Sepekan terakhir, ramai
diperbincangkan mengenai “what’s next” dari kebijakan pemberantasan
penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur
(illegal, unreported, unregulated/IUU fishing) yang diterapkan Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan merupakan salah satu yang mempertanyakan hal tersebut.
Ia mengatakan, kebijakan IUU fishing
telah cukup sukses dijalankan Menteri Susi dalam dua setengah tahun
terakhir. Pencurian ikan oleh kapal asing dan praktik alih muat di
tengah laut (transhipment) berkurang drastis. Begitu pula dengan praktik pelanggaran perizinan dan penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem laut.
Dampaknya, ikan kini melimpah di
perairan Indonesia. Nah, persoalannya, kata Luhut, melimpahnya ikan di
perairan nusantara itu ternyata belum bisa dimanfaatkan. Padahal, jika
tak ditangkap, ikan-ikan bisa pergi ke perairan negara tetangga atau
mati.
“Ikan kan enggak ada agamanya, enggak
ada kebangsaannya. Jadi kalau dia enggak ditangkap, dia pindah ke tempat
lain atau dia mati dimakan predator,” ujar Luhut pekan lalu.
Menanggapi pernyataan Luhut tersebut,
sambil bergurau Susi menjawab, ”Benar ikan itu tidak beragama dan tidak
punya kebangsaan, lagi pula kenapa kita harus pikir ikan seperti itu
hehehe. Kalau ikan memiliki kewarganegaraan, ya seharusnya dibikinkan
KTP saja, atau kalau perlu e-KTP biar tidak repot.”
Menurut Susi, pernyataan Luhut aneh dan tidak realistis. “Illegal Fishing
tidak akan pernah berhenti total: pencuri selalu mencoba kembali. Bodoh
kita kalau berpikir sudah selesai dengan pencurian ikan,” kata Susi.
“Benar ikan berenang dan ada jenis ikan
yang bermigrasi. Tapi selama ikan masih di wilayah Kedaulatan RI: milik
kita. Apabila ada yang masuk wilayah kedaulatan kita untuk ambil ikan
kita, saya tangkap dan tenggelamkan,” ujar Susi lantang.
Selanjutnya Susi juga mengatakan memang
benar ikan akan mati atau dimakan oleh ikan lainnya. “Tapi ikan itu
lahir tidak langsung mati, tapi besar, kawin, bertelur, beranak-pianak.
Setelah beranak-pianak, ikan pun mati ditangkap/mati sendiri. Itulah
kehidupan dalam ekosistem. Fitrah makhluk hidup itu untuk beregenerasi.
Jadi kalau tidak ditangkap, bukan berarti rugi,” terang Susi.
Susi bertambah heran mengapa Luhut mempertanyakan “What’s next” dari kebijakan IUU fishing seolah-olah kemelimpahan ikan di perairan Indonesia tidak termanfaatkan.
Menurut Susi, jika Luhut melihat
data-data yang ada, melimpahnya ikan telah dimanfaatkan oleh kapal-kapal
perikanan nasional dan nelayan-nelayan lokal.
Buktinya, kata Susi, pihaknya sudah
memberikan izin berupa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sebanyak 3.834
izin dan Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI) sebanyak 257
izin.
Direktur Kapal dan Alat Tangkap KKP Agus
Suherman menambahkan, perizinan itu diberikan kepada kapal-kapal ukuran
besar di atas 70 GT dan banyak yang berukuran 150 GT.
“Jadi stok ikan lestari (sustainability maximum yield/MSY)
yang kini meningkat menjadi 12,54 juta ton pada 2017 secara bertahap
terus dimanfaatkan. Tapi kini tidak lagi dikeruk oleh
korporasi-korporasi eks asing yang melakukan penangkapan ilegal, tetapi
dinikmati oleh perusahaan-perusahaan penangkapan ikan nasional,
nelayan-nelayan lokal, dan masyarakat banyak,” kata Menteri Susi kepada
Nusantara Maritime News (NMN).
Selanjutnya, pemanfaatan ikan tersebut
berdampak terhadap nilai tukar nelayan yang mencapai 110 dan nilai tukar
usaha perikanan (NTUP) nelayan yang mencapai 120 pada tahun 2016. Nilai
ekspor meningkat 5,8 persen dari 3,94 juta dollar AS pada tahun 2015
menjadi 4,17 juta dollar AS pada tahun 2016.
Selain itu, terjadi penurunan impor
hingga 70 persen sehingga pemerintah bisa menghemat devisa dalam jumlah
besar. Pada tahun 2016, kuota impor yang terpakai hanya sebesar 20
persen dari kuota yang telah disediakan.
Peningkatan juga terjadi pada konsumsi
ikan masyarakat Indonesia dari 37,2 kg per kapita tahun 2014 menjadi
41,1 kg per kapita pada tahun 2015, dan 43,9 kg per kapita tahun 2016.
Dengan progres tersebut, KKP
meningkatkan target konsumsi ikan menjadi 46 kg per kapita tahun 2017
dan 50 kg per kapita tahun 2019 mendatang.
Jadi jelas, kata Susi, “what’s next” dari pemberantasan IUU fishing sudah tampak dan berpotensi terus tumbuh, yakni meningkatnya ekonomi perikanan Indonesia.
Penulis : Gema dan May Sanjaya
Editor : Abrial Athar
Editor : Abrial Athar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar