Keanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan laut meliputi
kenakearagaman genetik, spesies dan ekosistem. Keanakeragaman hayati
dengan nilai manfaatnya baik secara ekonomis, sosial, budaya, dan
estetika perlu memperoleh perhatian serius agar strategi pengelolaan
keanekaragaman hayati pesisir dan laut sesuai dengan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Kawasan konservasi perairan merupakan
bagian dari upaya pengelolaan atau konservasi ekosistem. Berangkat dari
hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan
Permen Nomor 2/Permen-KP/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat
Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Selain
itu, menyikapi terjadinya IUU fishing yang menyebabkan terjadinya
kerugian bagi Indonesia dan untuk mentertibkan alih muatan di perairan
Indonesia, KKP telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor: 56/PERMEN-KP/2014 tanggal 3 November 2014 tentang
Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia untuk kapal
perikanan yang dibangun di luar negeri serta Permen KP Nomor:
57/PERMEN-KP/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Kelautan dan perikanan Nomor: Per.30/Men/2012 tentang Usaha Perikanan
tangkap di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia,
dimana Permen ini mengatur tentang Pelarangan Pendaratan Ikan Hasil
Tangkapan dari Kapal Penangkap Ikan yang Melalui Alih Muatan di Laut.
Dampak kebijakan KKP
Sikap tegas dan dampak pemberlakuan Permen tersebut bukan tidak mungkin memicu reaksi dari masyarakat, khususnya masyarakat nelayan di Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati dan Kota Tegal. KKP terus berupaya untuk menertibkan kapal-kapal yang tidak sesuai dengan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).
Sikap tegas dan dampak pemberlakuan Permen tersebut bukan tidak mungkin memicu reaksi dari masyarakat, khususnya masyarakat nelayan di Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati dan Kota Tegal. KKP terus berupaya untuk menertibkan kapal-kapal yang tidak sesuai dengan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).
Direktur Jenderal Perikanan
Tangkap (DJPT), Gellwynn Jusuf mengatakan, nelayan di Kabupaten Rembang,
Pati dan Tegal banyak menggunakan kapal dengan alat tangkap pukat tarik
(dogol dan cantrang) dan pukat hela (pukat dorong untuk mencari udang
rebon).
Gellwynn menambahkan jumlah kapal dengan alat tangkap
kelompok pukat tarik di Kabupaten Rembang terdiri dari: Dogol sebanyak
1.430 unit, Cantrang sebanyak 302 unit, Pukat dorong untuk rebon
sebanyak 30 unit. Total 1.762 unit. Sementara itu, jumlah kapal dengan
alat tangkap di Kota Tegal adalah sebagai berikut: Pukat Tarik
(Cantrang) sebanyak 760 unit, kapal selain Pukat Tarik selain 103 unit.
Total sebanyak 863 unit. Di Pati sendiri jumlah kapal penangkap
sebanyak 611 unit dan kapal pengangkut sebanyak 76 unit dengan total
keseluruhan 687 unit.
"Kapal tersebut dimiliki oleh perseorangan
dan kelompok nelayan. Untuk kapal-kapal yang menggunakan pukat hela dan
pukat tarik saat ini sudah tidak beroperasi. Memang dampaknya nelayan
banyak yang tidak melaut. Namun, jika kapal-kapal ini terus beroperasi
akan memberikan efek buruk bagi ekosistem laut kedepannya," ungkap
Gellwynn.
Saat ini di Tegal sudah dihentikan pelayanan
perpanjangan SIPI untuk kapal cantrang seiring dengan pemberlakuan
Permen Nomor 2/Permen-KP/2015. Penggunaan alat penangkap ikan pukat hela
(trawls) dan pukat tarik (seine nets) telah mengakibatkan menurunnya
sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan.
"SIPI
dengan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan
ikan pukat tarik (seine nets) yang telah diterbitkan sebelum berlakunya
Permen ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya,"
pungkas Gellwynn
Banyak kapal nakal tidak sesuai ukuran
Tak hanya menertibkan kapal yang dapat merusak lingkungan bawah laut Indonesia, KKP juga menemukan banyak kapal nakal yang tidak sesuai ukuran di lapangan.
Tak hanya menertibkan kapal yang dapat merusak lingkungan bawah laut Indonesia, KKP juga menemukan banyak kapal nakal yang tidak sesuai ukuran di lapangan.
Untuk melihat kondisi lapangan yang
sesungguhnya, KKP melalui DJPT menurunkan tim terpadu ke Rembang, Pati,
dan Tegal dengan memilih secara acak sample ukuran Gross Tonnage (GT)
kapal dan hasilnya sangat mengejutkan.
Berdasarkan random sampling pengukuran GT kapal perikanan yang ada, ditemukan data sebagai berikut:
Tabel Hasil Pengukuran Kapal Sampling Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasik AgungNo. | Nama Kapal | Ukuran Bersarkan Gross Akte (GT) | Hasil Pengukuran di Lapangan (GT) | Selisih (GT) |
1. | Safa’at Jaya Abadi | 29 | 81 | 52 |
2. | Wahyu Santoso | 15 | 34 | 19 |
3. | Rukun Abadi 01 | 30 | 65 | 35 |
4. | Tunggal Ika | 26 | 37 | 11 |
No. | Nama Kapal | Ukuran Bersarkan Gross Akte (GT) | Hasil Pengukuran di Lapangan (GT) | Selisih (GT) |
1. | Hasil Wijaya | 30 | 68 | 38 |
2. | Jaya Mulya | 30 | 55 | 25 |
3. | Purbasari Jaya | 30 | 64 | 34 |
4. | Satria Kirani | 30 | 64 | 34 |
5. | Sumber Berkah | 30 | 50 | 20 |
6. | Ulam Sari Putra Tsani | 30 | 49 | 19 |
7. | Hana - R | 30 | 47 | 17 |
8. | Abimanyu Abadi | 30 | 49 | 19 |
9. | Argo Mulya Putra | 30 | 70 | 40 |
10. | Berkah Jaya-5 | 30 | 63 | 33 |
Tabel Hasil Pengukuran Kapal Sampling Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo
No. | Nama Kapal | Tanda Selar | Pengukuran Fisik (GT) | Selisih (GT) |
1 | Harapan Sejati I | GT 29 No. 153/Np | 71 | 42 |
2 | Harapan Sejati II | GT 30 No. 157/Np | 122 | 92 |
4 | Karunia Barokah II | GT 30 No. 132 Gb | 48 | 18 |
5 | Mino Barokah | GT 29 No. 152NP | 131 | 102 |
6 | Tunggal Ika | GT 26 No. 906/Ft | 37 | 11 |
"Kami temui di lapangan banyak kapal nakal tidak sesuai ukuran. Sampai
saat ini pengukuran ulang kapal terus kami lakukan (fisik kapal), karena
ukurannnya menjadi lebih kecil dari yang tertera di surat ukur yang
sekarang. Kami akan tertibkan dan cabut izinnya," pungkas Gellwynn.
Gellwyyn menambahkan, beberapa data yang dimiliki oleh KKP juga turut
memperkuat dugaan terjadinya mark down. Dari data tersebut sangat jelas
terlihat pemilik kapal sengaja melakukan mark down ukuran kapal dengan
maksud agar mendapatkan BBM bersubsidi. Selain itu, kapal yang di mark
down otomatis pembayaran Pungutan Hasil Perikanan (PHP)nya tidak sesuai
dengan ukuran kapal, sehingga merugikan negara dalam hal Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar