarukan per orang sejak 1960-an. Di Eropa, 42 spesies hewan serta
tumbuhan darat cenderung menurun dalam ukuran populas pada dekade terakhir.
Jika hal ini terus berlanjut, para ilmuwan memprediksi Amerika akan kehilangan
15 persen dari tenaman dan hewan pada 2050.
Di lain pihak, wilayah Asia-Pasifik akan kehabisan stok ikan
karena penangkapan ikan komersil pada 2048. Tak hanya itu, Afrika bahkan
diperkirakan kehilangan separuh spesies mamalia dan burung pada 2100 mendatang.
"Keanekaragaman hayati dan alam sangat berguna bagi manusia, banyak
manusia, baik dalam akademis dan kehidupan sehari-hari kita," ungkap
Robert Watson, ketia IPBES dikutip dari Newsweek, Jumat (23/03/2018).
"Tidak ada yang jauh lebih benar, mereka adalah pondasi dari makanan kita,
air bersih, dan energi," imbuh Watson.
Watson menambahkan, keanekaragaman hayati merupakan jantung
dari kehidupan, budaya, identitas, sekaligus kenikmatan hidup manusia.
"Kita harus bertindak untuk mengentikan (kepunahan) dan mengembalikan
fungsi alam yang berkelanjutan, atau ini berisiko tidak hanya untuk masa depan,
tapi kehidupan yang kita jalani saat ini," tutup Watson.
Artikel
ini telah tayang di Kompas.com
dengan judul "Laporan Terbaru PBB: Asia Kehabisan Ikan Pada 2048", https://sains.kompas.com/read/2018/03/24/173500323/laporan-terbaru-pbb--asia-kehabisan-ikan-pada-2048.
Penulis : Resa Eka Ayu Sartika
Editor : Resa Eka Ayu Sartika
Penulis : Resa Eka Ayu Sartika
Editor : Resa Eka Ayu Sartika
KOMPAS.com - Perubahan
iklim dan pemanasan global telah lama diketahui mempengaruhi alam di
berbagai belahan dunia. Bahkan, baru-baru ini Persatuan Banga-bangsa (
PBB) merilis laporan terbaru tentang "kehancuran dunia" ini.
Ada empat laporan penting PBB yang dipresentasikan pada pertemuan para
ilmuwan di Medellin, Colombia, Jumat (23/03/2018) lalu. Salah satunya
menyebutkan kehancuran dan kemunduran keanekaragaman hayati di dunia.
Hal itu diseut-sebut sudah sangat parah sehingga membahayakan ekonomi,
mata pencaharian, ketahanan pangan, akses air minum, serta kualitas
hidup masyarakat dunia.
Laporan-laporan tersebut merupakan hasil pengamatan selama 3 tahun yang
melibatkan 550 ahli dari leih 100 negara. Para peneliti menilai
keanekaragaman hayati dan ekosistem di empat wilayah, yaitu Amerika,
Asia-Pasifik, Afrika, dan Eropa-Asia Tengah.
Baca juga : Biomassa Jadi Kunci Jaga Keanekaragaman Hayati Ikan Karang
Menurut laporan tersebut, pada tahun-tahun mendatang, perubahan iklim
hanya akan memberi tekanan lebih besar terhadap keanekaragaman hayati di
dunia.
Laporan ini telah diamini oleh Platform Ilmu Pengetahuan Antarpemerintah
tentang Layanan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem (IPBES).
Para peneliti menemukan bahwa di Amerika telah terjadi penurunan 50
persen air tawar terbarukan per orang sejak 1960-an. Di Eropa, 42
spesies hewan serta tumbuhan darat cenderung menurun dalam ukuran
populas pada dekade terakhir.
Jika hal ini terus berlanjut, para ilmuwan memprediksi Amerika akan
kehilangan 15 persen dari tenaman dan hewan pada 2050. Di lain pihak,
wilayah Asia-Pasifik akan kehabisan stok ikan karena penangkapan ikan
komersil pada 2048.
Tak hanya itu, Afrika bahkan diperkirakan kehilangan separuh spesies
mamalia dan burung pada 2100 mendatang.
"Keanekaragaman hayati dan alam sangat berguna bagi manusia, banyak
manusia, baik dalam akademis dan kehidupan sehari-hari kita," ungkap
Robert Watson, ketia IPBES dikutip dari Newsweek, Jumat (23/03/2018).
"Tidak ada yang jauh lebih benar, mereka adalah pondasi dari makanan
kita, air bersih, dan energi," imbuh Watson.
Baca juga: Keanekaragaman Hayati Laut Lindungi Ikan dari Perubahan Iklim
Watson menambahkan, keanekaragaman hayati merupakan jantung dari
kehidupan, budaya, identitas, sekaligus kenikmatan hidup manusia.
"Kita harus bertindak untuk mengentikan (kepunahan) dan mengembalikan
fungsi alam yang berkelanjutan, atau ini berisiko tidak hanya untuk masa
depan, tapi kehidupan yang kita jalani saat ini," tutup Watson.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Laporan Terbaru PBB: Asia Kehabisan Ikan Pada 2048", https://sains.kompas.com/read/2018/03/24/173500323/laporan-terbaru-pbb--asia-kehabisan-ikan-pada-2048.
Penulis : Resa Eka Ayu Sartika
Editor : Resa Eka Ayu Sartika
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Laporan Terbaru PBB: Asia Kehabisan Ikan Pada 2048", https://sains.kompas.com/read/2018/03/24/173500323/laporan-terbaru-pbb--asia-kehabisan-ikan-pada-2048.
Penulis : Resa Eka Ayu Sartika
Editor : Resa Eka Ayu Sartika
Laporan Terbaru PBB:
Asia Kehabisan Ikan Pada 2048
Resa Eka Ayu Sartika
Kompas.com - 24/03/2018, 17:35 WIB
Senja di pantai Pulau Triton, Kabupaten Kaimana, Papua Barat, beberapa
waktu lalu. Pulau ini merupakan bagian kawasan konservasi laut Kabupaten
Kaimana yang kaya keanekaragaman hayati bawah laut dengan jajaran bukit
karst berhias lukisan dinding kuno di sekitarnya.
Senja di pantai Pulau Triton, Kabupaten Kaimana, Papua Barat, beberapa
waktu lalu. Pulau ini merupakan bagian kawasan konservasi laut Kabupaten
Kaimana yang kaya keanekaragaman hayati bawah laut dengan jajaran bukit
karst berhias lukisan dinding kuno di sekitarnya.(KOMPAS/IRENE
SARWINDANINGRUM)
KOMPAS.com - Perubahan iklim dan pemanasan global telah lama diketahui
mempengaruhi alam di berbagai belahan dunia. Bahkan, baru-baru ini
Persatuan Banga-bangsa ( PBB) merilis laporan terbaru tentang
"kehancuran dunia" ini.
Ada empat laporan penting PBB yang dipresentasikan pada pertemuan para
ilmuwan di Medellin, Colombia, Jumat (23/03/2018) lalu. Salah satunya
menyebutkan kehancuran dan kemunduran keanekaragaman hayati di dunia.
Hal itu diseut-sebut sudah sangat parah sehingga membahayakan ekonomi,
mata pencaharian, ketahanan pangan, akses air minum, serta kualitas
hidup masyarakat dunia.
Laporan-laporan tersebut merupakan hasil pengamatan selama 3 tahun yang
melibatkan 550 ahli dari leih 100 negara. Para peneliti menilai
keanekaragaman hayati dan ekosistem di empat wilayah, yaitu Amerika,
Asia-Pasifik, Afrika, dan Eropa-Asia Tengah.
Baca juga : Biomassa Jadi Kunci Jaga Keanekaragaman Hayati Ikan Karang
Menurut laporan tersebut, pada tahun-tahun mendatang, perubahan iklim
hanya akan memberi tekanan lebih besar terhadap keanekaragaman hayati di
dunia.
Laporan ini telah diamini oleh Platform Ilmu Pengetahuan Antarpemerintah
tentang Layanan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem (IPBES).
Para peneliti menemukan bahwa di Amerika telah terjadi penurunan 50
persen air tawar terbarukan per orang sejak 1960-an. Di Eropa, 42
spesies hewan serta tumbuhan darat cenderung menurun dalam ukuran
populas pada dekade terakhir.
Jika hal ini terus berlanjut, para ilmuwan memprediksi Amerika akan
kehilangan 15 persen dari tenaman dan hewan pada 2050. Di lain pihak,
wilayah Asia-Pasifik akan kehabisan stok ikan karena penangkapan ikan
komersil pada 2048.
Tak hanya itu, Afrika bahkan diperkirakan kehilangan separuh spesies
mamalia dan burung pada 2100 mendatang.
"Keanekaragaman hayati dan alam sangat berguna bagi manusia, banyak
manusia, baik dalam akademis dan kehidupan sehari-hari kita," ungkap
Robert Watson, ketia IPBES dikutip dari Newsweek, Jumat (23/03/2018).
"Tidak ada yang jauh lebih benar, mereka adalah pondasi dari makanan
kita, air bersih, dan energi," imbuh Watson.
Baca juga: Keanekaragaman Hayati Laut Lindungi Ikan dari Perubahan Iklim
Watson menambahkan, keanekaragaman hayati merupakan jantung dari
kehidupan, budaya, identitas, sekaligus kenikmatan hidup manusia.
"Kita harus bertindak untuk mengentikan (kepunahan) dan mengembalikan
fungsi alam yang berkelanjutan, atau ini berisiko tidak hanya untuk masa
depan, tapi kehidupan yang kita jalani saat ini," tutup Watson.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Laporan Terbaru PBB: Asia Kehabisan Ikan Pada 2048", https://sains.kompas.com/read/2018/03/24/173500323/laporan-terbaru-pbb--asia-kehabisan-ikan-pada-2048.
Penulis : Resa Eka Ayu Sartika
Editor : Resa Eka Ayu Sartika
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Laporan Terbaru PBB: Asia Kehabisan Ikan Pada 2048", https://sains.kompas.com/read/2018/03/24/173500323/laporan-terbaru-pbb--asia-kehabisan-ikan-pada-2048.
Penulis : Resa Eka Ayu Sartika
Editor : Resa Eka Ayu Sartika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar