29 Agustus, 2009

Gagasan Terusan Khatulistiwa"

Gagasan “Terusan Khatulistiwa“ yang akan menghubungkan selat Makassar, Pesisir Tambu (Kabupaten Donggala Prop.Sulawesi Tengah) dengan Pesisir Kasimbar (Teluk Tomini, Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah) atau menghubungkan alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI II dan ALKI III, pertama kalinya dikemukakan oleh Gubernur Sulawesi Tengah H.B.Paliudju dihadapan Menteri Dalam Negeri, H.Murdiyanto pada acara Musyawarah IV Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) di Hotel Silae Beach Palu. 

Gagasan ini memberikan tanggapan yang beragam, ada yang pro dan ada juga yang kontra. Tentunya perbedaan ini merupakan sesuatu yang wajar dan hendaklah kita memandangnya sebagai sebuah dinamika dalam rangka melahirkan satu kebijakan terbaik untuk pembangunan di Sulawesi Tengah. 

Secara institusional gagasan ini telah direspon oleh Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pualu-Pulau Kecil yang akan melakukan penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Terusan Khatulistiwa. Respon ini tentunya perlu didukung dan disikapi oleh kita semua dengan pertimbangan- pertimbangan ilmiah. 

Gagasan “Terusan Khatulistiwa“ ini merupakan gagasan yang menarik untuk menjadi bahan diskusi, karena boleh dikata termasuk gagasan “Setengah Gila”. Namun begitu, tidak berarti gagasan ini tidak memiliki argumentasi untuk diwujudkan. Jika anda semua pernah membaca buku imposible question, maka pada intinya buku ini menceritakan keberhasilan sejumlah teori atau gagasan yang pada awalnya merupakan hal yang mustahil bagi semua orang namun ternyata pada akhirnya dapat diwujudkan. Sebagai contoh Thomas Alfa Edison telah melakukan percobaan lebih dari 13.000 kali baru dapat membuktikan teori bola lampu pijarnya. Terbangunnya terusan Panama maupun terusan Suez; Neill dan Amstrong astronot Apollo 11 telah mematahkan teori bahwa mustahil manusia dapat mendarat diplanet bulan. 

Di Indonesia ada beberapa gagasan spektakuler yang tadinya mendapat tantangan dari sejumlah kalangan, seperti jemebatan Suramadu yang menghubungan Surabaya dan Madura. Dan di Sulawesi Tengah kita diingatkan bagaimana membangun Jaringan Irigas Gumbasa Kabupaten Donggala yang panjangnya puluhan kilometer hanya menggunakan tenaga manusia.  

Catatan-catatan diatas paling tidak memberikan pencerahan dan motiviasi kepada kita bahwa membangun terusan khatulistiwa yang akan menghubungkan selat Makassar dan Teluk Tomini (ALKI II dan ALKI III) bukan suatu hal yang tidak mungkin sepanjang ada kemauan dan komitmen dari kita semua untuk bersama-sama mewujudkannya. Berdasarkan data satelit peta rupa bumi menunjukan bahwa lebar Tambu–Kasimbar hanya sekitar 28,5 Km dengan ketinggian bukit sekitar 70 meter dan perbedaan pasang surut air laut antara selat Makassar–Teluk Tomini tidak ekstrim dan kejadiannya hampir bersamaan. 

Kondisi geografis Indonesia dan Sulawesi Tengah khusunya membuat hubungan antara kawasan barat dan kawasan timur Indonesia melalui transportasi laut menjadi kurang efisien oleh karena dari kawasan barat ke kawasan timur (Teluk Tomini, Maluku dan Papua) atau sebaliknya harus berputar melewati Sulawesi Utara atau Sulawesi Selatan. Ini tentunya melahirkan sejumlah konsekwensi antara lain meningkatnya cost transportasi oleh karena Bahan Bakar Minyak (BBM) dan komponen lainnya yang digunakan menjadi lebig besar. Apabila gagasan membangunan terusan dapat direalisasikan, maka paling tidak jarak antara kawasan barat dan timur atau sebaliknya menjadilebih pendek sehingga hemat BBM, lebih aman karena berlayar dalam teluk serta lebih cepat yang semuanya berdampak terhadap aspek ekonomi, sosial dan keamanan antara lain ; 

(1) menurunnya harga kebutuhan pokok dan meningkatnya harga komoditi yang diterima masyarakat, 

(2) meningkatnya efisiensi pengawasan dalam rangka keamanan dan ketertiban di wilayah NKRI termasuk illegal fishing maupun illegal logging, 

(3) memperkecil gap dalam pengembangan wilayah antara kawasan barat dan timur, 

(4) berkembangnya ekonomi dikawasan timur, khususnya di Sulawesi Tengah. 

Sebagai gambaran efisiensi bila terbangunnya terusan ini dapat dikemukakan analisis komandan LANAL Palu (2009) bahwa apabila berlayar dari kawasan barat ke timur atau sebaliknya melalui terusan khatulistiwa, maka terdapat selisih jarak sekitar 107 mil laut, serta bila dikonversi kepada penggunaan BBM saja maka akan ada rfisiensi senilai 19 Trilyun per tahun. 

Selain itu sebagai alur pelayaran internasional akan menjadi lebih penting dan super sibuk oleh karena bergesernya pusat pertumbuhan dunia ke Asia Pasifik (China, Korea dan Jepang), dan tentu saja situasi ini memposisikan terusan khatulistiwa menjadi lebih strategis lagi dalam rangka membangun efisiensi. 

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa membangun daya saing Indonesia dan khususnya Sulawesi Tengah antara lain dapat diwujudkan dengan mengembangkan secara proporsional sistim transportasi darat, udara dan laut disertai dengan regulasi dan deregulasi dalam rangka berkembangnya sejumlah komoditi secara berkeadilan dan berkelanjutan 


Sent from ßãňůą ßä®ü™ 
powered by ♥ INDONESIA

Tidak ada komentar: