DOBO,
KOMPAS - Pemberlakuan moratorium perizinan usaha perikanan tangkap terhadap
seluruh kapal perikanan yang dibangun di luar negeri belum sepenuhnya dipatuhi.
Di Laut Arafura, puluhan kapal eks asing ilegal tetap melaut meski izinnya
telah dibekukan.
Sebanyak 34 kapal eks asing dari total 96 kapal eks asing milik industri
perikanan terpadu PT Pusaka Benjina Resorces masih tetap beroperasi meski izin
penangkapan ikan kapal tersebut sudah dibekukan sejak November 2014. Pembekuan
seiring berlakunya ketentuan moratorium izin usaha perikanan tangkap.
Demikian hasil operasi gabungan yang dilakukan Satuan Tugas Pencegahan dan
Pemberantasan IUU Fishing Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan
dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama TNI Angkatan Laut,
Rabu (21/1), di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.
Penelusuran dan verifikasi perizinan kapal dilakukan pada 19-21 Januari 2015 di
sejumlah lokasi di Papua dan Maluku.
Penghentian sementara izin kapal eks asing diatur dalam Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara
(moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia tanggal 3 November 2014.
Takut kembali
Site Manager Pusaka Benjina Resoures Herman mengatakan, kapal-kapal eks asing
itu seharusnya sudah tidak beraktivitas sejak pemerintah membekukan surat izin
penangkapan ikan (SIPI) kapal-kapal itu. Pihaknya telah memanggil semua kapal
penangkap ikan yang masih berada di wilayah penangkapan (fishing ground),
tetapi masih ada yang belum kembali.
Herman mengatakan, sebagian kapal itu telah melaut sejak sebelum ada ketentuan
moratorium sehingga sebagian kapal yang telanjur menangkap ikan itu takut
kembali. Perusahaan penanaman modal asing tersebut mengaku pasrah jika
kapal-kapal itu ditindak oleh aparat pengawasan.
”Kami sudah memanggil kapal-kapal itu, tetapi mereka belum juga kembali.
Mungkin mereka ketakutan untuk masuk (ke pelabuhan). Maju kena mundur kena.
Kami bisa berbuat apa,” ujarnya.
Dari total 96 kapal penangkap ikan yang dimiliki perusahaan itu, jumlah anak
buah kapal (ABK) asal Thailand 1.000 orang dan ABK Indonesia sekitar 100 orang.
Sejak berlakunya moratorium, para ABK asal Thailand tinggal di kapal.
Kapal-kapal eks Thailand itu berukuran rata-rata 200 gros ton (GT) dengan 80
persen hasil tangkapan diekspor ke Thailand.
Mukhtar, Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tual
menilai, ada kejanggalan jika perusahaan tersebut tak mampu mengendalikan kapal
ikan milik perusahaan. ”Kalau perusahaan tidak bisa berbuat apa-apa, itu
indikasi bahwa kapal itu bukan punya mereka,” ujarnya.
Sementara itu, di pelabuhan perikanan milik Pusaka Benjina Resources kini
bersandar satu kapal pengangkut ikan K Golden Sea berukuran 2.000 GT. Dalam
palka kapal itu ada 1.600 ton ikan yang siap diekspor ke Thailand. Namun,
ekspor tertahan karena kapal terkena aturan larangan alih muatan
(transshipment).
Berdasarkan data Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tual,
hingga 9 Januari 2015, tercatat 98 kapal yang izinnya dicabut atau dibekukan,
tetapi masih beroperasi. Kapal-kapal itu tersebar di Tual, Ambon, Kepulauan Aru
(Maluku), Sorong, Timika, Kaimana (Papua Barat), dan Merauke (Papua). (LKT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar