Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan satu dari enam kementerian dan lembaga yang mendapat predikat opini Tidak Menyatakan Pendapat atau disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan terkait laporan keuangannya.
Opini disclaimer tersebut pun menjadi perhatian publik. Apalagi, KKP di bawah kepemimipinan Susi Pudjiastuti terkenal kerap melakukan terbosan untuk memerangi illegal fishing dengan penenggelaman kapal.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara membeberkan alasan kenapa lembaganya mengganjar laporan keuangan Menteri Susi Pudjiastuti dengan opini disclaimer. Menurut Moermahadi, audit tersebut murni terkait akuntabilitas laporan keuangan, bukan audit kinerja kementerian.
"Ini harus dipisahkan antara prestasi kinerjanya Bu Susi dengan akuntabilitas di laporan. Tahun ini bisa WTP (wajar tanpa pengecualian), tahun depan bisa lain lagi. Jadi kita melihat data-data di periode laporan tahun 2016 tersebut," kata Moermahadi saat berbincang dengan media di Kantor BPK, Jakarta, Senin (22/5).
Moermahadi mengatakan akuntabilitas yang tidak tercapai di laporan keuangan KKP adalah soal pengadaan barang, yaitu kapal. Dalam laporannya, KKP menganggarkan Rp 209 miliar untuk pengadaan kapal bagi nelayan dengan jumlah sekitar 750 kapal. Namun hingga Desember 2016, baru 48 kapal yang rampung.
"Menurut aturan harus selesai Desember 2016, ternyata tidak dan diperpanjang hingga Maret 2017. Nah syarat-syarat pertanggung jawabannya itu harus ada berita acara serah terima (BAST), ini yang belum lengkap," jelas Moermahadi.
Selain itu, menurut dia bisa saja ada kesalahan dalam menerapkan sistem informasi aset negara (SIMA) yang diinisiasi Kemenkeu. "Dalam SIMA Barang Milik Negara, mungkin dia salah menerapkan sistemnya, sehingga akumulasi penyesuaiannya negatif," tuturnya.
Menurut Moermahadi, pihak KKP menyebutkan akan menindaklanjuti rekomendasi BPK. Namun, kata dia, jika dinilai perlu, BPK bisa melakukan Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terkait pengadaan barang dan serah terima.
"Karena mereka (KKP) bilang tidak ada yang fiktif (dalam laporan). Jadi kalau tahun depan bisa clear, ya mungkin bisa WTP. Karena memang auditnya ini kan gambaran satu tahun, jadi yang diaudit berdasarkan neraca 31 Desember," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar