Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan dukungannya terhadappembahasan dan penyelesaian Rancangan Undang Undang (RUU) Kelautan secara tripatrit bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD),sebagai upaya strategis untuk mengatur semua potensi aktivitas
yang ada di laut dari semua sektor.Dengan demikianpemanfatan wilayah
laut secara komprehensif, dengan menjadikan sektor kelautan sebagai
bidang andalan (leading sector) dalam pembangunan nasionalbisa tercapai.
RUU Kelautan mendesak diundangkan karena bisa menjadi harapan bagi
bangsa Indonesia untuk membuktikan diri sebagai bangsa maritim.Untuk
itu, RUU Kelautan akan memuat dasar filosofis, sosilogis dan yuridis
yang sesuai dengan konsepsi geopolitik Indonesia. Demikian diutarakan
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo dalam Rapat Kerja
Pemerintah dengan Komisi IV DPR RI dan komite II DPD RI di Jakarta,
Senin (15/9).
Lebih
lanjut, Sharif menjelaskan jika ditinjau secara filosofis, RUU Kelautan
harus mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum bahwa
laut merupakan pemersatu, ruang hidup, dan ruang juang untuk mewujudkan
kesejahteraan segenap bangsa Indonesia. Sementara jika dilihat secara
yuridis, RUU Kelautan ini diharapkan mampu mengisi kekosongan hukum
serta mewujudkan kepastian hukum di bidang kelautan. Di sisi lain,secara
aspek sosiologis potensi kekayaan laut tersebut pun harus dikelola,
dijaga, dimanfaatkan, dan dilestarika untuk generasi masa kini dan
generasi yang akan datang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Perlu diketahui, dalam Rapat Kerja Pemerintah tersebut, Pemerintah telah menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah
(DIM) terhadapRUU Kelautan. Tak ketinggalan, Pemerintah juga memaparkan
pandangan mengenai RUU Kelautan yang meliputi tiga hal pokok. Pandangan
tersebut yakni, dasar pengaturan di bidang Kelautan, urgensi penyusunan
RUU Kelautan dan isu strategis bidang kelautan. Sebabnya, Keberadaan
UU Kelautan nantinya tanpa mengabaikan peraturan
perundang-undangan/ordonansi yang telah ada. Seiring dengan itu, Sharif
menyampaikan harapannya agar, berbagai isu strategis di bidang kelautan
mendapatkan perhatian di dalam pembahasan RUU Kelautan. Berbagai isu
strategis itu diantaranya, pengelolaan ruang laut, klaim landas kontinen
di luar 200 mil, pemanfaatan zona tambahan serta penegasan Indonesia
sebagai Negara kepulauan. RUU kelautan menjadi perangkat hukum yang
mengatur tentang lautan nasional secara menyeluruh, sistematis dan
komprehensif.
Selain
itu, RUU ini di antaranya akan mengatur ekonomi kelautan dari 9 sektor
utama. Yaitu perhubungan laut, industri kelautan, perikanan, wisata
bahari, bangunan laut, ESDM, jasa kelautan, bio teknologi dan
biofarmakologi kelautan, dan pengawasan pemanfaatan sumber daya alam
hayati serta ekosistemnya.“Regulasi dalam soal tata kelola laut
Indonesia sebagai fondasi menuju negara maritim kuat. UU Kelautan
diharap bisa mengadopsi semua kepentingan,” jelasnya. Selain itu,
Perangkat hukum ini dibuat untuk mengatur semua potensi aktivitas yang
ada di laut dari semua sektor. RUU Kelautan ini terdiri dari 13 bab
dengan penegasan kembali Indonesia sebagai negara kepulauan, wawasan dan
budaya bahari, ekonomi kelautan, pertahanan dan keselamatan di laut,
lingkungan laut, tata kelola kelautan, pemberdayaan masyarakat kelautan,
kelembagaan dan mekanisme koordinasi, sumber daya manusia, dan IPTEK.
Sementara, di dalam RUU Kelautan dimasukkan beberapa muatan, seperti
mainstreaming dan percepatan pembangunan kelautan nasional ke depan,
terobosan terhadap permasalahan peraturan perundangan yang ada, dan
pandangan ke depan terhadap kepentingan kelautan bagi bangsa Indonesia.
Selain itu, RUU juga menetapkan hal-hal yang belum diatur dalam UU yang
sudah ada di bidang kelautan seperti Kebijakan Blue Economy . RUU Kelautan ini juga mengacu pada UNCLOS dan kondisi geografis Indonesia.
Seperti
diketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang
memiliki kekayaan sumber daya hayati dan nonhayati melimpah. Di sisi
lain jika ditinjau dari letak geografis Indonesia di antara benua Asia
dan benua Australia, serta dua samudera menjadikan Indonesia sebagai
kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia, baik secara ekonomis
maupun politis. Secara historis, RUU tentang Kelautan sudah sangat lama
dibahas, baik di pemerintah, DPR, DPD, maupun antara pemerintah, DPD
dan DPR. Saat ini setidaknya terdapat 23 UU sektoral yang terkait dengan
bidang kelautan, namun belum ada UU yang mengintegrasikan berbagai UU
tersebut. RUU Kelautan merupakan salah satu dari 66 judul RUU Prolegnas
RUU Prioritas pembahasan di tahun 2014.
Data Tambahan
Setelah mandek pembahasnnya selama 10 tahun akhirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kelautan akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) pada akhir bulan September 2014. perjuangan mewujudkan UU
Kelautan bukanlah dalam sekejap mata, setelah lebih dr satu dasawarsa
akhirnya bulan September tahun ini RUU Kelautan akan menjadi sebuah
produk hukum.
Berikut ini adalah kronologis penyusunan RUU Kelautan:
1.
RUU Kelautan berawal dari Prolegnas RUU Prioritas tahun 2008 sesuai
dengan Keputusan DPR RI Nomor: 02/DPR-RI/11/2007-2008, tertanggal 13
November 2007 dan inisiatif pemerintah.
2. Sesuai dengan Surat Menteri Sekretaris Negara
(Mensesneg) Nomor B-148/M.Sesnneg/D-4/03/2008 tertanggal 10 Maret 2008,
yang diminta paraf persetujuan adalah empat menteri, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Menteri Pertahanan (Menhan).
Hingga
saat ini, Menteri KP dan Mendagri sudah memberikan paraf persetujuan,
sedangkan Menlu dan Menhan belum memberikan paraf persetujuan.
3.
Sesuai dengan Surat Menlu kepada Mensesneg Nomor 154/PO/IV/2008/59/08
tertanggal 15 April 2008, Menlu belum dfapat memberikan paraf karena ada
beberapa hal yang masih memerlukan klarifikasi terhadap substansi RUU.
4. Menteri KP telah bertemu Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Departemen Luar Negeri (Deplu), di Departemen KP pada 20 Mei 2009 untuk membahas paraf persetujuan yang sampai saat ini masih berada di Deplu.
5.
RUU tentang Kelautan kembali masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas tahun
2010, sesuai dengan Keputusan DPR RI Nomor: 41B/DPR-RI/I/2009-2010,
tertanggal 1 Desember 2009 dan menjadi inisiatif DPR.
6.
Melalui rapat pleno pada 6 Januari 2010, Komite II DPD menyepakati RUU
Kelautan menjadi dalah satu usul inisiatif DPD. Selanjutnya, Komite II
DPD membentuk Tim Kerja dalam rangka Penyusunan Dua RUU Usul Inisiatif
DPD, yakni RUU Tata Informasi Geospasial Nasional (Tignas) dan RUU Kelautan.
7.
Dalam rangka penyusunan RUU Kelautan, pada September 2010, Komite II
DPD RI telah melaksanakan Uji Shahih di tiga daerah, yaitu Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Uji shahih ini bertujuan meminta masukan dari daerah untuk memperkaya bahan penyusunan RUU Kelautan.
Pada
3 s/d 5 Desember 2010, Komite II DPD RI telah melaksanakan kegiatan
Finalisasi RUU Kelautan dalam rangka menyelesaikan penyusunan RUU
Kelautan bersama Tim Ahli, yakni: Elly Rasdiani, Tridoyo K, Subaktian
Lubis dan Wahyu Yun Santosa.
8.
Melalui Keputusan DPD RI Nomor 21/DPD RI/III/2010-2011 pada sidang
Paripurna DPD RU tanggal 16 Februari 2011, telah mengesahkan RUU
Kelautan sebagai usul RUU Inisiatif DPD yang akan disampaokan kepada DPR
guna dilakukan pembahasan di DPR.
9.
Pada 14 Maret 2013, DPR mengirimkan surat Nomor: LG/02962/DPR
RI/III/2013 dalam acara Penjelasan Pimpinan Alat Kelengkapan DPD dalam
rangka Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi (PPPK) RUU tentang Kelautan pada 18 Maret 2013.
Pada
19 Maret 2013, DPR kembali mengirimkan surat bernomor: LG/03241/DPR
RI/III/2013 dalam acara melanjutkan PPPK RUU tentang Kelautan pada 20
Maret 2013.
10.
Pimpinan Komite II diundang oleh DPR dengan surat Nomor:
LG/10429/DPR-RI/X/2013 pada 8 s/d 9 Oktober 2013 dalam acara PPPK RUU
tentang Kelautan.
Namun, Komite II DPD RI menolak hadir karena telah ada putusan MK sehingga tidak perlu lagi dilakukan harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg), tetapi langsung disampaikan kepada Pimpinan DPR untuk diagendakan dalam Sidang Paripurna.
Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa, 17 Desember 2013, telah menetapkan 66 judul RUU sebagai Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2014.
Dalam
proglegnas ini, RUU Kelautan menjadi usul DPD RI pada urutan ke 66 dari
66 RUU yang disahkan oleh DPR RI serta menjadi. Prioritas pembahasan
pada Tahun 2014.
Jakarta, 15 September 2014
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Lilly Aprilya Pregiwati
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/10893/RUU-Kelautan-Segera-Diundangkan/
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/10893/RUU-Kelautan-Segera-Diundangkan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar