Pemerhati masalah perikanan
dan nelayan menganggap Nota Kesepahaman (MoU, Memorandum of
Understanding) Indonesia-Malaysia tentang pedoman umum penanganan
masalah laut perbatasan memicu meningkatnya praktek penangkapan ikan
ilegal.
“MoU tersebut digunakan oleh kapal-kapal asing untuk terus melakukan praktek ‘illegal fishing‘ dengan memakai bendera Malaysia,” kata Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim ketika dihubungi kemarin.
MoU tersebut ditandatangani di Nusa Dua, Bali, 27 Januari 2012 oleh Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Indonesia Lakma TNI Y. Didik Heru Purnomo dan Sekretaris Majelis Keselamatan Negara Malaysia Dato Mohamed Thajudeen Abdul Wahabn.
Salah satu isinya menegaskan bahwa aparat kedua negara tidak melakukan penangkapan terhadap nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan dalam batas-batas wilayah kedua negara yang belum selesai dirundingkan. Alasannya, para nelayan tradisional tersebut dinilai hanya memiliki kapal berukuran kecil tanpa navigasi yang memadai, kecuali bagi mereka yang menggunakan alat tangkap ilegal seperti bahan peledak, alat penangkapan ikan listrik dan kimia.
“MoU tersebut merupakan upaya maju pemerintah untuk melakukan perlindungan kepada nelayan Indonesia yang beroperasi di wilayah perbatasan. Sayangnya tidak secara khusus menekankan upaya mengatasi praktek penangkapan ikan illegal oleh kapal-kapal asing,” kata Abdul.
Senada dengan itu, Budi Laksana, Sekertaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) melihat, MoU tersebut memang merugikan nelayan Indonesia yang umumnya masih menggunakan kapal-kapal tradisional.
“Nelayan-nelayan kita umumnya tak bisa melaut sampai di wilayah perbatasan. Otomatis, kapal-kapal asing yang umumnya lebih modern menguasai daerah perbatasan, bahkan masuk ke wilayah Indonesia. Agar selamat dari penangkapan, mereka menggunakan bendera Malaysia”, jelas Budi.
Ia pun berharap, perlunya penegakan hukum dan penentuan batas laut yang jelas antara Indonesia-Malaysia, termasuk di daerah yang belum selesai dirundingkan.
“MoU ini perlu dikaji lagi karena menurut hasil pemantauan kami, sangat merugikan nelayan Indonesia”, tegasnya.
KIARA menilai, praktek illegal fishing di perairan Indonesia masih parah, menyusul data yang dilansir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). KKP mencatat, selama tahun 2012 saja terdapat 1.150 kapal ikan yang diperiksa karena tidak memiliki kelengkapan administrasi.
Dari 1.150 kapal tersebut, ada 39 kapal yang kemudian dianggap ilegal. 28 di antaranya berbendera asing dan 11 kapal berbendera Indonesia.
Maraknya tindak kejahatan perikanan juga karena belum tercapainya kesepahaman mengenai tapal batas Indonesia dengan 10 negara tetangga, yakni India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Akibatnya, banyak kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia
Oleh Ryan Dagur, Jakarta
Sumber: http://indonesia.ucanews.com/2012/05/15/mou-indonesia-malaysia-terkait-nelayan-memicu-penangkapan-ikan-ilegal/
“MoU tersebut digunakan oleh kapal-kapal asing untuk terus melakukan praktek ‘illegal fishing‘ dengan memakai bendera Malaysia,” kata Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim ketika dihubungi kemarin.
MoU tersebut ditandatangani di Nusa Dua, Bali, 27 Januari 2012 oleh Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Indonesia Lakma TNI Y. Didik Heru Purnomo dan Sekretaris Majelis Keselamatan Negara Malaysia Dato Mohamed Thajudeen Abdul Wahabn.
Salah satu isinya menegaskan bahwa aparat kedua negara tidak melakukan penangkapan terhadap nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan dalam batas-batas wilayah kedua negara yang belum selesai dirundingkan. Alasannya, para nelayan tradisional tersebut dinilai hanya memiliki kapal berukuran kecil tanpa navigasi yang memadai, kecuali bagi mereka yang menggunakan alat tangkap ilegal seperti bahan peledak, alat penangkapan ikan listrik dan kimia.
“MoU tersebut merupakan upaya maju pemerintah untuk melakukan perlindungan kepada nelayan Indonesia yang beroperasi di wilayah perbatasan. Sayangnya tidak secara khusus menekankan upaya mengatasi praktek penangkapan ikan illegal oleh kapal-kapal asing,” kata Abdul.
Senada dengan itu, Budi Laksana, Sekertaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) melihat, MoU tersebut memang merugikan nelayan Indonesia yang umumnya masih menggunakan kapal-kapal tradisional.
“Nelayan-nelayan kita umumnya tak bisa melaut sampai di wilayah perbatasan. Otomatis, kapal-kapal asing yang umumnya lebih modern menguasai daerah perbatasan, bahkan masuk ke wilayah Indonesia. Agar selamat dari penangkapan, mereka menggunakan bendera Malaysia”, jelas Budi.
Ia pun berharap, perlunya penegakan hukum dan penentuan batas laut yang jelas antara Indonesia-Malaysia, termasuk di daerah yang belum selesai dirundingkan.
“MoU ini perlu dikaji lagi karena menurut hasil pemantauan kami, sangat merugikan nelayan Indonesia”, tegasnya.
KIARA menilai, praktek illegal fishing di perairan Indonesia masih parah, menyusul data yang dilansir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). KKP mencatat, selama tahun 2012 saja terdapat 1.150 kapal ikan yang diperiksa karena tidak memiliki kelengkapan administrasi.
Dari 1.150 kapal tersebut, ada 39 kapal yang kemudian dianggap ilegal. 28 di antaranya berbendera asing dan 11 kapal berbendera Indonesia.
Maraknya tindak kejahatan perikanan juga karena belum tercapainya kesepahaman mengenai tapal batas Indonesia dengan 10 negara tetangga, yakni India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Akibatnya, banyak kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia
Oleh Ryan Dagur, Jakarta
Sumber: http://indonesia.ucanews.com/2012/05/15/mou-indonesia-malaysia-terkait-nelayan-memicu-penangkapan-ikan-ilegal/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar