KOMPAS.com — "Ibu, kenapa
ikan di laut kita sering dicuri? Apa karena laut kita luas dan di laut
mereka (para pencuri ikan di lautan Indonesia) tak ada ikannya?"Pertanyaan
sederhana tersebut sontak membuat Bentara Budaya Jakarta pada Rabu
(17/12/2014) "menggeliat" oleh tepuk tangan, bercampur senyum, tawa,
sekaligus kekaguman.
Seorang anak berseragam Pramuka berdiri di antara puluhan teman-temannya yang berpakaian sama, Rabu siang itu, mengajukan pertanyaan langsung kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang berdiri tepat di depannya.
Anak itu menyebutkan namanya adalah Alam, siswa dari SD Palmerah Pagi, Jakarta Pusat. Selama sekitar setengah menit, keriuhan akibat pertanyaan Alam "mendapatkan" waktu.
Setelah keriuhan cukup reda, Susi pun menjawab. Sama sekali tak ada cemooh ataupun nada menggurui dalam jawabannya.
"Betul. Thailand itu makin sedikit produksi ikannya. Mereka sekarang keliling dunia, mencari ikan," tutur Susi. Namun, kata dia, ternyata di bagian lain dunia ada aturan ketat soal penangkapan ikan dan kapal yang bisa menangkap ikan di wilayahnya.
"Di kita (Indonesia), juga ada aturannya, tetapi laut kita luas. Ini ibu mulai (menegakkan aturan yang seharusnya)," lanjut Susi. "Adik-adik, nanti kalau besar jadilah perwira TNI AL yang hebat, untuk menjaga laut kita ya..."
Tak cukup saya sendiri
Pertanyaan sederhana yang menukik di tengah seminar yang dihadiri para praktisi dan pakar di sektor perikanan itu terjadi pada akhir sesi Susi bicara. (Baca juga: Dan Susi Pudjiastuti Sesaat Kehilangan Kata-kata...)
Beberapa saat sebelumnya, Susi menegaskan, apa pun yang telah dan akan dia kerjakan selagi menjadi menteri ini pada akhirnya ada rutinitas dan waktu yang membatasi.
"Rutinitas di birokrasi kerap membuat kita lupa pada persoalan di lapangan," ujar Susi. "Pada akhirnya, saya juga akan selesai. Setidaknya pasti akan selesai jadi menteri."
Kedua fakta itu, menurut Susi, harus menjadi kesadaran bagi semua orang untuk turut terlibat menjaga dan mengelola laut Indonesia. "Masa depan kita itu ada di laut, seperti kita juga pernah jaya pada masa lalu karena laut," ujar dia, merujuk pada kejayaan pelaut Bugis di antaranya.
"Saya bisa lakukan banyak, tetapi kalau tidak didukung media dan masyarakat, tidak akan berhasil," kata Susi. Peran publik pun tak selalu berkutat di bidang kelautan itu sendiri, tetapi bisa di segala bidang.
Soal kebijakan, Susi menyatakan tak selamanya dia akan berkutat dengan penenggelaman kapal. Namun, ujar dia, memunculkan efek jera merupakan langkah yang sekarang dibutuhkan.
"Tidak selamanya begitu, tetapi sekarang adalah untuk memberikan efek jera." Terlebih lagi, ujar dia, negara lain juga sebenarnya melakukan hal yang sama.
Seorang anak berseragam Pramuka berdiri di antara puluhan teman-temannya yang berpakaian sama, Rabu siang itu, mengajukan pertanyaan langsung kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang berdiri tepat di depannya.
Anak itu menyebutkan namanya adalah Alam, siswa dari SD Palmerah Pagi, Jakarta Pusat. Selama sekitar setengah menit, keriuhan akibat pertanyaan Alam "mendapatkan" waktu.
Setelah keriuhan cukup reda, Susi pun menjawab. Sama sekali tak ada cemooh ataupun nada menggurui dalam jawabannya.
"Betul. Thailand itu makin sedikit produksi ikannya. Mereka sekarang keliling dunia, mencari ikan," tutur Susi. Namun, kata dia, ternyata di bagian lain dunia ada aturan ketat soal penangkapan ikan dan kapal yang bisa menangkap ikan di wilayahnya.
"Di kita (Indonesia), juga ada aturannya, tetapi laut kita luas. Ini ibu mulai (menegakkan aturan yang seharusnya)," lanjut Susi. "Adik-adik, nanti kalau besar jadilah perwira TNI AL yang hebat, untuk menjaga laut kita ya..."
Tak cukup saya sendiri
Pertanyaan sederhana yang menukik di tengah seminar yang dihadiri para praktisi dan pakar di sektor perikanan itu terjadi pada akhir sesi Susi bicara. (Baca juga: Dan Susi Pudjiastuti Sesaat Kehilangan Kata-kata...)
Beberapa saat sebelumnya, Susi menegaskan, apa pun yang telah dan akan dia kerjakan selagi menjadi menteri ini pada akhirnya ada rutinitas dan waktu yang membatasi.
"Rutinitas di birokrasi kerap membuat kita lupa pada persoalan di lapangan," ujar Susi. "Pada akhirnya, saya juga akan selesai. Setidaknya pasti akan selesai jadi menteri."
Kedua fakta itu, menurut Susi, harus menjadi kesadaran bagi semua orang untuk turut terlibat menjaga dan mengelola laut Indonesia. "Masa depan kita itu ada di laut, seperti kita juga pernah jaya pada masa lalu karena laut," ujar dia, merujuk pada kejayaan pelaut Bugis di antaranya.
"Saya bisa lakukan banyak, tetapi kalau tidak didukung media dan masyarakat, tidak akan berhasil," kata Susi. Peran publik pun tak selalu berkutat di bidang kelautan itu sendiri, tetapi bisa di segala bidang.
Soal kebijakan, Susi menyatakan tak selamanya dia akan berkutat dengan penenggelaman kapal. Namun, ujar dia, memunculkan efek jera merupakan langkah yang sekarang dibutuhkan.
"Tidak selamanya begitu, tetapi sekarang adalah untuk memberikan efek jera." Terlebih lagi, ujar dia, negara lain juga sebenarnya melakukan hal yang sama.
"Kalau negara dengan semua perangkatnya, TNI AL, kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Agung, tak bersuara dan berprinsip sama dengan saya, apa yang saya lakukan sampai hari ini akan sia-sia," kata Susi.
"Banyak orang tidak tahu lho kalau kita punya Deklarasi Juanda," ujar Susi memberikan contoh peran apa yang bisa diambil masyarakat untuk turut mendukung visi-misi kemaritiman pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Lalu, Susi pun menyinggung hilangnya kisah-kisah kepahlawanan maupun heroisme para pelaut, sekalipun ada lagu yang bagi generasi 1980-an cukup akrab.
Lirik lagu itu antara lain berbunyi, "Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudra, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa."
"Kita sudah kehilangan banyak cerita historis, heroik, dari zaman-zaman dulu. Pendidikan. Mungkin di Pramuka, bisa juga dikembangkan lagi cerita-cerita itu," usul Susi.
Cerita dalam seni tradisional, lanjut Susi, yang banyak mengingatkan para tumpah darah Indonesia soal kejayaan bahari Indonesia sudah tak lagi ditonton. "Mungkin tinggal dikemas menjadi lebih menarik saja."
Cita-cita lain Susi
Ide-ide pun bermunculan dalam rentang singkat dari penuturan Susi. Dia, misalnya, mengaku mendatangi Bone dan Sinjai di Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu, adalah untuk menyiapkan generasi baru pelaut Indonesia.
"Kita punya banyak pelaut andal. Untuk mengambil alih (kawasan laut) yang selama ini diisi kapal-kapal asing, harus ada pengganti dari dalam negeri. Saya minta Bupati (Bone dan Sinjai) mencarikan 100 calon nakhoda, akan saya carikan beasiswa, belajar di luar negeri, untuk mengembalikan kejayaan bahari kita."
Susi juga melontarkan idenya untuk membangun Museum Bahari, yang memotret kekayaan bawah laut, dari kapal-kapal karam di wilayah laut Indonesia. Menurut dia, selama ini harta karun dari kapal-kapal karam itu dijarah oleh kapal asing, yang tiba-tiba saja muncul di balai lelang Christie. "Kita hanya dapat sisa, barang yang jelek, tak berharga."
Cita-cita soal museum itu, dalam bayangan Susi, akan melibatkan perusahaan-perusahaan perkapalan di Indonesia untuk memamerkan koleksi masing-masing. "Tinggal disematkan courtesy perusahaannya."
Susi juga menyebutkan satu lagi cita-citanya untuk membangun tiga kapal pinisi. "Bahan-bahan diambil dari rumah-rumah kayu tua yang sudah mau roboh, bukan kayu hasil tebang baru."
Menurut Susi, dia bercita-cita menjadikan tiga kapal pinisi itu menjadi duta Indonesia untuk berkeliling dunia. "Sampai Madagaskar, mengembalikan kejayaan (pelaut Indonesia pada masa lalu)," ujar dia.
Dalam paparan yang tak terasa memakan waktu hingga 1,5 jam, dari rencana semula hanya setengah jam, Susi banyak bertutur tentang potensi kekayaan bahari Indonesia, yang bisa menjadikan bangsa ini besar dan berjaya.
Susi mengaku, dalam dua bulan ini memang belum semua hal bisa dia benahi di bidang kelautan dan perikanan. Namun, ujar dia, segala sesuatu harus ada yang memulai, berlanjut dengan pelibatan dan penyadaran publik soal peran yang bisa dijalankan bersama untuk mewujudkan kejayaan berbasis bahari tersebut.
Dalam salah satu bagian penuturannya, Susi mengutip pesan singkat lewat telepon seluler yang dia terima dari nelayan di Natuan. "Bentuknya puisi. Tenyata nelayan pun pintar berpuisi," puji dia sebelum membacakan pesan itu di depan para tamu.
"Bunda Susi, mukjizat apa yang terjadi di tempat kami hari ini? Sunyi senyap lautku hari ini, ikan pun datang menghampiri, minta kutangkap..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar