Banyaknya
sampah plastik yang terbawa arus laut, yang secara periodik muncul di
pesisir Bali, merupakan tanggung jawab semua pihak. Tidak hanya
Indonesia, namun juga seluruh negara.
Hal ini
disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun
dan Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati. Ini menanggapi beredarnya
video “Marine Plastic di Nusa Penida, Bali”, yang diunggah wisatawan
Rich Horner di media sosial Sabtu (3/3) lalu.
"Pemerintah
Indonesia telah banyak melakukan upaya mengatasi persoalan sampah,
khususnya di Bali, KLHK bekerja sama dengan beberapa perusahaan kemasan,
dalam menyediakan beberapa drop box, untuk menampung kemasan botol plastik dan kemasan karton untuk minuman," tutur Vivien seperti dalam siaran persnya.
Selain
itu, Vivien juga menyampaikan bahwa kegiatan pembersihan rutin dilakukan
setiap hari di pantai. Kegiatan didukung pemerintah daerah dan
perusahaan minuman, serta hadirnya gerakan kurangi kantong plastik, yang
disuarakan oleh beberapa LSM.
"Saat
ini juga dilakukan kajian sampah plastik di laut di 20 lokasi, oleh
Kementerian Koordinator Bidang Maritim bekerja sama dengan World Bank,
di mana Kota Denpasar, Bali, menjadi salah satu lokasinya," lanjut
Vivien.
Terkait
dengan sampah plastik di laut, Indonesia telah berkomitmen mengurangi
sampah plastik di laut sebanyak 70 persen, dan mengurangi limbah
melalui reduce-reuse-recycle sebanyak 30 persen pada 2025. Sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi pada G20 Summit tahun lalu.
Begitu
pula Ocean Foundation, telah melakukan percobaan dengan memasang jaring
dan menghisap sampah-sampah tersebut sebagai salah satu cara untuk
mengatasi masalah sampah di laut. Namun demikian tentunya hal ini akan
membutuhkan jumlah biaya yang tidak sedikit, jika Pemerintah Indonesia
ingin mencoba melakukan hal yang sama.
Sementara pakar Oceanografi dari Pusat Riset Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dr. Widodo Pranowo,
berpendapat pola arus pada akhir bulan Februari hingga awal Maret telah
memasuki selat Lombok dari arah utara. Yaitu dari arah Selat Makassar
dan Laut Jawa menuju Samudera Hindia.
"Sampah-sampah tersebut bisa jadi bukan hanya dari Indonesia. Hal ini terindikasi dari sejumlah kemasan dan marine litter yang ditemukan saat diving hari pertama bukan berasal dari lokasi setempat, karena tidak ada sungai yang mengalir dari Nusa Penida. Sampah atau marine litter tersebut terbawa arus yang berjarak ribuan kilometer," jelas Widodo.
Sebagaimana diketahui, video Rich Horner memperlihatkan lokasi menyelam (diving) di perairan Nusa Penida, Bali penuh dengan sampah plastik (marine litter).
Secara utuh, Rich Horner juga menyampaikan update bahwa di hari kedua,
dirinya tidak menemukan lagi sampah di lokasi yang sama. Ia juga
menyatakan bahwa, sampah-sampah di lokasi penyelaman, kemungkinan
berasal dari Asia Tenggara.
Adapun
kebijakan terbaru dalam pengelolaan sampah adalah Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengelolaan Sampah, yang menargetkan pengurangan sampah sebesar 30
persen dan 70 persen penanganan sampah pada tahun 2025. Di mana saat ini
kebijakan tersebut sedang disosialisasikan.
Hal ini
juga ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi
Nasional Pengelolaan Sampah di Laut, dan di waktu yang bersamaan juga
berlangsung aksi pengurangan sampah di laut, di 26 kota yang memiliki
pantai atau sungai besar bersama masyarakat. Antara lain di Surabaya,
Manado, Jakarta Utara, Denpasar, Banjarmasin serta direncanakan akhir
Maret dan April, di Labuan Bajo dan Palembang.
"Di
samping edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, Pemerintah juga terus
berkoordinasi dengan semua pihak termasuk internasional, untuk mencari
solusi dalam pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan," pungkas
Vivien.
Sumber : Republika.co.idhttp://pusriskel.litbang.kkp.go.id/index.php/en/home/1863-penanganan-sampah-di-bali-dapat-dukungan-semua-pihak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar