Kegiatan
Dialog Maritim (Arah dan Strategi Kelembagaan Maritim) diselenggarakan
oleh tiga lembaga yakni Ikatan Sarjana Kelautan Universitas Hasanuddin
(Isla-Unhas), Forum Maritim Hebat (FMH) dan Destructive Fishing Watch
Indonesia (DFW-Indonesia). Isla-Unhas adalah organisasi alumni kelautan
yang selain bertujuan mengembangkan kapasitas anggotanya, bertujuan
untuk terlibat langsung dalam praksis pengembangan maritim Indonesia.
Forum Maritim Hebat adalah kelompok relawan pendukung Jokowi-JK yang concern
pada bidang maritim yang terdiri dari berbagai pihak yang berkecimpung
di bidang maritim, dan DFW-Indonesia adalah organisasi non-pemerintah
yang bergerak terutama untuk mendorong pengelolaan sumberdaya laut yang
berkelanjutan.
Kegiatan ini berangkat dari pemikiran
bahwa isu maritim yang mengemuka berkat visi dan misi pasangan Presiden
dan Wakil Presiden Terpilih Joko Widodo perlu mendapat pengayaan dan
terutama penajaman. Dalam penilaian kami, mengemukanya isu ini
akhir-akhir ini belum disertai dengan penjabaran yang secara lebih tajam
menyentuh aneka permasalahan spesifik di dalamnya. Alih-alih berisi
preskripsi pengembangan, isu ini masih lebih sebagai isu besar yang
bahkan masih kurang dari segi deskripsi. Kegiatan ini hendak mencakup
dua sisi tersebut. Karenanya, kegiatan ini sekaligus merupakan langkah
pengawalan terhadap visi dan misi pembangunan maritim Presiden-Wakil
Presiden terpilih Jokowi-JK sebagaimana focus concern kami selama ini.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan
menghadirkan empat orang pakar kelautan yang telah menunjukkan kiprahnya
selama ini yakni Rokhmin Dahuri; Menteri Kelautan dan Perikanan era
pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Sudirman Saad; Direktur
Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Hugua; Bupati Kabupaten
Wakatobi, Bapak Jamaluddin Djompa; Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin serta Deputi I Lembaga Administrasi
Negara Ibu Sri Hadiati, SH, MBA. Kegiatan ini dilaksanakan di Gedung
Dewan Pers, Jalan Jl. Veteran 1 No. 18, Jakarta Pusat antara pukul 14.00
hingga pukul 17.00 WIB dan dihadiri oleh kurang lebih 150 orang audiens
dari kalangan umum, profesional, akademisi, praktisi, LSM yang
berkecimpung dalam bidang maritim dan kelautan.
Dalam hemat kami, ada empat dimensi yang
mesti menjadi prioritas dalam pembangunan maritim Indonesia. Yakni (1)
Pengarusutamaan isu maritim, (2) Reorientasi pembangunan maritim bagi
partisipasi publik yang luas dan pro-poor, (3) Reformasi lembaga
pelaksana pembangunan, dan (4) Reformulasi program-program kemaritiman.[1]
“Indonesia adalah Negara Maritim. 2/3
wilayahnya adalah laut, dan nenek moyangnya adalah pelaut.” Jika mengaca
ke realitas penyelenggaraan pembangunan saat ini, maka jelas bahwa
ungkapan tersebut hanyalah sebuah jargon. Ada senjang yang sangat besar
antara fakta fisikal dan historis tersebut dengan aktual pengelolaan
negara Indonesia saat ini. Benar bahwa Indonesia adalah sebuah negara
maritim jika ditinjau dari segi fisik dan historis, namun tidak demikian
apabila ditinjau dari orientasi kebijakan pembangunan berikut struktur
lembaga pelaksana pembangunan selama ini. Pengarusutamaan isu maritim
pada seluruh lembaga penyelanggara pembangunan (kabinet), karenanya
harus dilakuan sejauh negara maritim Indonesia diinginkan. Isu atau
orientasi kemaritiman mesti ditempatkan sebagai “paradigma”, “topik”,
“tema” dan sebagainya yang memandu —setidaknya sebagai semangat— bagi
seluruh lembaga pelaksana pembangunan.
Masyarakat pesisir selama ini identik
dengan kemiskinan. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
misalnya menunjukkan bahwa terdapat sekitar 7,87 juta masyarakat pesisir
miskin dan 2,2 juta jiwa penduduk pesisir sangat miskin di seluruh
wilayah Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2010, jumlah nelayan miskin ini lebih dari 25% dari total penduduk
Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia.
Hal
tersebut disebabkan oleh dua hal pokok. Rendahnya tingkat partisipasi
publik dan sikap pembangunan yang tidak pro-poor. Rendahnya partisipasi
publik—dalam hal ini masyarakat pesisir—dikarenakan oleh arah
pembangunan yang masih berorientasi land-based dengan kata lain
lupa akan kodrat Indonesia sebagai maritim. Hal tersebut seturut dengan
arah pembangunan yang abai terhadap masyarakat miskin. Pembangunan
selalu bertumpu pada indikator-indikator makro yang, karenanya, abai
terhadap masyarakat kecil. Sudah saatnya visi pembangunan maritim
sekaligus menjadi jawaban bagi dua persoalan tersebut. Pembangunan
maritim dijalankan dengan mendengarkan tuntutan kebutuhan masyarakat
pesisir sekaligus hasil-hasilnya dapat berdampak secara berkeadilan.
Reformasi struktur kelembagaan adalah
hal yang mutlak dilakukan bagi suksesnya pembangunan maritim. Ada
sekurangnya empat langkah yang harus dilakukan mengenai reformasi
kelembagaan bagi pembangunan negara maritim Indonesia, yakni;
(i) Membentuk dan memantapkan keberadaan
Kementerian Maritim yang bertanggung jawab atas orientasi dan realisasi
program pembangunan infrastruktur (Tol Laut dan lainnya), kegiatan
bisnis, industri dan jasa maritim dan sebagainya.
(ii) Membentuk lembaga Coast Guard (Bakalma) yang kuat bagi untuk memastikan kedaulatan negara atas wilayah laut.
(iii) Menguatkan posisi dan kewenangan
lembaga yang telah ada (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dalam
mengelola sumberdaya alam pesisir dan laut.
(iv) Melakukan pembangunan sumber daya
manusia bidang maritim dan melakukan reorientasi politik anggaran bagi
anggaran yang pro maritim.
Sebab berorientasi daratan, maka program
pembangunan maritim Indonesia selama ini berjalan tidak koheren.
Maritim hanya menjadi “atribut” bagi Indonesia yang notabene
secara kodrati adalah negara maritim. Terdapat sekurangnya empat poin
yang mesti menjadi orientasi dalam program pembangunan maritim
indonesia, yakni:
- Peningkatan pengawasan laut Indonesia dan pembenahan transportasi laut
- Laut sebagai sumber energi melalui optimalisasi pemanfaatan sains dan teknologi.
- Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan membangun sistem logistik perikanan.
- Restorasi dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut
Indonesia sebagai poros maritim dunia
adalah sebuah konsekuensi logis dari suksesnya pembangunan maritim
Indonesia. Dengan posisinya sebagai pemilik laut terluas di dunia,
pemilik pulau dengan jumlah terbanyak di dunia, dan pemilik
kenakeragaman hayati tertinggi di dunia, maka Indonesia dengan
sendirinya akan menjadi poros bagi maritim dunia sejauh pengelolaan
potensi-potensi tersebut berjalan optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar